"Hai Kal!" sapa Hani.

Aku melihat Hani menyapa Haikal. Jarak berdiri mereka memang agak dekat, bersebelahan. Meski Hani terlihat biasa, namun hatinya pasti bahagia. Aku?! Jangan ditanya. Aku baik-baik saja.

"ayo cabut!" seruku.

Tidak ada urusan lagi di kantin. Aku mengajak Gendis dan raisya untuk kembali ke kelas. Namun satu suara membuatku terhenti.

"Kenapa lo pergi Al, ada Haikal ya?!"

Aku terdiam mendengar ucapan itu. suara melengking miliki Indah, kalau mau kusamakan dia mirip dengan tokoh Sisi di GGS. Si biang gosip, ratunya usil, dan suaranya yang tok masjid pun kalah. Aku membalikan badanku menatap tajam Indah. Yang ditatap hanya tersenyum lebar.

"gue mau balik ke kelas." Kataku lugas, "bukan karena ada Haikal".

"jangan cepet blushing gitu dong Al! lo ngehindar dari Haikal kan?" tambah Kaila –sahabat Indah.

Benar-benar menambah masalah saja mereka. Aku benar-benar tidak suka di ledek begitu. Tunggu, bukankah Hani masih ada di kantin. Dia masih berdiri menghadap ke arah Bu kantin. Oh jangan sampai dia mendengar judge Indah yang kelewatan. Atau akan terjadi salah paham seperti dulu. Ku harap dia tidak mendengarnya.

000

Setelah pulang sekolah, aku dan teman-temanku yang berempat memutuskan untuk mampir ke café dekat sekolah. Selain ingin mengerjakan tugas berkelompok yang mengejar deadline. Kami juga ingin ngumpul karena ini sudah 2 bulan terakhir sebelum UAS semester .

Disebuah meja panjang yang terletak diujung ruangan dekat jendela café. Kami memilih duduk disana. 5 buah minuman yang berbeda dengan 2 menu makanan yang bisa kami makan bersama. Meja ini bukan penuh dengan makanan tapi penuh dengan kertas, buku, dan jurnal. Tak lupa dua buah laptop bertengger manis di atas meja.

"Ibu Feli itu baik, tapi kalo udah ngasih tugas bisa nggak inget dunia." Celutuk Rahmah yang memengangi smartphone sambil mencatat sesuatu yang penting.

"gue setuju. Ini tugas baru dikasih kemarin, minta ngumpulinnya tiga hari lagi. Kayak mahasiswi di kejar dosen rasanya." Keluh Raisya.

"jalani aja!" kataku seadanya, mataku tertuju pada layar screen laptop mengetik makalah. "lo mengeluh juga nggak bakal bikin masalahnya selesainya, lo ngeluh cuman bikin setenggah hati ngerjainnya."

"iya ustadzah Alya."

Aku mengelengkan kepala saja. Sebutan ustadzah Alya memang akrab oleh teman-temanku. Bagiku itu bukan judge, tapi do'a.

"eh lo tau nggak tadi, Haikal ketemuan sama Hani sama Qonita juga di kelas kita." Kata Juli tapi kefokusnya tidak beralih.

"sumpah lo?" ucap yang lain bersamaan, kecuali aku.

Juli menganggukan kepala.

"kok gue nggak liat yak?" tanya Gendis.

"kan lo keluar duluan, gue mah entaran. Jadi gue ngeliat hani sama Qonita nyamperin Haikal." kata Juli semangat dan sudah melupakan laptopnya.

"ah palingan membahas pelajaran kalo nggak hobi mereka. Hobi mereka kan sama." Ucapku memberi tanggapan.

"Alya lo masih biasa-biasa aja. Lo nggak kemakan api cemburu." Kata gendis.

"api, lo pikir Hani itu pengendali api apa?" tanyaku asal.

"Alya lo terlalu lembek deh sama perasaan lo sendiri." Kata Raisya.

"Raisya, inget deh lo juga lembek. Buktinya lo nangis waktu Kak Andre jadian sama Kak Yatsa." Kataku yang tidak terima disebut lembek.

Raisya mancun tidak jelas.

"Al sorry nih gue nanya, tapi lo kok kayak terkesan menjodohkan Hani dan Haikal yah?!" kata gendis.

Aku terdiam sebentar. Apa iya?

"Alya."

"emh."

"lo sadar nggak sikapnya lo itu kayak menjodoh dia sama Haikal. lo yang ngerasa, apa sengaja kek gitu." Kata Gendis.

"Oh ya, gue nggak ngerasa gitu. Kalian aja mungkin yang pengen gue sama Haikal. Fansbase ya..." kataku menanggapi.

"Fansbase apaan? Males banget kita ngefans sama lo.." kata Raisya.

Rahmah memainkan pulpennya, sedang berpikir. "Kalian maksud gue, lo dan Haikal emang cocok kan. Tapi Hani? Gue sendiri nggak yakin soal itu."

Aku hanya mengelengkan kepala saja tanpa menangapi perkataan Rahmah. Selain malas untuk membahas Haikal dan segala hal yang berhubungannya. Aku pun juga tidak tahu harus menjawab apa.

"Alya", Juli mendekat padaku. "Dengerin gue ngomong!"

"Iya gue dengerin." Balasku cuek, masih menatap monitor laptop. Makalah ini lebih penting dari pembahsaan yang sudah bisa aku tangkap kemana arahnya.

Juli mendengus kesal lalu mengambil paksa laptopku dan menjauhkannya dari jangkauanku. My leppy. Aku memajukan bibirku, memasang wajah cemberut. Tidak suka diganggu ketika mengerjakan tugas. Juli menatapku lurus. Juli akan berbicara serius sepertinya.

Tangan Juli menyentuh pundaku dan mencengkramnya, "Lo harus mikirin deh sikap lo itu. Gue tau Hani dan Haikal sudah deket dari mereka masuk sekolah. At least kalau ngomong mereka nyambung banget karena suka pada hal yang sama. Kalo lo bersikap dingin bahkan pro dengan Hani Haikal. It wil be hurt your self!"

Aku melepaskan tangan Juli sambil tersenyum. Ada mereka yang masih memperdulikan aku untuk masalah sepele seperti ini. Aku menatap keluar jendela. Sileut Haikal dan Hani tergambar di otakku yang mampu berimajinasi. Namun bayangan masa lalu ku muncul seolah mengatakan, kamu akan mengalaminya lagi.

"Gue pernah sesakit ini, gue pernah mengalami seperti ini." Ucapku sendu.

"Mengalami seperti ini?!", semua teman-temanku menghentikan aktivitasnya.

"Maksud lo jatuh dengan cinta sama orang yang juga dicintai oleh teman lo?" tebak Raisya.

Aku mengangguk pelan. Aku menatap kawa-kawanku satu persatu menyakinkan. Kepalaku terasa berat rasanya, reflex aku menunduk. Ya apalagi yang bisa kulakukan ketika sedih akan masalaluku.

"Jadi Haikal bukan cinta pertama lo, Alya?" tanya Juli.

"Mungkin saatnya kalian tahu itu..."

***

update, update, update, yah mungkin gue bakalan update satu kali lagi.  sorry for typo, vote and comment pliss, dont be silent reader...

mulmed: Yura Yunita feat Glen Frendly- Cinta dan Rahasia

NO; ketika gadis  anti-pacaran jatuh cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang