22

5.9K 265 0
                                    

"Lo nya gak apa-apa Al? I mean... setahu gue lo juga deket sama Hani. Ya emang nggak sedeket lo ke kita sih, cumam lo bener nggak apa-apa?" tanya Gendis.

Seketika tanganku berhenti bergerak bersamaan dengan hatiku yang bergetar mendengar pertanyaan Gendis. Aku menahan getaran tubuhku sekuat tenaga. Aku tidak apa-apa, tidak apa-apa.

"apa yang kenapa?" tanyaku menunduk, menyembunyikan air mata yang sudah ku tahan.

"Alya, gue tahu gimana perasaan lo. Lo dengerin Hani ngomongin Haikal, dengerin curhatan dia tentang rasa cintanya dia ke Haikal. tapi lo, cuman bisa diem dan memendam perasaan cinta sekaligus sakit." Kata Gendis dengan begitu jujur.

Aku tidak bisa menjawab atau menyangah perkataan Gendis. Bukan dia tidak benar. Tapi ucapan Gendis tidak ada yang salah. Tidak ada yang meleset sedikit pun. Aku akan memendam rasa sakit dan rasa cinta sekaligus.

Aku mendongak menatap satu demi satu temanku. Bulir air mataku jatuh. Aku menghapus air mataku cepat.

"gue nggak apa-apa." Ucapku pelan, "cinta, rasa suka adalah hak setiap manusia. Apa gue harus marah ketika ada orang lain suka sama Haikal? alasan apa yang membuat gue harus marah pun juga nggak ada. Haikal bukan milik gue. Bukan."

Raisya, Juli, Gendis, dan rahmah memegang erat tanganku. Mereka memberi kekuatan padaku. Entah apa, aku menahan perasaan yang sudah ku tahan dari kemarin lusa. Aku tidak menangis karena menangis laki-laki bukan muhrim bagi seorang muslimah itu tidak baik. Sayangnya, perasaanku tidak mampu berbohong bahkan mampu mengalahkan logikaku.

000

Istirahat kedua. Sehabis shalat dzuhur, aku pergi ke kantin bersama Raisya dan Gendis. Masih ada waktu 10 menit, cukuplah untuk pergi ke kantin membeli minuman dingin. Hari ini begitu panas dan aku dehidrasi ini.

"Bu, susu coklat dingin 3 tiga." Pesanku pada Bu kantin.

"sip mbak Alya." Bu kantin mengacungkan jempolnya.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Gadis tinggi. Hani.

Aku tersenyum mengangguk padanya, "beli minum ya?" tebakku.

"ya begitulah. Agak panas soalnya." Jawab Hani.

"biar nggak panas, lo naik lagi ke kelas gue buat ketemu..." kataku mengodanya.

"Apaan sih lo, Al?" Hani salah tingkah.

Aku cekikikan melihat reaksi Hani, "yeah, he look like ice. Maybe you will feel cold with him"

"don't be crazy Alya!"

"I'm not", kataku sambil mengibaskan tangan dan terkekeh geli,"you will."

Bu kantin memberikan 3 susu coklat dingin lalu aku membayarnya, "btw, gue duluan nih!" kataku sambil mengacuhkan ke-3 susu coklat padanya.

"ya jauh-jauh lo." Balasnya tersenyum jail.

Aku berjalan mendekati Gendis dan Raisya yang sudah menunggu di dekat gerbang kantin. Lalu aku memberikan mereka masing-masing susu coklat dingin.

"sempet-sempetnya lo ngeledekin Hani, inget tuh hati nyesek." Kata Raisya.

"sumpah gue nggak ngerasa nyesek waktu ngeledekin dia." Kataku jujur.

"iya aja deh!"

"Alya", Gendis memanggilku  "Haikal ke kantin!" seru Gendis pelan.

Aku menengok ke belakang mencari sosok laki-laki antik dan unik –Haikal, kebetulan lewat di depanku. Sepertinya ia tidak melihatku.

"Bu susu vanilla dingin satu." Kata Haikal, suaranya agak samar sebab direndam oleh suara ribut siswa-siswa di kantin.

NO; ketika gadis  anti-pacaran jatuh cintaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu