Who Is It

554 49 0
                                    

Jam masih terlalu mengantuk untuk berdetik lebih cepat. Sedari tadi jarum panjangnya masih betah bertengger di angka dua belas, seolah tak mau berkompromi dengan Ella. Beberapa kali Ella merutuki mentari yang tak segera muncul. Dia sudah terlalu tua dan lelah untuk berlari seorang diri memburu para Vampire Assasin itu. Jumlah mereka memang sedikit tapi mereka masih lebih cepat dibanding Vampire corpse. Ella menggenggam pisau peraknya yang kedua erat-erat. Dia hanya membawa tiga pisau perak dan hanya itu satu-satunya senjata yang tersisa setelah peluru perak pistolnya habis karena lupa dia isi lagi sejak terakhir digunakan. Dia juga tak mungkin membawa botol air suci dengan baju piyama selutut yang dia kenakan saat ini. Dan sialnya matahari tak mau muncul juga.

Ella tengah tertidur ketika dia mencium bau Vampire Assasin yang sialnya sedang bertengger di jendela kamarnya, dan mengira dia seorang gadis kecil yang penuh darah segar dan tengah tertidur. Dengan membabi buta, Ella langsung meraih senjata apapun yang ada di dekatnya dan menyergap Vampire apes itu, masih dalam balutan baju piyama dan tak membawa motor. Sekarang Ella benar-benar merasa kuwalat karena dia tak mendengarkan nasehat Chae Young_saat tidur pun ada baiknya, kau mengenakan baju ketatmu dan menyelipkan kunci motor dan juga senapan yang terisi penuh_ yang selalu dia baikan. Bayangkan saja jika kau setiap hari harus tidur dengan baju ketat dan mengantongi senjata, pasti tidurmu tak akan nyenyak karena sirkulasi darahmu tidak lancar. Sejak itu Ella jadi tahu kenapa Chae Young berbandan ramping, adalah karena dia selalu berbaju ketat setiap tidur.

Ella terus berlari hingga dia terjebak diantara gedung-gedung menjulang yang membuntu jalannya. Dia penasaran Vampire Assasin macam apa yang di kejar, karena vampire-vampire kali ini benar-benar lincah dan cepat meskipun Ella sudah sempat melukainya beberapa kali. Kesempatan itu ia menfaatkan untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, hingga sekelebat bayangan diantara pilar-pilar dilantai bawah bangunan itu membuatnya waspada. Udara dingin dan rasa gerah yang membuatnya berkeringat dingin setengah mengigil tak ia hiraukan lagi.

Seolah seekor elang yang berburu, Ella menjamkan penglihatannya dan mulai menelisik ke sudut-sudut pilar yang gelap dan menjorok ke dalam. Tepat saat matanya melihat bayangan seseorang yang mencurigakan, satu buah pisau peraknya langsung menancap tepat sasaran dan menumbangkan Vampire Assasin pertama. Kini hanya tinggal tersisa satu Vampire Assasin yang tak Ella tahu ada dimana. Keringatnya mulai membasahi kerah piyama, nafasnya juga mulai terengah-engah, tapi bukan Ella namanya jika ia menyerah sebelum bisa membunuh semua Vampire yang tersisa.

Sekelebat bayangan yang ada di belakang Ella sempat membuat Ella mengalihkan perhatiannya, sehingga memberi celah bagi seekor Vampire untuk bisa menggores lehernya. Ella buru-buru menedang Vampire yang menggoresnya, sebelum vampire itu berhasil melukainya lebih jauh lagi. Vampire yang berkelebatan mengganggunya tadi juga ikut menjamkan taring dan cakar, lantas berdiri di belkang Ella dengan kesan seolah menantang. Ella mengamati dua orang vampire yang berdiri di depannya itu, Ella yakin kalau hanya dua Vampire Assasin yang dia kejar dan dia baru saja membunuh satu, lalu yang satu lagi apa ? Ella menghela napas panjang dan menggegam pisau peraknya yang terakhir, dia langsung menyerang kedua Vampire itu membabi buta hanya dengan pisau ditangannya, hingga seorang Vampire yang hendak dia tusuk sudah tumbang lebih dulu di depannya, menyebabkan seorang Vampire lagi melarikan diri melompat keatap gedung. Tepat saat itu Ella menyadari sesosok bayangan disisi lain gedung yang sepertinya laki-laki, satu-satunya orang selain dia yang ada disana. Jadi Ella berasumsi jika penembak misterius yang membunuh Vampire Assasin yang kini tergeletak didepannya itu adalah dia. Ella hendak menyapa bayangan itu untuk mengucapkan terima kasih, tapi bayangan itu sudah pergi dulu sebelum Ella sempat berkata-kata lagi.

.......................................................................................................

Ella mengacak-acak rambutnya kesal. Dia sudah melakukan berbagai cara untuk bisa menyembunyikan luka gores yang ketara di lehernya. Dia berusaha menutupinya dengan syal, tapi terasa gerah. Dia mengenakan jaket, tapi dia harus melepasnya di kelas. Dia menggerai rambutnya...., sepertinya hanya itu cara yang tersisa. Ella menggerai rambut lurusnya dan menjepitnya sedemikian rupa sehingga tidak mudah tersibak jika terkena angin. Ella mematut dirinya di cermin sekali lagi. Sebenarnya tidak buruk jika dia tampil dengan rambut hitam lurus panjangnya yang terekspos, tapi mengingat tingkahnya yang tidak bisa diam, itu tentu membuat Ella merasa sedikit tak nyaman.

Ella masih sibuk memetulkan kerah bajunya hingga sebuah tangan lembut menyetuh lehernya dan menaut rambutnya. Ella melihat ke cermin dan menemukan Dong Jae yang tengah menata rambutnya dengan sebuah karet gelang warna ungu yang manis.

"Nyonya Jung tidak bilang jika kau harus memburu makhluk-makhluk itu sendirian kan ? paling tidak jangan menangkap mereka sendirian, bangunkan aku, atau minta bantuan yang lain, mereka pasti akan membatu". Ella hanya memandang Dong Jae dari cermin.

Ella bisa merasakan sebuah perhatian yang tulus dari kalimatnya. Kadang-kadang saat Dong Jae sedang begini, Ella baru sadar jika Dong Jae lah yang lebih tua. "Sebenarnya tidak sulit kok. Hanya dua ekor Vampire Assasin".

"Tapi tetap saja. Apa tak ada seorang pun yang datang membantumu ?".

Tiba-tiba Ella ingat seseorang yang sudah membantunya tadi malam. "Sebenarnya ada seseorang, ku pikir itu kau, tapi sepertinya bukan".

"Kau tidak tahu siapa yang menolongmu ?". Ella hanya berusaha mengingat-ingat bayangan yang berdiri di atas gedung itu dan memandang ke arahnya, walau pada akhirnya Ella hanya bisa geleng-geleng karena tak berhasil melihat wajahnya saat itu.

"Sudah".

"Wow, dari mana kau belajar ini ?". Sebuah ikatan Pony tail samping menjuntai indah memilin rambutnya. Luka gores di leher kirinya bahkan tertutup sempurna dan tidak ketara.

Dong Jae hanya tersenyum melihat Ella yang mengagumi dirinya sendiri di cermin. "Sudahlah ayo kita berangkat, aku sudah menyiapkan sarapanmu". Dan Dong Jae pun meninggalkan Ella yang memandanginya dengan tatapan_apa aku ini adikmu_ anehnya.

.......................................................................................................

Pelajaran hari ini benar-benar terasa berat. Matematika peminatan. Yang benar saja, memangnya siapa yang minat ?. Ella bahkan masih tidak percaya masih ada sekolah yang menerapkan tiga mapel matematika di hari yang sama. Sebuah rencana membolos sudah tersusun rapi di otak Ella. Dia benar-benar bertekad akan membolos setelah ini. Ella yakin dia tak akan bertahan sampai bel pulang jika masih bertahan di kelas saat mapel matematika-ipa masih berlangsung.

Ella buru-buru bergegas memasukkan bukunya ke loker dan hendak kabur ke atap, ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga menabrak loker di belakanganya saat ia berbalik. Seorang anak perempuan_yang Ella yakin akan jadi tokoh antagonis dalam cerita ini_tengah menyilangkan tangan di depan dada dan memandanginya penuh benci_atau mungkin iri_ bersama dua orang anak lain yang berdiri dibelakangnya bak bodyguard.

"Jadi kau anak Korea itu". Aku punya nama !. Batin Ella dalam hati. 'anak Korea' jelas bukan sebutan yang baik untuk sebuah kesan pertama yang bagus. "Berani sekali kau dekat-dekat dengan DJ".

DJ ? siapa lagi itu. Yang Ella tahu, seumur hidup di tak pernah mengenal anak yang namanya DJ, mengingat Ella masih dianggap murid baru disana. "DJ ? DJ siapa ? kurasa aku tak mengenalnya".

"Hah ya ampun, lihat dia ! dia pura-pura tidak tahu !". Dua 'bodyguard' di belakang gadis itu ikut mengurung Ella dalam satu lingkaran. tapi sejujurnya terlihat lucu saja, karena ketiga gadis jalang itu lebih pendek dari Ella, sehingga Ella sama sekali tak punya alasan untuk merasa takut.

"Dengar ya ! kau bahkan berani berbicara dengannya saat di lapangan, berani duduk di depannya saat di kantin dan.......". Ucap gadis itu tanpa jeda hingga membuat Ella harus konsentrasi penuh untuk bisa memahami setiap kalimatnya.

Tiba-tiba saja Ella teringat seseorang yang selama ini sering menghabiskan waktu dengannya di sekolah. "Maksudmu Dong Jae ?". Gadis itu sempat menunjukkan keterkejutanya, saat Ella bahkan tak takut untuk menyebut Dong Jae dengan lantang di hadapanya. "Sejak kapan bocah itu punya sebutan keren begitu ?! jujur saja, kurasa panggilan DJ lebih cocok untuknya dan kurasa kau.....".

PLAAAK !

satu tamparan mendarat di pipi Ella hingga Ella tertegun dan tak melanjutkan ucapannya. Gadis itu hanya mengangguk pada bodyguard-nya. Dan kedua gadis di samping Ella langsung menarik kedua tangan Ella dengan kasar ke arah aula basket.

Vampire HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang