6. Anak-Anak Bulan (b)

1.5K 276 19
                                    

2

Setelah makan malam yang ditingkahi tawa canda, Maya menggelar karpet di halaman belakang. Lampu neon panjang yang tergantung di pohon berbunga oranye dinyalakan. Ini satu lagi rutinitas mereka jika ada Juno. Mengobrol, mendengarkan Juno membacakan buku atau mendongeng, lalu saling bercerita. Duduk beralas karpet beratap langit. Maya pernah mencoba tetap melakukan kegiatan ini meskipun Juno tidak ada. Tapi rasanya tidak sama. Ia bukan pendongeng yang baik. Dan adik-adik agak sulit terbuka kepadanya, meskipun ia pancing-pancing dengan berbagai cara. Mereka menerima suapnya, tetapi tetap menolak bercerita. Percuma. Setelah beberapa kali, Maya bahkan diprotes Augy dan Septi karena memaksa mereka berbicara. Hanya Okta yang mau bercerita tanpa diminta. Cerita tentang seratus telur ayam yang pecah satu demi satu karena seratus alasan berbeda. Benar-benar cerdas dan kreatif sebetulnya. Mereka menyimak dengan cermat selama dua jam penuh di kali pertama. Masih tertarik di kali kedua. Mulai hapal di kali ketiga. Dan menguap bosan atau mencoba mengalihkan perhatian Okta di kali-kali berikutnya. Tetapi kemudian tidak ada lagi kali berikutnya, kecuali ada Juno.

Ini menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu. Cuma sekali dalam tiga minggu atau sebulan, tidak masalah. Sebuah oase di tengah hiruk pikuk keseharian.

Bunda biasanya bergabung. Tetapi sejak Desti hadir beberapa bulan lalu, Bunda mempunyai kesibukan dan merasakan kelelahan yang sama dengan ibu-ibu yang baru melahirkan. Jika Desti tidur, Bunda memilih ikut beristirahat. Dan Mayalah yang sepenuhnya memegang kemudi rumah tangga.

Jadi di karpet itu, mereka mengelilingi Juno. Augy tiduran berbantal lengan, dan satu kaki ditumpangkan ke lutut yang ditekuk. Okta menempati sudut miliknya, persis di tonjolan akar besar yang dijadikannya sandaran. Buku MIMS masih dibacanya.

Juno menimang buku yang tadi dibelikannya untuk Septi. Wajahnya seakan berpendar. Maya tahu Juno sangat mencintai momen seperti ini, dan kalau bisa, ingin selalu berada di sini. Ketika ia mulai membaca, suara tenornya yang naik turun bervariasi hingga oktaf keempat, membuat semuanya diam terhanyut.

ANAK-ANAK BULAN

Oleh Aryn Sis.

Di panti asuhan itu, mereka dikenal sebagai pembuat onar. Tidak heran, kalau Bunda Marza sering menghukum mereka. Tidak aneh pula, kalau calon-calon orangtua angkat tidak memilih mereka. Kalaupun salah satu dari mereka terpilih, dia akan segera dikembalikan ke panti. "Maaf, kami salah pilih." Begitu isi surat yang menyertai pengembalian anak-anak itu. Namun Bunda Marza curiga, ketiga anak itu tidak mau diangkat siapa pun, tidak mau dipisahkan, tidak mau pergi dari panti.

Mereka berusia sekitar 9-11 tahun. Dua perempuan, satu lelaki. Wajah ketiga anak itu mirip satu sama lain. Mungkin mereka kembar. Mungkin juga bukan. Tidak ada yang tahu. Anak-anak itu dibawa ke panti sendiri-sendiri tanpa keterangan apa-apa, bahkan nama pun tidak ada. Bunda Marza berpikir kemiripan itu hanya kebetulan.

Awalnya, Bunda Marza memberi mereka nama Nina, Dila, dan Sena. Namun, sejak dua tahun terakhir, ketiganya mengganti nama sendiri menjadi Aprila, Maya, dan Juno. Itulah awal segala ulah mereka, pikir Bunda Marza.

Bunda Marza bukan orang yang jahat. Namun, dia juga tidak terlalu sabar dan ramah menghadapi anak-anak. Apalagi anak asuhnya terus bertambah. Yang berarti bebannya pun semakin berat. Dia ingin anak-anak bekerja keras, tidak banyak bermain atau bersikap konyol, dan tampil rapi di depan calon orangtua angkat. Jika mereka membangkang, Bunda Marza menjatuhkan hukuman berupa pekerjaan. Anak-anak yang tidak ingin kehilangan waktu bermain pasti akan mematuhinya. Semua anak, kecuali Anak-Anak Bulan. Itulah julukan bagi Aprila, Maya, dan Juno.

Aprila adalah penidur. Bangun selalu siang, sering tertidur saat mengerjakan tugas. Tidak jarang, makanan yang dimasaknya gosong. Maya adalah pembohong. Kata-katanya tidak bisa dipercaya. Penuh khayalan tidak masuk akal, yang sering memicu perselisihan dan pertengkaran dengan anak-anak lain. Satu lagi, Juno adalah pencuri. Beberapa kali Juno tertangkap basah menyelinap ke kantor Bunda Marza. Dia mengaku tidak mengambil apa-apa, tapi Bunda Marza tidak percaya. Kalau saja kantornya lebih rapi, dia pasti akan tahu apa yang hilang dari sana. Bunda Marza yakin, suatu saat dia akan mendapatkan bukti perbuatan Juno.

Pangeran Bumi Kesatria Bulan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang