Part 16

32.3K 2.7K 158
                                    

Mereka mulai berbenah. Kain-kain putih yang menutupi seluruh perabotan perlahan kembali disingkap. Debu-debu melapisi bagian yang tak terlindungi. Naya berdecak kagum. Rumah lama suaminya memang lebih kecil dari rumah yang sekarang keluarga suaminya tinggali. Tapi tak kalah indah dari rumah itu.

"Rumah ini penuh kenangan." Alif bergumam.

Naya mengalihkan pandangannya dari pigura kecil dipojokan buffet, lalu menatap suaminya.

"Aku dilahirkan di rumah ini. Mama meninggal di rumah ini. Tapi satu kenangan itu nggak ada yang melekat diingatanku. Kadang aku menyesal, kenapa semua itu berlalu saat aku masih sangat kecil? Wajah Mama kandungku seperti apa aku nggak tau, tanpa melihat fotonya." Alif mengambil pigura kecil yang tadi dilihat Naya. Itu salah satu foto Mama Rahma yang tertinggal di rumah ini. Sebagian ada yang tersimpan di rumah baru mereka. Termasuk foto Alif dari lahir hingga sekarang.

"Aku bahkan nggak tau wajah Ayah gimana, wajah Mamah aja aku lupa. Dikampungku nggak ada kamera zaman itu. Nggak ada kenangan foto untuk aku mengingatnya kembali."

Alif membalikkan tubuhnya. Menatap Naya dengan raut sendu. Ia mendekat. Menarik Naya ke dalam pelukannya. "Maaf. Aku malah mengingatkan hal seperti ini."

Naya melingkarkan tangannya pada pinggang Alif. Ia seolah tenggelam dalam pelukan suaminya. Rasanya Ara saja tak sekecil Naya ketika Alif memeluknya. Istrinya ini benar-benar mungil tapi cukup membuat Alif puas pada malam pertamanya kemarin. Hehee...

Alif melepaskan pelukannya. "Udah. Bentar lagi hujan kayaknya. Kita mulai beres-beres."

Naya menyeka air matanya yang sempat mengalir, lalu mengangguk.

"Sebaiknya kita bereskan kamar yang akan kita tempati. Setelah itu baru yang lainnya."

"Kamar yang akan kita tempati yang mana?" Naya bertanya. Mengikuti langkah suaminya yang berada di depan.

Ada dua kamar di hadapan mereka saat ini. Alif membuka pintu pertama, kamar bernuansa putih dan biru muda itu menjadi daya tarik bagi Naya dan Alif. Naya suka biru dan Alif suka warna putih. Komplit sudah.

"Cantik"

"Kamu suka?" Naya mengangguk antusias.

"Ayo masuk. Kita bereskan kamar ini."

Mereka mulai berbenah. Debu dan sampah-sampah kecil mereka sapu dan bersihkan sebersih mungkin. Kain-kain putih mereka buka.

"Ini foto Kakak waktu kecil? Lucunyaa..." Naya berdecak kagum.

Alif mengalihkan pandangannya. Pigura besar berisi foto Mama Rahma, Ayah, Kak Wiya kecil dan Alif bayi terpajang di sana.

"Iya dong. Udah gede aja tampan kayak gini." Alif mulai narsis. Ia membelai wajahnya, membuat Naya memutar bola matanya malas.

"Narsisnya tetep ya?" Naya mengabaikan Alif. Lalu mengamati foto Mama kandung suaminya. Ia begitu muda dan cantik. Wajahnya putih bersih, tubuhnya tinggi semampai. Semua yang ada di diri Mama Rahma, ada di diri Alif. Pantas saja Alif tidak ada mirip-miripnya dengan Ayah Andi, apalagi Mama Dinda. Jauh sekali. Ternyata semuanya duplikat dari Mama Rahma.

"Mama cantik ya." Naya menggumam.

"Pasti lah. Makanya gue ganteng." Alif kembali menyela. Lagi-lagi Naya hanya bisa memutar bola matanya. Ia berdecak, lalu kembali membereskan kamar.

Ketika ia ingin menyapu bagian belakang sofa, tiba-tiba muncul binatang yang paling Naya takutkan.

Tikus.

"Huaaaaa...."
Naya melemparkan sapu secara asal. Berlari mendekati Alif lalu bersembunyi dibelakangnya.

"Apa sih?" Alif kesal.

Menjaganya  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang