Pencuri Hati Story

1.4K 122 5
                                    

   "Shania mana?" tanya Kinal ke Veranda. Karena di meja makan malam ini Shania tidak menampakan batang hidungnya sama sekali. Dan biasanya juga Shania paling bawel jika Kinal telat semenit saja untuk turun ke meja makan.

   "Di kamar. Dari dia pulang kuliah Shania mengurung dirinya terus di kamar. Gak mau keluar dan gak mau makan," jawab Veranda.

   "Loh, kenapa? Sakit?" Kinal heran karena Shania anak yang periang. Shania akan diam kalau dirinya sedang sakit.

   "Gak tahu. Kata Sinka tadi siang dia baru ketemuan sama Aaron, terus pulang-pulang langsung masuk kamar dan gak keluar lagi."

   "Aaron?" Veranda menganggukan kepala.

   Kinal beranjak dari kursi meja makan dan melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Tapi tangan Veranda menahan tangan Kinal.

   "Mau kemana?" tanya Veranda.

   "Kamar Shania."

   Veranda melepas pegangan tangannya, dan langkah kaki Kinal perlahan naik ke atas menuju kamar Shania.

   "Kalian makan duluan aja, gak usah nunggu Mama sama Mimi. Mah, maaf Ve tinggal sebentar," ucap Veranda ke Mamanya, Sinka dan Denzel. Setelah itu Veranda mengikuti Kinal menuju kamar Shania.

   Didepan kamar Shania Kinal mengetuk pintu kamar anaknya dengan pelan sambil memanggil Shania supaya dibukakan pintu kamar dia yang terkunci. Veranda yang baru sampai juga memanggil Shania, membantu Kinal membujuk anak kedua mereka supaya mau membuka pintu dan keluar untuk makan malam.

   "Aaron benar-benar keterlaluan. Padahal sudah aku katakan tadi di kantor, jangan bilang apapun ke Shania. Biar Shania jadi urusanku," ucap Kinal kesal.

   Shania tidak mau membuka pintu kamarnya. Kinal sampai kesal dan gregetan, dia pergi ke kamarnya sendiri dengan wajah merah dan emosi yang memuncak.

   "Nal!" teriak Veranda saat dia ditinggal sendirian didepan pintu kamar Shania. Veranda langsung mengikuti Kinal ke kamar mereka.

   Sampai kamar Kinal mengambil ponselnya yang ia letakan diatas meja kerja, lalu mencari nomer Aaron di contacs dan menekan tombol hijau.

   "Arggh! Gak aktif lagi!" decak Kinal kesal karena nomer Aaron sedang tidak aktif. Veranda yang baru saja masuk kamar langsung menghampiri Kinal.

   "Kamu telepon Aaron?" Kinal hanya memandang Veranda yang saat itu sedang berdiri dihadapannya. Emosi Kinal mau meledak, dia sedang menahan amarahnya.

   Mungkin Kinal tahu masalah Shania dengan Aaron, makanya dia tampak marah dengan pacar anaknya itu.

   "Aku sudah bilang ke Aaron untuk tidak bilang apapun ke Shania. Karena aku tahu bakal begini jadinya kalau Aaron berkata jujur pada anak kita," kata Kinal.

   Veranda mengambil ponsel Kinal, lalu ia letakan ponsel itu di meja kembali. Kemudian satu tangan Veranda mengelus dada Kinal supaya ia tetap tenang dan tidak marah-marah.

   "Tadi siang Aaron datang ke ruanganku. Dia mengaku dosa dan mengatakan semuanya," ujar Kinal. Kinal menarik nafas dan mengeluarkannya dengan kasar. "Aaron menghamili teman wanitanya, dan orang tua wanita itu minta pertanggung jawaban Aaron sebagai seorang Ayah," tambah Kinal.

   Veranda kaget, dia hampir tidak percaya atas apa yang dilakukan Aaron. Karena Aaron orangnya pendiam dan tidak banyak tingkah. Tapi Aaron bisa melalukan itu dan menghianati cinta Shania.

   "Aku sama kagetnya sepertimu ketika aku tahu kanyataannya dari dia, kenapa Aaron bisa berbuat bodoh seperti itu. Dan Aaron mengatakan padaku kalau dia dikerjai oleh temannya sendiri waktu mereka liburan di Bali ketika merayakan ulang tahun wanita yang di hamilinya. Aaron bilang ada yang mencampur sesuatu ke dalam minumannya malam itu. Sampai Aaron gelap mata dan meniduri teman wanitanya sendiri," Kinal menjelaskan ke Veranda tentang apa yang terjadi pada Shania dan Aaron.

Edisi KangenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang