[10] - Unconditionally

230 13 1
                                    

Begitu sampai di kolam air mancur, Ruby melakukan aksi mogok bicara. Ia terlanjur kesal dengan ulah Sean yang seenaknya mengerjainya, membuatnya ketakutan setengah mati. Ia juga marah dengan kakaknya karena tidak berusaha memarahi Sean. Amar justru tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah ketakutan Ruby. Benar-benar tipe kakak yang durhaka!

"Ruby mau minum?" tawar Amar sambil mengangkat sebotol air mineral di tangannya. Ruby menggeleng beberapa kali sebagaj bentuk penolakan sambil cemberut. Rupanya ia benar-benar serius melakukan aksi bungkam suaranya.

Sean menghela nafasnya, lalu merampas botol air mineral itu untuk disodorkannya pada Ruby. "Nih," Ruby hanya menatap Sean dan air mineral yang ada di tangannya secara bergantian dengan bingung dan tanpa minat. Lalu Ruby menggeleng sebagai jawaban.

Sean berdecak melihat betapa keras kepalanya gadis yang ada di hadapannya ini. Tidak berubah. Dengan cekatan, ia menarik tangan Ruby dan menyodorkan paksa air mineral itu ke tangan Ruby. "Minum."

Ruby mendengus. Ingin dikembalikan, tapi Sean pasti tidak akan menerimanya. Ingin dibuang, tapi mubazir. Akhirnya ia menyimpan air minum itu di tangannya, belum berniat untuk meminumnya.

Sean memutar bola matanya sambil bersandar pada sepedanya. "Gue ngasih buat diminum, bukan buat dipegang." sindirnya membuat Ruby merengut tidak suka. Ia mencebikkan bibirnya.

Suka-suka gue.

"By, udahan deh ngambeknya. Sampe kapan mau puasa ngomong kayak gitu?" bujuk Amar dengan nada lembut. Ruby lagi-lagi menggeleng sebagai jawaban, lalu memutar tubuhnya memunggungi Amar dan Sean.

Sampe Sean mencair di tengah sinar matahari!

Maunya sih gitu.

Amar mati-matian menahan tawanya agar tidak meledak. Kelakuan Ruby bukannya membuatnya marah, malah sebaliknya. Apalagi adiknya merajuk dengan wajah menggemaskan seperti itu. Ia lalu melirik Sean sambil tersenyum miring. "Yan, cabut yuk. Cari pemandangan lain."

Sean mengangguk sambil mengangkat bahunya. Ia kemudian memakirkan sepedanya bersama Amar dan meninggalkan Ruby yang masih bersikukuh pada sikap keras kepalanya. Bahkan Ruby tak sadar bahwa kedua orang itu sudah tidak ada di tempatnya lagi.

Ruby membalikkan tubuhnya. Ia terkejut kala dirinya tidak mendapati kakaknya dan Sean di belakang punggungnya.

Lah ngilang?

Matanya meliar mencari keberadaan kedua orang yang telah meninggalkannya. Ia mendengus begitu berhasil mendapati Amar dan Sean yang sudah jauh di depan sana. Bercanda tanpa peduli dengan kehadirannya.

Awas aja nanti!

---

"Apa tujuan lo pulang ke Indonesia?" tanya Sean sambil duduk sejajar berlesehan di tepi jalan dekat pepohonan rindang. Suasana yang terbilang cukup asri mengingat Jakarta merupakan kota yang berpolusi. Setidaknya, di antara banyaknya gedung, masih ada kawasan hijau seperti taman yang menunjang kestabilan udaranya.

Amar menyelojorkan kakinya dengan kedua tangan bertumpu di belakang. Ia menyunggingkan senyumnya pada Sean. "Tanpa gue kasih tau, lo pasti udah tau jawabannya Yan." katanya mengandung ribuan makna di dalamnya. Jika Amar berkata seperti itu, maka itulah jawabannya. Tapi lugunya, Sean masih tidak mengerti apa yang dimaksudkan Amar.

"Maksud lo?"

Amar iseng memilin rumput yang ada di dekatnya sambil menghembuskan nafas. Kemudian tatapannya beralih pada Sean. "Gue mau liat Ruby bahagia sama lo."

Sean terhenyak selama beberapa menit. Ia tidak mengerti apa yang dirasakan setelahnya. Harus senang atau sedih?

Sean tersenyum gentir. "Tapi sayangnya, gue bukanlah kebahagian Ruby sebenarnya."

JET BLACK HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang