PROLOG

911 32 3
                                    

Gadis itu tersenyum cerah begitu berhasil menapaki kakinya di depan pintu gerbang Universitas favorite nya, Universitas Karya Bangsa. Matanya memandang takjub pada deretan gedung Universitas yang menjulang tinggi di hadapannya. Begitu mengagumkan. Terlebih saat ia semakin dalam menapaki kakinya lebih dalam ke area Kampusnya. Bibirnya tak berhenti bergumam mengomentari seberapa luas dan indahnya tempat belajarnya ini. Dengan demikian, ia semakin tak sabar untuk menjadikan dirinya sebagai salah satu mahasiswa resmi di sana.

Ya, hari ini adalah hari pertama bagi gadis itu untuk menjalankan masa OSPEK sebagai salah satu syarat menjadi mahasiswa resmi di Universitas Karya bangsa setelah melalui serangkaian tes tertulis--tentunya. Maka dari itulah, ia excited mengikuti masanya sebagai peserta OSPEK. Sejujurnya ia merasa sedikit malas dan risih karena kembali berurusan dengan syarat kekanakkan yang menurutnya agak kuno.

Bayangkan saja, ia harus menguncir dua rambutnya yang panjang dengan pita merah putih. Tak hanya sampai disitu, peserta diwajibkan untuk memakai kaos kaki yang beda sebelah dengan code black and white, topi kerucut berwarna pink, serta name tag di dadanya. Begitu gila dan konyol. Untung saja peraturan OSPEK tidak mewajibkannya untuk memakai tas karung dan sepatu berbeda sebelah seperti halnya yang pernah dilakukan di masa SMP dan SMA nya.

"PERHATIAN-PERHATIAN! BAGI SELURUH PESERTA OSPEK, DIHARAPKAN UNTUK SEGERA KE TENGAH LAPANGAN SEBELAH BARAT SEKARANG JUGA. TERIMA KASIH."

Gadis itu secepat kilat berlari ke tengah lapangan begitu ia mendengar perintah dari salah seorang yang ia yakini sebagai seniornya melalui speaker yang menggema tak jauh dari tempatnya. Ia sedikit merutuki dirinya sendiri karena sempat-sempatnya terhanyut oleh lamunannya sendiri.

"Heh berhenti!" Seru salah seorang lelaki dari balik punggungnya. Bukannya berhenti, gadis itu malah terus berlari dengan sekuat tenaga. Meski ia mendengar, tapi ia tak menghiraukannya. Sampai akhirnya sebuah tangan kokoh menarik bahunya hingga gadis itu sedikit terjengkang ke belakang dan membuatnya terpaksa berbalik.

"Bolot!" Bentak lelaki itu ketika gadis itu menatapnya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Entah terpana atau terkejut. "Gue bilang berhenti! Kenapa lo gak berhenti, hah?!"

"Ganteng," gumam gadis itu pelan. Ia terpana sesaat. Lelaki itu menarik tangannya dari bahu gadis itu dan menatapnya dengan sebelah alis terangkat. "Hah?!"

"Eh?!" Gadis itu segera tersadar dan menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia kembali mengerjapkan matanya lagi. "Lo manggil gue?" Tanyanya menunjuk dirinya sendiri.

Tanpa harus menjawab pertanyaan dari gadis dihadapannya, lelaki itu tanpa basa basi menyodorkan sebuah kotak bekal warna biru pada gadis itu. Lalu berbalik untuk segera pergi. Tapi gadis itu malah mencekal lengannya. "Tunggu!"

Lelaki itu diam di tempatnya tanpa harus berbalik.

"Kenapa kotak bekal gue ada sama lo?" Tanya gadis itu membuat lelaki yang ditahan kepergiannya mengambil jeda untuk menghela nafas, lalu berbalik menghadap ke arah gadis itu lagi. "Titipan mama lo." Ujarnya singkat.

Mulut gadis itu menganga. "Darimana lo--"

"Pas di gerbang, mama lo manggil gue dan nyuruh gue buat ngasih itu ke lo."

"Oh," gadis itu mengangguk polos. "Bisa lepas?" Lelaki itu melirik lengannya yang masih di tahan oleh gadis itu.

"Ah," gadis itu gelagapan dan salah tingkah menyadari tingkahnya. Secepat kilat ia melepas tangan lelaki itu. "Eumm... makasih--"

"Se-an?" Gadis itu mengeja nama id card yang mengantung di leher lelaki itu sambil tersenyum manis. Lelaki itu nampak acuh dan mengangkat bahu. "Sama-sama--" jedanya lalu kembali berbalik melangkah menjauhi gadis itu.

"Ruby Intan Permata."

Gadis itu terhenyak sesaat ia mendengar samar-samar lelaki itu menggumamkan namanya beberapa meter dari tempatnya. Perasaan aneh menjalar dari dalam tubuhnya begitu namanya meluncur jelas dari bibir lelaki bernama Sean yang saat ini sudah jauh meninggalkannya.

"Bagaimana dia tau?" Tanyanya bergumam. Ia nampak berpikir sejenak, lalu beberapa detik kemudian matanya menangkap name tag yang menggantung di lehernya. Ia mendesis pelan.

"Pantes! Pasti karena name tag yang gue pake ini." Gadis itu mengangkat bahunya cuek dan kembali berjalan. Namun baru satu langkah, ia berhenti karena teringat akan sesuatu.

"Tapi kan name tag gue namanya Ruby Intan P. Gimana dia bisa tau kalo P itu adalah Permata?"

***

Note:

Terima kasih sebelumnya kepada kalian wahai para readers setia aku, karena sudah menunjukkan repon yang cukup positif kepada cerita pertamaku "30 Days for Love" yang sebenarnya aku dedikasikan untuk para anak ICL. Hehehe

Aku harap, kalian tetap mau baca karya terbaruku ini. Inshaallah cerita ini akan lebih baik dari cerita sebelumnya. Aku akan lebih rajin edit-edit scene supaya typo gak bertebaran kayak yang cerita sebelumnya. Wkwk

Nantikan part selanjutnya~ jangan lupa vote+commentnya juga ya :*
*TBC

Salam kece Author

Eri Erviana Sari

15-09-2016

JET BLACK HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang