Part 16 : Back To Pandu POV

6 0 0
                                    

 Krekeseek... Krekeseek... Krekeseek... Krekeseek

 Akhhhhhhhhh... Pergi... Pergi... Menjijikan... Kecoa busuk pergi kalian.

 Mereka mengerubungiku, menutup seluruh tubuhku dengan badannya yang bau, mengalahkan bau saluran pembuangan ini sendiri.

"Bagaimana bisa aku sampai di tempat bau ini?"

"Bukannya... ."

Grrrraaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmm...

"Apa itu?

  Grrrraaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmm... Daarrrr... Daaarrr... Daarrrr

Getarannya sangat dahsyat, sepertinya ini sangat...

 Kyaaaaaaaaa.... Besar sekali.... Kaburrr.... Kabur....

 Makhluk apa itu tadi, untung ada celah sempit di sekitar saluran ini, kalau tidak sempat menghindar bisa terserap aku ke mulutnya, ukurannya sama dengan ukuran saluran ini, sampai-sampai tubuhnya menempel ke atap. Dengan mulut dan gigi selebar itu kurasa tak ada jaminan Jakarta pun akan lenyap dalam hitungan jam.

   "Apa dia sudah lewat? "

   Semenjak tadi aku sudah melewati celah tempatku bersembunyi berkali-kali.

    Grrrraaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmm... Daarrrr... Daaarrr... Daarrrr

  Dia datang lagi....

 Untung saja aku belum jauh berjalan tadi dari celah yang kulewati, jadi aku bisa dengan cepat menghindar dari 'makhluk' itu.

 Sudah letih kakiku , tenggorokanku mulai goyah karena semenjak tadi aku melihat banyak air bergelimpangan, tapi belum minum setetes pun, rasanya seperti kalian tidak mempunyai tenggorokan.

 Dehidrasi membuat kinerja otakku berbalik, aku berusaha meminum air got ini, bisa ditebak, muntahanku lebih banyak dari apa yang kumakan hari ini. 

Aku melihat cahaya...

Beruntungnya, sepucuk tangga menjulang ke atas, berartiaku bisa selamat dan menemui...

"What The.... ."

 Bukan kota permai dan indah yang kulihat, sebaliknya hanya sisa kehancuran seperti terjadi peperangan semalam, mayat bergelimpangan dimana-mana, sudah tidak usah diceritakan bagaimana kondisi tubuh mereka sekarang, sebagian sudah remuk, bahkan kebanyakan wajahnya tidak bisa dikenali sama sekali.

 Akhhhhhhhh...

 Punggungku..... 

Sakit sekali punggungku ini, seperti tulang sedang bergelajutan diatas sumsumnya. Aku berjalan dengan perlahan dan sangat hati-hati.

 Aku pikir mayat-mayat ini hanya tadi saja, ternyata masih banyak di pandangaku dan sangat menggunung sampai menghalangi matahari menyorot kota ini.

 Aku masih tidak tahu sampai sekerang aku ada di belahan kota mana, menurut pandanganku semua area di kota ini semuanya terlihat sama saja. Prioritasku sekarang hanyalah ingin pulang dna berharap bahwa ini hanyalah sebuah khayalan semata.

"Shhhhhh... Ahhhhhhhhhh." Masih ada yang hidup ternyata.

 "Pak mari saya... " Akhhhhhh... Dukkkkkkkk... Braakkkkkkkkk... Dia menrjangku,  mencoba mencakar dan mengelupas mukaku.

  Akhhhhhh.... Cengkaramannya kuat sekali, tidak melonggar sedikitpun, walau aku menghujankan tendangan keras kearah perutnya. Apa-apaan orang ini, aku niat menolong malah diperlakukan seperti ini.

"Lepaskan bodoh, apa-apan kamu ini?"

 "Lepaskan... Woooooooiiiiiiiiii."



 


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pancarona Senyap- Endorphin PembunuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang