Part 15 : Jangan Lagi...

4 0 0
                                    

 Hangat, serasa ada yang ingin mencumbuku , membuatku terbangun dan beruasaha sebisa mungkin kubuka mataku ini, walau sangat berat dan terasa melelahkan otot.

"Akkkkkkkkhhhhh... " Dalam hati aku terperanjat.

 Makhluk apa ini? Dia memandangiku aneh, seperti aku ini ras alien yang akan punah, padahal bila ditilik, dia yang perangainya mendekati manusia jadi-jadian.

 Dengan nikmat dia endus aroma tubuhku, sembari berdengung tanpa irama. Aku ini seperti makanan busuk yang siap dia santap dengan sanak familinya. Tanpa suara, aku berharap ada yang datang ke sini, gawat jika dia sampai menatapku, bisa langsung dikunyah aku ini.

Creeeekkk... Creeeekkkkk.... Itu seperti kaki yang diseret...

"Akhhhhhhhhh... Pak Tua sialan.... mau apa lagi kau?" Kenapa aku bisa bertemu lagi dengannya.

"Popeeeeeeeeee.... Pooooooooooo..." Mulutnya 'wangi sekali', sehabis makan apa akau sialan.

 Hiiiih, dia malah menyeringai, Menyeka wajahnya yang penuh dengan belatung . Akkkhhhh... Hentikan... Hentikan... Hentikan jilatanmu bodoh, kau pikir aku apa, heh? Ada apa dengan mereka? secara tampak, sepertinya mereka juga manusia, sejenis denganku, tapi kenapa mereka berkelakuan seperti binatang? Tidak mungkin, tidak ada yang namanya zombie di dunia ini, itu pasti hanya akal-akalan sineas saja. Sangat tidak mungkin.

 "Popeeeeeeee... "

 "Popeeeeeeeeee si pelaut... ngikkk... ngikkkk." Brengsek, ku pukul kau jika aku sudah bebas.

 "Lepaskan... Lepaskan... " Aku tahu usahaku ini pasti sia-sia, setidaknya daripada aku berpasrah seperti pecundang.

 Sreekk... Sreeeekkk... Sreeekkk... Sreeekkkkk... Itu suara...

 "Kek jangan kek, Kek jangan Kek.... Letakan barang itu letakan... Ayolah... Kita bisa bicarakan ini." Sleebbb... Craaanggg... dengan berseri dan sumringah, gampangya dia tebaskan pisau itu menembus tulang jari tengahku.

 "Akhhhhhhhhh.... Tebas saja kepalaku bedebah... tebas saja... sekalian saja aku tidak hidup... Akhhhhhhh." Awas kau jelek, kuhabisi kalau aku bisa lepas.

 "Baik......l...ah." Dia bisa berbicara? Berarti...

 "Akhhhhhhhhhhhhhhhhhhh... " Duarrrr...... Brukkkkk... Momentum yang tepat, sebelum kepalaku jadi trophy mereka.

 "Lama sekali sih kamu, kamu ingin aku mati ya? Heh? Senang sekarang? "

 "Plaaaakkk... Jaga ucapanmu... aku kesini bukan untuk kamu, tapi untuk ini." Sonya mengambil sepucuk lencana.

 "Ayolah Sonya, aku hanya bergurau... Heiii, lepaskan ikatan ini! Ayolah, lepaskan... Soooooooooonyaaaaaaa!"

 Yang benar saja, dia meninggalkanku, apa benar dia tidak berempati sedikitpun, coba aku dengar lagi, kira saja dia hanya berakting tadi, padahal sekarang sedang mendengar diluar ketika aku meracau sekarang ini...

 5 Mrenit berlalu...

 Memang benar dia meninggalkanku... Sekarang bagaimana aku melepas ikatan ini, kencang sekali lagi... Sebentar... Seingatku tanganku digigit ular , berarti hanya sebelah yang mereka ikat.

 Slaaabbb... Benar ternyata, tanganku... Tanganku...

 Slabbbb... Akhhhhhhhhhhhhhh...

 Kenapa semua masalah menindihku sekaligus, apa dosaku tuhan... Apa dosaku... Aku tidak berharap banyak darimu untuk sekarang, tolong kembalikan saja tanganku... Ayolah kembalikan.

Akhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh....

 Bagaimana ini? Aku tidak berguna lagi sekarang, mungkin aku disini karena ditinggalkan sewaktu komandan memopohku, aku hanya hambatan bagi mereka, kurasa keputusan ini memang yang paling bijak untukku saat ini, pantas saja tadi Sonya mengabaikanku.

 Dasar memang kau Jaya tidak berguna, aku ganti saja julukanku, dari si hebat menjadi si lemah... Itu memang nama yang pantas untukku

 Semangat Jaya... Semangat... Masih ada kan tanganmu satu lagi, kenapa harus kau merisaukan hal yang tidak ada gunanya seperti ini. Ayo bangun.

 Kreeekkkk... berat sekali pintu ini...

 "Apa-apaan ?"

Tak ada gedung, Tak ada kendaraan, yang ada hanya lautan manusia yang sedang berjibaku dan .... Hueeekkk... saling memakan satu sama lain. Kota apa ini sebenarnya? Ada dimana aku ini?

 Sreekkk... Sreeekkk... Sreekkkk

 "Booooooo...dooohhhh." Suara apa itu?

 "Hei.... Hei tunggu, jangan kemana-mana... heiiiiiiiii!"

 Ah sialan, kakiku..... Akkkhhhh... sakit sekali. Kuangkat celanaku sampai lutut, dan jelas terpampang luka menganga yang menghadirkan daging segar ditambah tulang yang mencuat keluar.

 Ada apa denganku sekarang ini? Bagaimana luka ini bisa kudapat?

 Terpopoh, aku telusuri jalan setapak merah ini, menelusuri dinginnya hutan sendirian dan tanpa perlindungan apapun. Aku tak tahu harus berjalan kemana sekarang ini, hanya sebatas jalan kecil ini yang menjadi tujuanku. Aku bahkan tidak tahu dimana regu dan komandanku, ingin kucari, tapi apa daya dengan kondisiku sekarang ini, rasanya tidaklah mungkin aku mencari mereka.

 Hari sudah gelap, perutku mulai bergejolak, hujan terus saja mengguyur kepalaku yang kosong, sudah tidak terhitung berapa kali aku tergelincir dan membuat luka ini semakin parah, ditambah bau busuknya membuat aku ingin muntah, tapi apa yang aku muntahkan? Semenjak tadi aku tidak memakan apa-apa.

 Lumayan, walaupun bukan bangunan,setidaknya pohon beringin ini bisa jadi tempatku untuk berteduh sementarasemalaman , tapi bagaimana jika hewan busa memangsaku ketika aku tidur?Apalagi yang harus aku perbuat dengan tubuh lemah ini. Terserahlah, kita lihatsaja nanti, kalau aku bangun berarti aku selamat, kalau tidak berarti aku sudahdi pencernaan hewan, kita lihat saja nanti. Pertaruhan yang mengasyikan.

Pancarona Senyap- Endorphin PembunuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang