"Sahabat jadi bangsat!" Mereka semua berlalu meninggalkan Dinda yang masih trauma dan Maura yang dilanda emosi.
Maura berusaha membawa Dinda kembali ke kelas. Tapi ia menolak, ia hanya ingin di taman belakang seperti biasa.
Maura duduk di samping Dinda, menanyakan seluk beluk kenapa Dinda menjadi seperti ini. Dinda tak berucap, bibirnya masih penuh isakkan.
"Gue judes, tapi gue masih punya hati" Maura memeluk sahabatnya. Disitulah, tangis Dinda justru semakin keras.
Seorang pria menatap dari kejauhan, ia menyeringai penuh kemenangan.
"Heh, lo. Dinda kenapa???! " suara berat itu tampak sangat mengkhawatirkan keadaan Dinda.
"Apa urusan lo?! Udah lo pergi aja udah ada gue! " Maura membalas keras. Dinda yang kebingungan segera menatap wajah dari pemilik si suara berat.
"Kaak Alle? Eh.." tangan kekar itu sudah mengusap pipinya yang basah. Matanya benar sembab. Seperti sudah tidak ada semangat lagi yang timbul.
"Lepasin tangan lo dari sahabat gue!! " Maura menepis tangan itu kasar. "Dan lo! Gausah deket - deket sama Dinda lagi!" lanjutnya.
"Dinda, lo pulang aja yok. Keadaan lo lagi gabaik. Ntar malah lo sakit gimana? Yok gue anterin ntar gue juga yang bilang sama BK " Alle menghiraukan ucapan Maura. Dinda hanya menatap nanar bola mata Alle yang seakan benar memohon.
"Woy! Lu bisa dengerin gue nggak sih! " Maura meneriaki tepat di telinga Alle.
"Oke! Gue tahan sekarang. Gue lagi nggak mau berantem sama lo! Gue cuma utamain keselamatan Dinda, plis gue lagi gamau nambahin beban Dinda" Alle, ia berlutut di hadapan Maura.
"Ma.."
"Serah lo" Maura berlalu, meninggalkan dua insan ini di taman belakang. Alle tersenyum, Dinda membantunya bangkit.
"Kak, lo nggak seharusnya lakuin itu ke gue" Dinda menatap wajah tampan Alle.
"Lo pantes buat diperjuangin, bukan buat ditindas sayang, " Alle meletakkan ibu jarinya di pipi hangat Dinda.
Sayang? Dinda pasti bermimpi. Tidak mungkin seorang Alle dengan mudahnya memanggilnya dengan ungkapan sayang.
"Ka...k?" Dinda terbata.
"Ehehe, sorry gue kelepasan. Gimana ? Lo mau kan? Demi lo"
"Demi Lovato kali kak, hehe"
"Cie udah bisa bercanda lagi. Dasar, ni anak bikin orang jantungan aja " Alle menoel pipi Dinda. Hingga keduanya hanyut dalam tawa.
"Gue bales lo! Tunggu aja"
***
Motor merah itu telah terparkir rapi di pekarangan rumah Dinda. Tentu saja, Alle benar membawanya pulang.
Ia beralasan pada BK karena kondisi Dinda yang tidak baik. Dinda juga sedikit demam karena terlalu banyak menangis dan berfikir.
Terdengar suara ricuh di ruang tengah. Seperti biasa 3 pria yang sedang asyik bolos mata kuliah mereka.
Dinda hanya geleng - geleng kepala lalu segera menghempaskan pantatnya di sofa empuk tepat di sebelah Christo.
"Bujuh buneng! Gue kira kuntilanak jatuh dari atep oon! " Christo melemparkan stik PS4 nya ke Dinda.
"Sakit atuh, cantik begini dikatain kuntilanak " Dinda memegangi dahinya yang agak memerah.
"Etdah, lu kok udah balik ? Ehh dahi lo merah" Gio meletakkan stik PS4 nya lalu segera memegangi dahi adiknya yang memerah.
"Bang! Christo jahat amat dah"
"Lu mah gitu Din, gue udah kenal ku dari orok, baru kali ini lu nyalahin babang Christo huhu " Christo berakting menangis.
Gio hanya geleng - geleng saja. Dyland yang tadi bingung lalu mendapati luka memar di dahi Dinda.
"Din, lo kok udah balik?" tanya Gio sekali lagi.
"Gue bolos, diajakin tuh oraang" Dinda menunjuk Alle yang masih duduk mematung di pojok ruangan. Alle menunjuk dirinya sendiri 'gue?!'
"Wahh ga benerr lo ngajarin princess boloss " Christo bangkit seperti hendak memukul Alle.
"Eh kancutnya bang Gio, lo bertiga juga bolos kan? " Dinda menatap sinis ketiga pria itu satu persatu.
"Dafuuqq, Dinda ngatain lu kancut . hahaha" tawa Dyland lepas begitu saja. Dinda meringis menunjukkn jejeran gigi putihnya.
Gio menatap tajam ke arah Alle, ia seperti pernah melihat pria itu. Tapi, dimana?
Gio dan Dyland menghampiri tubuh tegap Alle. Alle yang sebenarnya agak takut hanya memasang tampang sok coolnya.
"Weeey, santee bruhh" Alle agak mendorong tubuh Gio saat jarak mereka hanya setengah meter.
Dinda dan Christo justru seperti menonton drama action. Cocok sekali untuk mengambil popcorn dan menonton dengan tenang.
Gio menarik kerah baju Alle dengan tatapan yamg tidak bisa di ungkapkan. Dyland menunggui dengan jarak kurang lebih 1,5 meter.
"Eh! Gue salah apa?" Alle sekarang panik. Ia di kekang oleh 2 pria tegap berbadan sempurna.
"Lo ngapain ajarin adek gue yang kaga bener ha?!" Gio hampir mendaratkan bogeman mentahnya pada pipi kiri Alle.
"Dengerin guee!! Dedeeek tolongin babangg Allee , mau di bonyokin sama babang lo neeh! " masih sempat saja Alle untuk bercanda.
Dinda terkikik geli, ia sampai memuki Christo di sampingnya. "Sakit begoo, cantik sih iya lu Din, bego kaga ketulungan" Christo menjitak puncak kepala Dinda.
"Siapa yang lu bilang bego hah??" Dinda melototkan matanya seakan tidak peduli apa yang terjadi di ujung sana.
"Lo, "
"Ulangin!" Dinda menaikkan nada bicaranya.
"Iyee iyeee!! Guee guee yangg salaahh puuaass looo Dinn haaaa puuass loo nyakitiin hatii babang Christoo kek begini haaa, iyaa cewee selalu benarr iyaa gue tauu, hati babang sakitt Dinn sakiitt " Christo menirukan gaya - gaya ftv.
"Jamban jugaa lo hahaha" Dinda
perutnya yang geli. Dinda melirik ke arah ujung ruangan.
'Mampus!' pandangannya menjadi sangat berubah.
***
Tbc...
Tuberculosis dah lo pada :'3 sapa ya yang nerorin si Dinda mulu. Apa salah hayatii huhu?
Syedih kalo rasain beneran di posisi dia :'3
Vomentt vomentt!✴💬
Note : kalo mulmed bisa, itu babang Gio
KAMU SEDANG MEMBACA
Did I wrong?
Teen Fiction"Gioo gue mau cerita sama lo!!" Genza kecil berlarian menuju ke arah sepupu tersayangnya. Mereka sangat dekat bahkan seperti kembar. "Apaann Genzaa? Katanya mau main perang - perangan tapi kenapa lo malah mau cerita sama guee?" Gio kecil meletakkan...
Part #09 (wrong)
Mulai dari awal
