24

152 37 8
                                    

Suasana di ruangan itu mendadak menjadi hening.

Baik Harry maupun Lily, tidak ada yang buka suara. Mereka hanya saling memandang satu sama lain dengan tatapan mata yang sama, berusaha memahami ucapan Lily barusan tanpa bertanya.

"Harga, ya," Harry menggumam, dan Lily mengangguk.
"Aku sudah membuat semacam riset kecil apabila permohonanku terkabul, tapi tidak pernah masuk dalam pemikiranku bahwa yang lainnya juga akan terpengaruh. Tapi aku sudah mempersiapkan jalan keluar agar Papa dan Mama bisa kembali ke masa depan," Lily berusaha tersenyum, sambil berdiri dan berjalan menuju sebuah lemari kecil di sudut ruangan. Dia membuka lemari itu, dan mengambil sebuah buku berwarna biru pucat, dan kembali duduk.

"Untuk pulang, aku telah menemukan sebuah sihir lama yang bernama Gerbang Waktu. Dan tahu tidak, Papa, ternyata penelitian soal perjalanan waktu sudah berlangsung sejak lama, lho." Lily berujar seraya membuka lembaran buku itu, yang dipenuhi dengan hurufnya yang rapi, disertai dengan beberapa gambar dan grafik. Harry mengernyit melihatnya, tapi dia sedikit lega mengetahui bahwa ada jalan pulang. Datang ke sini saja dia tidak tahu bagaimana, apalagi pulangnya.

"Untuk membuka Gerbang Waktu itu memang diperlukan sebuah mantra khusus, dan aku sudah mempelajarinya, hanya saja," Lily terdiam sejenak, "Aku belum pernah mencobanya jadi aku tidak tahu itu akan berhasil atau tidak, dan," kembali dia mengambil jeda, membuat Harry semakin was-was. "Ada harganya."

+++

Sementara itu di ribuan tahun yang akan datang, Ren Kingsley sedang panik di ruang kerjanya. Dia menelefon Selena, tapi tidak diangkat, lalu beralih kepada Cara.

Untungnya, pada dering ketiga, telefonnya diangkat.

"Cara! Bagaimana keadaan disana?" Tanyanya dengan panik, tanpa sempat mengucapkan 'halo' terlebih dahulu.
Cara menghela nafas dari seberang telefon, "Semuanya mencari Michelle. Orang tuanya melapor ke polisi, dan Selena sedang diinterogasi. Kami berada di kantor polisi sekarang,"
Kepala Ren semakin pening mendengarnya.
"Harry juga menghilang, aku menemukan ponselnya di kamar mandi, apa yang harus kulakukan?" Ren memijit pelipisnya, sambil memandang jalanan London yang ramai di bawah sana. Dia tadi sudah memberitahu rekan kerja Harry di lantai tujuh bahwa Harry menghilang dan meminta mereka untuk menulisnya di absen, tanpa memberitahu soal ponsel Harry yang ditemukannya.
"Aku tahu kau pintar, Ren. Sekarang kau harus mengakali bagaimana caranya memberitahu orangtuanya disini bahwa dia juga menghilang." Suara Cara terdengar sangat monoton, dan Ren bisa membayangkan wajahnya.
"Akan kulaporkan dia menghilang setelah tiga hari tidak masuk kerja tanpa izin, itu prosedur disini," Ren menghela nafas panjang, sambil mengangguk kepada dirinya sendiri.
"Baiklah, untuk sekarang, kau tidak perlu khawatir kurasa. Mereka kembali ke masa lalu."

"Dan kita hanya bisa berdoa agar jalan pulang bisa dibukakan untuk mereka."

+++

Harry ternganga mendengar harga yang harus dibayar untuk melewati Gerbang Waktu.

"Setengah dari sisa umur orang yang akan melewati gerbang itu??"

Lily mengangguk perlahan.
"Jadi usia Papa dan Mama dari masa depan akan dipotong, dan aku tidak tahu berapa sisa usia kalian sekarang," dia menunduk, dan mulai terisak. "Maafkan aku, aku sangat ceroboh melakukan itu semua, maaf,"

Harry bergerak cepat dan memeluk Lily, berusaha menenangkannya sambil mengusap punggungnya.
"Ssh, tenanglah, kita harus mencari jalan keluarnya sekarang." Lily mengangguk dalam pelukan Harry, tapi tiba-tiba, suara teriakan terdengar dari kamar tidur. Spontan keduanya berdiri dan berlari menuju kamar tempat Michelle tidur, dan situasi disitu membuat keduanya panik seketika.

Tubuh Michelle bercahaya, lebih tepatnya, tato di tangannya bercahaya. Dan seolah-olah memanggil temannya, tato di tangan Harry juga bercahaya, dan Harry memandang Lily dan Michelle bergantian dengan bingung.
"Kenapa ini??"
Lily tampak tegang.
"Jangan dekati Mama. Kalau Papa dan Mama bersentuhan, kalian akan terikat di zaman ini secara permanen dan sejarah akan berubah."

Mata Lily yang berwarna biru kehijauan mendadak berubah menjadi coklat terang, dan dia berjalan di antara Harry dan tempat tidur Michelle.

"Papa, maaf, tapi aku harus membuka Gerbang Waktunya sekarang," Lily memandang Harry dengan tatapan sendu, "Karena kalau tidak, kalian akan tinggal disini, masa depan terhapuskan."

Harry terhenyak. Pilihan ada di tangannya sekarang. Kalau dia mengatakan ya, maka dia dan Michelle akan kembali ke dunia nyata, tetapi setengah dari sisa usia mereka akan dipotong. Bagaimana kalu sisa usianya hanya satu tahun lagi, lalu dipotong tersisa enam bulan? Atau bahkan, tersisa satu hari saja, dan kemudian menjadi 12 jam?
Lebih-lebih, ini bukan usianya sendiri, tapi Michelle juga.

"Papa, cepat!" Lily mengangkat kedua tangannya, dan cahaya mulai mengalir keluar. Dia tahu apa yang harus dilakukan, walaupun dia tidak yakin melihat reinkarnasi kedua orangtuanya pergi di depan matanya sendiri, untuk kedua kalinya. Lily menahan tangis.

Harry mendecakkan lidah dengan geram. Kalau dia tinggal, masa depan akan hilang begitu saja, dengan kata lain, semuanya menghilang. Tidak ada masa-masa mudanya yang lucu dan agak bodoh, pertemuan dengan Michelle, kafe The Rain, bertemu kembali dengan orang-orang dari masa lalu yang membuat hidupnya menjadi rumit.

Tunggu.

Itu terdengar bagus. Semuanya akan kembali seperti biasa, bukan? Lily tidak akan membuat permohonan itu, dan mereka semua akan hidup seperti biasa di masa depan.
Tapi itukah yang dia inginkan?
Apakah Harry sanggup menahan beban bahwa dia mengorbankan cerita hidup seisi bumi, dan sejarah yang ada di hadapannya hanya untuk kepuasan dirinya sendiri? Bahwa dia tidak akan menanggung beban ini?

"PAPA! CEPAT!"

Teriakan Lily membuat Harry tersadar dari lamunannya, dan dia menyadari bahwa cahayanya semakin terang, dan tangannya terasa panas. Harry berteriak, campuran antara, marah, kesal, dan bimbang, semua emosi menghantamnya bagaikan gelombang yang kuat. Ditatapnya tubuh Michelle yang masih tertidur tapi tampak seperti sedang kejang-kejang, dan berbisik lirih, "Maafkan aku, Michie."

Dia menatap Lily, "Buka gerbangnya, Lil."

Lily menutup mataya, dan mulai menggumamkan mantra yang telah dihafalnya. Di antara cahaya putih dari tangan Harry dan Michelle, muncul sebuah cahaya emas dan biru yang tampak ganjil, dari tangan Lily. Perlahan cahaya itu berkembang menjadi sebuah lingkaran, yang tampak seperti portal. Harry menyaksikan itu semua, dan berharap bahwa pilihannya tidak akan membuatnya menyesal nantinya.

Portal itu semakin besar, dan Lily kemudian membuka matanya, yang kini berwarna merah, dan menatap Harry.
"Aku akan mengirim Papa dan Mama sekarang juga," Lily tersenyum lirih, "Jadi, ini adalah perpisahan kita juga."
Harry memaksakan sebuah senyum, "Maafkan aku karena harus meninggalkanmu lagi, Lil."
Lily menggeleng, dan tersenyum kali ini. "Aku yang egois. Sekarang, selamat jalan, Papa, Mama."


Di saat Harry melihat bahwa tubuh Michelle mengambang dari kasur, dan dia juga merasa melayang, tiba-tiba seberkas bayangan hitam bercampur kemerahan menerjang lingkaran portal emas dan biru Lily, dan portal itu hancur.

Tubuh Lily terpental ke belakang, begitu juga Harry. 

Saat dia membuka mata, keadaan kamar itu masih seperti biasa, tidak ada yang hancur. Tapi muncul seorang tamu tak diundang, yang tersenyum mengerikan dengan bekas luka besar di wajahnya.

"Persis seperti harapanku!"

Dan Harry tahu bahwa mimpi buruk yang sebenarnya baru saja dimulai.


Chasing Summer [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang