8

2.9K 46 0
                                    

Dengan termangu2 Siauw Ling memandang punggung si tootiang dipartai Cing shia ini hingga lenyap dari pandangan tak terasa pemuda itu menghela napas panjang.
Mendadak silelaki yang berbaju serba merah itu berkelebat keluar sembari melepaskan senjata Hwie Liong Pangnya ia berseru, "Cayhe Lok Koei Ceng mohon petunjukmu silat Sam Cungcu yang lihay" nada suaranya dingin bagaikan es.
"Dengan senang hati akan cayhe iringi."
"Hati2 dengan senjata yang dicekal serta permainan api yang tersembunyi disekeliling badannya" mendadak Chee Toa nio sembari peringatan.
"Hmm....tidak kusangka Chee Toa nio yang namanya tersohor didaratan tionggoan telah menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San cung" sindir Lok Koei Ceng sambil tertawa dingin.
"Omong kosong" tukas sinenek tua itu dengan nada gusar. "Siapa yang bilang aku telah menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Dihadapan orang banyak kau jual nyawa buat orang perkampungan Pek Hoa San cung apakah dugaanku ini salah?"
"Aku membantu Siauw Ling dikarenakan ada ikatan perjanjian diantara kami berdua apa sangkut paut urusan ini dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung."
"Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung rasanya Loocianpwee sudah tahu bukan" timbrung Be Boen Hwie tiba-tiba.
"Sudah tentu tahu."
"Kini kau bantu Siauw Ling menghadapi kami bukankah ini berarti kau hendak memasuki para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit? alasan ini sudah jelas bilamana Loocianpwee adalah anggota perkampungan Pek Hoa San cung hal ini masih boleh jadi bila bukan anggota perkampungan Pek Hoa San cung apa gunanya kau menangkap ikan diair keruh? setelah pertempuran ini hari perduli siapa yang menang siapa yang kalah kemungkinan sekali loocianpwee sukar mencuci bersih dosa2 ini" demikianlah Be Boen Hwie mengakhiri kata2nya.
"Urusan pribadi tak usah kau Cong Piauw Pacu turut campur."
Terbentur batunya Be Boen Hwie sama sekali tidak jadi gusar ia hanya tertawa hambar dan membungkam.
Sebaliknya Lok Koei Ceng tertawa dingin tiada hentinya.
"Sudah lama cayhe mendengar nama besar Chee Toa nio sehabis membereskan Siauw Ling akan kuminta pula petunjukmu."
"Kurang ajar" teriak Siauw Ling gusar. "Apa kau anggap dengan mengandalkan senjata Hwe Liong serta beberapa macam senjata rahasia berapimu sudah cukup untuk mengalahkan aku orang she Siauw."
"Kalau Sam Cungcu tidak percaya bagaimana kalau kita coba dulu?"
Sembari berkata senjata Hwee Liong Pangnya dibabat ke arah batok kepala pemuda tersebut.
Teringat akan peringatan Chee Toa nio yang mengatakan dibalik senjata Hwee Liong Pang tersembunyi kekukoyan Siauw Ling tidak berani menangkis datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Buru-buru badannya berkelit kesamping ujung pedang berkelebat lewat menusuk pergelangan kanan Lok Koei Ceng.
Sipeluru sakti she Lok ini segera menekan pergelangan kenawah meloloskan diri dari tusukan pedang lawan selagi senjata Hwee Liong Pang dipersiapkan untuk menyapu pinggang lawan mendadak cahaya pedang berkelebat lewat didepan mata secara berpisah pemuda itu menyapu sepasang pergelangan kiri dan kanannya.
Menghadapi kejadian seperti ini hati tergetar keras pikirnya, "Sungguh cepat serangan pedang orang ini...."
Buru-buru badannya mundur dua langkah ke belakang melancarkan serangan berbareng mengancam urat nadi disepasang pergelangan Lok Koei Ceng hal ini memaksa ia tak sanggup mengeluarkan serangan dengan andalkan senjata Hwee Liong Pangnya.
Serangan yang mengarah suatu bagian tertentu merupakan suatu perbuatan yang tidak mudah dilakukan tapi bagi Siauw Ling sangat mudah sekali bahkan tidak merasa canggung.
Melihat kawannya keteter mendadak sipanah sakti penyapu jagat Tong Yang Khie melepaskan gendewanya yang tergantung dipunggung dan memasang anak panah ke atas busur dengan mengarah sebuah luang kosong ditengah kalangan dibidiknya anah panah itu keras2.
Datangnya serangan panah ini amat dahsyat ditambah pula ia sudah memperhitungkan pergeseran tempat kedudukan Siauw Ling tidak aneh kalau anak panah tadi dengan tepat mengancam kehadapan tubuh pemuda tersebut.
Dalam keadaan gugup Siauw Ling tidak berpikir panjang lagi pedangnya dengan mengeluarkan jurus Im Yu Pit Jiet atau awan hujan menutupi sang surya menciptakan selapis hawa pedang melindungi seluruh anggota badan.
Traaaang....pedang serta anak panah terbentur satu sama lain menciptakan suara yang amat nyaring.
Kekuatan anah panah itu sungguh luar biasa tangkisan Siauw Ling hanya berhasil memukul miring anak panah itu beberapa senti saja kesamping.
Gerakan panah masih tetap kuat dan sambil membawa desiran angin tajam menyambar lewat dari sisi pundak pemuda tersebut dnegan sekalian menyambar pakaian yang ia kenakan.
Beberapa milimeter kesamping pundak Siauw Ling niscaya akan hancur tertembus anak panah tersebut.
Melihat kehebatan lawan Siauw Ling terperanjat.
"Sungguh dahsyat serangan panah ini" pikirnya.
Karena terperanjat dan pikirannya bercabang permainan pedangnya rada merandek.
Lok Koei Ceng tidak mau menyia2kan kesempatan bagus ini lagi senjata Hwee Liong Pan dengan membawa desiran tajam memaksa Siauw Ling mundur ke belakang.
"Bagus sekali" teriak Chee Toa Nio sambil mengobat ngabitkan tongkatnya. "Kalian semua menganggap diri sendiri sebagai jago-jago tersohor dari kolong langit tidak disangka perbuatan kalian amat rendah dan sangat memalukan mau coba main kerubut?"
Sebetulnya waktu itu sipanah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie sudah mempersiapkan anak panah berikutnya mendengar sindiran dari Chee Toa Nio. Air mukanya berubah memerah dengan cepat ia simpan kembali panah yang telah dipersiapkan.
Setelah dibokong secara mendadak Siauw Ling pertinggi kewaspadaannya terhadap diri Tong Yen Khie tapi melihat orang tersebut secara mendadak menyimpan kembali anak panahnya rasa risaupun kontan lenyap tak berbekas.
Semangat berkobar kembali pedangnya berturut2 melancarkan serangan dahsyat memaksa Lok Koei Ceng sekali lagi terdesak dibawah angin.
Merasa dirinya keteter sipeluru sakti Lok Koei Ceng tertawa dingin.
"Sam Cungcu kepandaian silatmu sangat luar biasa hati2 aku segera akan mengeluarkan senjata rahasia berapiku."
Bersama2 dengan siapi beracun Cin Gak dia disebut orang sebagai dua jago senjata berapi dari kalangan lurus dan sesat wataknya gagah dan jujur sebelum melancarkan senjata rahasianya dia selalu memberi peringatan terlebih dahulu.
Siauw Ling tarik napas panjang Kang Cing Khie kang disalurkan keseluruh badan menciptakan selapis hawa pertahanan yang kuat.
"Silahkan turun tangan!" serunya sambil tetap memperkencang permainan ilmu pedangnya.
Ia tahu senjata berapi milik Lok Koei Ceng tentu merupakan senjata rahasia yang sangat beracun dan bahaya kalau bisa memaksa ia hingga keteter dan tidak sanggup mengeluarkannya hal ini jauh lebih baik.
Mendadak terlihat Lok Koei Ceng meloncat mundur ke belakang sejauh delapan depa dan meloloskan diri dari lingkaran pedang Siauw Ling senjata Hwee Liong Pang yang dicekalnya segera diayun kedepan.
Serentetan lidah api dengan menimbulkan cahaya yang menyilaukan mata menyembur kedepan dengan dahsyat ditengah malam gelap.
Mengikuti arah tiupan angin, jilatan api tadi menyembur kedepan tubuh Siauw Ling kemudian mengembang makin luas dan berubah jadi sebuah kobaran api setinggi tiga depa.
Siauw Ling terkesiap pikirnya, "Sungguh lihay...."
Sembari mengempos napas segera mencelat ke atas.
Segulung gumpalan api dengan cepat menyembur lewat melalui bawah sepasang kakinya.
Agaknya serangan Lok Koei Ceng barusan sudah direncanakan matang dan iapun dapat menduga Siauw Ling pasti akan meloncat ketengah udara untuk menghindar.
Senjata Hwee Liong Pangnya dengan cepat diangkat dan tombol ditekan sekali lagi sebuah jilatan api menyembur ke atas.
Siauw Ling yang masih berada ditengah udara buru-buru menarik sepasang kakinya lebih ke atas mendadak ia bersalto beberapa kali dan melayang empat lima depa kesamping dengan nyaris ia berhasil lolos pula dari jilatan api tersebut.
Lok Koei Ceng benar2 terperanjat pikirnya, "Kehebatan orang ini tak boleh dipandang enteng aku harus berhati2 menghadapi dirinya."
Senjata Hwee Liong Pangnya tidak berani melancarkan serangan gegabah lagi.
Kiranya di dalam senjata Hwee Liong Pang ini ramuannya tersembunyi tiga macam alat rahasia setiap api beracun sebanyak tiga kali.
Dan kini sudah ada dua alat rahasia yang ditekan olehnya tanpa membawa hasil dengan demikian tersisa sebuah tombol yang terakhir.
Bilamana jilatan api inipun sudah disemburkan keluar maka senjata Hwee Liong Pang akan berubah jadi sebuah senjata biasa ia harus buang banyak tenaga dan waktu lagi untuk membuat kembali obat berapi tersebut ke dalam senjatanya.
Siauw Ling yang dua kali berhasil meloloskan diri dari semburan api beracun walaupun tidak sampai terkena tapi teringat akan kecepatan serta kedahsyatan sebuah api itu dalam hati merasa terperanjat juga.
Diam2 ia putar otak untuk mencari jalan bagaimanakah caranya merusak dan menghancurkan senjata yang amat beracun ini.
Kedua orang itu sama2 punya pikiran sama2 menaruh rasa jeri dengan begitu siapapun tidak berani bergerak secara gegabah mereka berdiri saling berhadapan sambil diam2 mempersiapkan diri.
Mendadak Chee Toa nio tertawa dingin.
"Lok Koei Ceng sering aku dengar orang berkata bahwa senjata Hwee Liong Pang mu setiap kali menghadapi musuh hanya bisa menyemburkan api beracun sebanyak tiga kali entah benarkah berita itu?"
Jelas maksud sinenek ini berkata demikian adalah memberi kisikan kepada Siauw Ling bahwa senjata Hwee Liong Pang tersebut hanya tinggal sekali penggunaan setelah satu kali lagi maka habislah sudah kegunaannya.
"Sedikitpun tidak salah" kata Lok Koei Ceng dingin. "Senjata Hwee liong Pang ku masih bisa menyemburkan api beracun sekali lagi aku rasa berita ini bukan suatu kejadian yang aneh jago-jago Bulim yang terluka oleh serangan api beracunku dalam semburan ketigapun tidak sedikit jumlahnya Sam Cungcu kau harus berhati2."
Terhadap senjata Hwee Liong Pang tersebut Siauw Lingpun menaruh rasa jeri pedangnya diselang didepan badan melindungi dada sedang badannya tidak berani berdiri terlalu dekat dengan pihak lawan.
"Orang Bulim paling mengutamakan kejujuran serta kelapangan dada" ujar Chee Toa Nio kembali. "Menggunakan senjata rahasia bukan tindakan seorang jujur apalagi senjata rahasia yang kau gunakan adalah senjata api beracun sekalipun namamu tersohor diseluruh kolong langit tapi kau tak bisa terhitung sebagai seorang enghiong hoohan."
Sindiran ini membangkitkan rasa gusar dalam dada Lok Koei Ceng.
"Kurang ajar para enghiong dikolong langit siapa yang tidak tahu kalau aku Lok Koei Ceng ahli dalam penggunaan senjata berapi apa perlunya kau nenek pengemis banyak cingcong?"
Karena gusar susah ditahan tidak tanggung2 lagi ia maki nenek tua ini sebagai sinenek pengemis.
Watak Chee Toa Nio pada dasarnya memang berangasan kena dimaki meledaklah hawa gusar yang berkobar dalam dadanya.
"Orang lain mungkin takuti senjata berapimu itu tapi aku Chee Toa Nio tak akan takut" bentaknya gusar. "Sam Cungcu cepat mundur biar kuiringi dirinya sejenak."
"Tak bisa jadi belum menentukan siapa yang menang siapa yang kalah bagaimana boleh disudahi sampai disini saja pertarungan ini."
Mendadak badannya maju kedepan kakinya melangkah Tiong Kong menusuk ulu hati Lok Koei Ceng.
Lok Koei Ceng segera mengayunkan senjatanya Hwee Liong Pangnya kedepan segulung jilatan api laksana kilat menyambar keluar.
Senjata rahasia terakhir yang tersembunyi dibalik senjata Hwee liong Pangnya ini sangat luar biasa jilatan apinya melebihi jilatan api sebelumnya.
Siauw Ling mendesak kedepan justru ia bermaksud memancing orang itu melancarkan semburannya yang terakhir kini melihat jilatan api menyembur datang dengan amat dahsyat buru-buru ia jatuhkan diri ke atas tanah dengan punggung menempel tanah mendadak ia berputar satu lingkaran meloloskan dari semburan api kemudian meloncat bangun berdiri.
Lok Koei Ceng sudah banyak pengalaman dalam menghadapi musuh melihat Siauw Ling jatuhkan diri ke atas tanah sembari mengeluarkan jurus bahaya.
Untuk menghindari semburan api dalam hati segera menduga apabila pihak lawan telah mempersiapkan suatu rencana.
Tak terasa kewaspadaannya dipertinggi melihat Siauw Ling putar badan sambil menerjang kedepan senjata Hwee Liong Pangnya melancarkan serangan terlebih dahulu dengan jurus Kiem Ciam Teng Hay atau jarum emas menenangkan samudra.
Waktu Siauw Ling hendak bangun berdiri senjata Hwee Liong Pang telah tiba didepan dada dalam keadaan gugup pedangnya segera didorong kedepan dnegan jurus Pit Bun Tui Gwat atau menutup pintu mendorong rembulan menutup seluruh badan.
Pedang Hwee Liong Pang bentrokan jadi satu menimbulkan getaran keras mengambil tenaga getaran itulah Siauw Ling meloncat bangun.
Jurus serangan Lok Koei Ceng mendadak berubah secara beruntun ia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Siauw Ling segera menggetarkan pedangnya melindungi badan dengan memilih posisi bertahan dengan keras lawan keras ia pukul ketiga jurus serangan tersebut.
Senjata Hwee Liong Pang yang berada ditangan kanan Lok Koei Ceng tiada hentinya melancarkan serangan gencar sedang tangan kiri merogoh saku mengambil dua butir api Sam Yang Lieh Hwee Tan.
Chee Toa Nio tahu bahwa jago ini pandai menggunakan senjata rahasia berapi melihat ia merogoh sakunya dengan cepat perempuan itu berteriak, "Sam Cungcu hati2 dengan senjata rahasia yang berada ditangan kirinya."
Siauw Ling terkesiap pikirnya, "Kalau ia melancarkan senjata rahasia beracun dalam jarak sedemikian debatnya bagaimana aku bisa berkelit...."
Padahal bersama dengan berputarnya otak telapak kiripun sudah mengirim sebuah babatan dahsyat kedepan.
Segulung angin pukulan disertai dengan angin desiran tajam menggulung kedepan.
Baru saja Lok Koei Ceng meraba senjata rahasia Sam Yang Lieh Hwee Tan tenaga pukulan Siauw Ling telah datang membabat telapak tangan kiri orang she Lok itu.
Ketika itu Lok Koei Ceng sedang mencekal senjata rahasia ia tidak berani menyambut datangnya serangan telapak Siauw Ling dengan keras lawan keras.
Tak kuasa lagi tangannya mengendor peluru Lih Hwee Tan mencelat ketengah udara dan jatuh kurang lebih empat lima depa disamping kalangan.
Bluuum....bluuum dua ledakan bergema serasa membelah bumi dua gulung jilatan api warna hijau segera berkobar membakar seluruh permukaan tanah.
"Aaaai....sungguh hebat senjata rahasia berapi ini kalau sampai mengenai badan dan menimbulkan ledakan entah apa yang terjadi? senjata rahasia macam ini benar2 bahaya aku tak boleh memberi kesempatan lagi padanya untuk mengeluarkan senjata yang lain."
Pedangnya segera bergetar melancarkan serangan gencar kedepan.
Setelah pikirannya terbuka Lok Koei Ceng tidak berkesempatan untuk banyak bertingkah lagi serangan pedang datangnya sambung menyambung bagaikan ombak disamudra seketika sipeluru sakti she Lok ini terkurung dalam bayangan pedang.
Para jago yang menonton jalannya pertempuran dari sisi kalangan diam2 merasa sangat terperanjat setelah dipanah sakti menyapu jagat Tong Yen Khie menderita kalah Ing Gwat Tootiang adalah seorang jago pedang dari Cing Shia Pay pun menderita kalah ditangan Siauw Ling.
Dan kini kendati sipeluru sakti Lok Koei Ceng belum sampai kalah bila ditinjau dari keadaannya sebentar lagi iapun bakal menyusul kawan2nya yang terdahulu.
Bila dibicarakan dari kepandaian silat yang mereka bertiga miliki, boleh terhitung sebagai jago kelas wahid dan kalau mereka bertiga sama2 dikalahkan maka satu2nya lawan Siauw Ling tinggal Be Boen Hwie saja.
Kita balik pada Chee Toa Nio yang melihat Siauw Ling makin bertempur semakin perkasa hatinya terasa tergetar keras ia merasa gembira juga cemburu.
Kembali Lok Koei Ceng mempertahankan diri sebanyak puluhan jurus dengan ngotot mendadak Siauw Ling membentak keras, "Lepas tangan."
Lok Koei Ceng benar2 penurut, bersamaan dengan bentakan itu ia lepaskan senjata Hwee Liong Pang yang dicekalnya ditangan.
Pada dasarnya Siauw Ling sudah mendongkol akan kekejian senjata rahasianya pergelangan segera disentak ujung pedangnya ditempelkan ke atas dada Lok Koei Ceng.
Ternyata sipeluru sakti tidak malu disebut seorang enghiong hoohan walaupun jiwanya terancam ia sama sekali tidak kelihatan jeri.
"Cayhe mengakui kepandaian silatku tidak becus sekalipun mati juga tak perlu disesali Sam Cungcu silahkan turun tangan" katanya dingin.
Mendadak Siauw Ling menarik kembali pedangnya yang mengancam dada Lok Koei Ceng.
"Maaf....maaf....!"
"Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 lihay" kembali Lok Koei Ceng berkata dengan kepala tertunduk.
"Saudara terlalu memuji" sinar matanya menyapu sekejap wajah seluruh jago kemudian tambahnya, "Siapa diantara kalian yang ingin bertanding lagi dengan diriku?"
Setelah melihat kelihayan ilmu silat Siauw Ling serta kesempurnaan jurus serangannya diantara para jago tak seorangpun yang berani unjukkan diri untuk menerima tantangan ini. Suasana sunyi senyap tak kedengaran suara sedikitpun.
Akhirnya Be Boen Hwie mendehem.
"Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 luar biasa tidak aneh kalau kau bisa terpilih sebagai tangan kanan Djen Bok Hong...."
Siauw Ling kerutkan dahi. Sebelum dia menjawab Be Boen Hwie telah menyambung kembali, "Cuma pertarungan kita ini hari bukan suatu pertandingan perebutan nama seperti apa yang sering terjadi di dalam Bulim walaupun berturut2 Cungcu berhasil menangkan beberapa kali pertandingan kami hanya mengakui bahwa ilmu silat Sam Cungcu sangat lihay ini bukan berarti kami sudah kehilangan semangat serta niat untuk melenyapkan diri Sam Cungcu."
"Cukup kalian tak usah banyak bicara lagi" tukas Chee Toa Nio dingin. "Kalau kalian ingin turun tangan berbareng ayolah cepat turun tangan."
Setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ini Siauw Ling baru tersadar kembali terhadap maksud ucapan Be Boen Hwie ia menghela napas panjang.
"Aaaai....betul saat ini aku Siauw Ling merupakan Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung tapi aku belum pernah melakukan perbuatan yang begitu jahat desakan cuwi yang demikian kencang dan bersikeras sungguh membuat aku punya mulut susah bicara. Senjata tajam tak bermata kalau cuwi ngotot hendak turun tangan berbareng aku takut peristiwa ini akan berakibat banjir darah...."
"Kami orang2 yang sering melakukan perjalanan dalam dunia kangouw tidak pernah pikirkan soal mati hidup diri sendiri harap Sam Cungcu tak usah merasa kuatir buat keselamatan kami" tukas Be Boen Hwie ketus.
Air muka Siauw Ling kontan berubah hebat.
"Jika Cuwi bersikeras ingin berkelahi cayhepun tak bisa berdiam diri saja" serunya.
Mendadak pedangnya disilang didepan dada sepasang mata dengan memancarkan cahaya tajam melototi wajah Be Boen Hwie tak berkedip.
Pengetahuan Be Boen Hwie sangat luas melihat sikap Siauw Ling dalam menghadapi lawannya ia segera tahu apabila gaya ini merupakan gerakan dari ilmu pedang terbang yang merupakan ilmu tingkat paling atas hatinya kontan bergidik.
Ia tahu kalau dirinya bersikeras turun tangan maka banyak jago akan menggeletak dengan darah berceceran.
Dengan cepat ia pencet tombol rahasia diatas kipasnya seraya membentak keras, "Harap kalian semua mundur ke belakang aku hendak bergebrak seorang lawan seorang dengan Sam Cungcu."
Tindakan Be Boen Hwie walaupun mendatangkan rasa tercengang dihati para jago tapi ia mengerti kalau kepandaian silat sang Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan ini sangat lihay tanpa membantah lagi orang2 itu mundur ke belakang.
Siauw Ling tak bergemilang dari posisi semula seluruh tenaga kweekangnya disalurkan ke atas pedangnya siap melancarkan serangan.
Sebaliknya Be Boen Hwie sambil mencekal kipasnya yang diarahkan kekaki Siauw Ling berdiri tak berkutik ia tidak berani turun tangan secara gegabah.
ooooooo0oooooooo
Jago she Be ini merasa gaya Siauw Ling di dalam pertahanannya ini mempunyai dua kemungkinan menyerang dan kemungkinan bertahan.
Walaupun ia sudah coba mengancam dari berbagai arah belum berhasil juga menemukan titik-titik lubang kelemahan yang bisa digunakan untuk melancarkan serangan.
Lama sekali ia berpikir tapi kesempatan untuk turun tangan tidak dijumpai juga.
Mendadak terlihat olehnya Siauw Ling menggoyangkan badan dan menghembuskan napas panjang pedang yang telah dipersiapkan diturunkan ke atas tanah.
"Be heng silahkan pulang" katanya sambil ulapkan tangan. "Hari esok masih panjang sekalipun kau bersikeras hendak membinasakan aku Siauw Ling rasanya tak perlu gelisah pada malam ini juga."
Perlahan-lahan Be Boen Hwie tarik kembali kipasnya dan berbisik lirih, "Aku tak sanggup menerima seranganmu ini."
"Aaaakh Be heng terlalu memuji."
"Setelah siauwte tinjau beberapa lama aku merasa Siauw heng tidak mirip orang asal perkampungan Pek Hoa San cung?"
Siauw Ling segera tertawa hambar.
"Nyatanya aku adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung" katanya.
"Aku duga dibalik kesemuanya ini pasti tersembunyi suatu rahasia aku orang she Be dengan senang hati mengajak Siauw heng untuk membicarakan persoalan ini secara blak2kan."
Ia merandek dan menghela napas panjang sambungnya lebih jauh, "Siauwte sudah berkelana di dalam dunia kangouw dan menjelajahi pelbagai tempat berkenalan dengan banyak enghiong hoohan tapi baru kali ini kujumpai manusia berkepandaian serta kecerdikan macam Siauw heng dunia persilatan ini sedang diliputi napsu membunuh kaum iblis bermunculan dimana2."
"Siauw heng sebagai seorang pendekar muda seharusnya membantu rakyat membasmi kaum iblis dan membuat banyak jasa untuk kesejahteraan kaum lurus mengapa kau malah berkawan dengan kaum iblis menciptakan keonaran bagi umat manusia."
"Kesulitan Siauwte susah dibicarakan dengan sepatah dua patah kata" kata Siauw Ling seraya menjura. "Besok malam siauwte akan menanti kedatanganmu disini apabila Be heng ada waktu silahkan datang memenuhi janji."
"Baik besok malam pada kentongan ketiga Siauwte akan datang memenuhi janji dan selama ini aku akan berusaha mencegah para enghiong untuk bikin keonaran disini."
Sehabis berkata ia putar badan dan berlalu dengan membawa para jago lainnya.
Terdengar Chee Toa Nio sambil mendepakkan tongkatnya ke atas tanah berseru keras, "Menurut dugaanku malam ini banyak darah akan mengalir dibawah pohon tua ini banyak mayat akan kegelimpangan didepan gubukku siapa nyana pertarungan ini berakhir dengan keadaan yang aman."
"Sikap Be Boen Hwie yang gagah perkasa benar2 luar biasa" puji Siauw Ling.
"Kalau dia tidak gagah perkasa dengan usianya yang masih muda mana bisa menduduki kursi kepemimpinan para jagi dari empat keresidenan besar."
Siauw Ling mendongak memandang awan diangkasa dan menghembuskan napas panjang.
"Aaaai....semoga malam ini tak ada orang yang datang mencari gara2 lain."
"Samya!" dari belakang terdengar Kiem Lan berseru manja. "Setelah kau mengalami tiga kali pertarungan sengit, seharusnya beristirahatlah sebentar."
Ia terima pedang dari tangan pemuda itu dan bantu memasukkan ke dalam sarungnya.
"Bagaimana keadaan luka racun yang diderita Giok Lan serta nona Tong?"
"Setelah minum obat kesehatannya pulih kembali seperti sedia kala kini mereka sedang bersemedi dalam ruangan rahasia. Biarlah budak pergi periksa."
Ia putar badan dan berjalan masuk ke dalam ruangan.
mendadak Chee Toa Nio tertawa tergelak.
"Sudah sepuluh tahun lamanya aku tidak pernah bergebrak melawan orang" katanya kegirangan. "Pertarungan ini hari sungguh memuaskan hatiku. Bocah kau lelah?"
"Keadaan cayhe masih baik. Aaaaai....Loo popo harus turun tangan sendiri menghadapi musuh dan mengikat permusuhan dengan orang lain cayhe merasa tidak enak hati."
"Kau tidak bisa bicara demikian kita sedang saling bertukar syarat ini aku membantu kau dan besok kau membantu aku tak bisa dibicarakan enak hati atau tidak."
"Loo popo sebenarnya besok kau akan memenuhi janji siapa bolehkah cayhe tahu?"
"Besok kau bakal tahu dengan sendirinya apa perlunya gelisah disatu saat?"
Ketika itu Kiem Lan, Giok Lan serta Tong Sam Kauw dengan beriring jalan keluar dari dalam ruangan.
Setelah mengalami siksaan selama beberapa waktu badan Tong Sam Kauw serta Giok Lan menjadi amat kurus wajahnya kucal dan matanya mendelong kedalam.
Mungkin Kiem lan telah menceritakan kisah bagaimana Siauw Ling menolong jiwa mereka berdua karena sewaktu mereka berdua menjumpai pemuda tersebut bersama2 menjura dan mengucapkan terima kasih atas pertolongannya.
Buru-buru Siauw Ling membalas hormat mereka.
"Obat pemusnah yang menolong jiwa kalian adalah pemberian Chee Loocianpwee tersebut seharusnya kalian mengucapkan terima kasih kepadanya."
"Tidak perlu" potong Chee Toa Nio cepat dengan nadanya yang dingin bagaikan es. "Kita saling ada janji bertukar syarat diantara kita, mereka tak usah mengucapkan terima kasih kepada diriku lagi."
Melihat kesemuanya ini Tong Sam Kauw jadi tertegun tiba-tiba bisiknya kepada sang pemuda, "Kau telah bertukar apa dengan dia untuk mendapatkan obat pemusnah tersebut?"
"Aaaai....tidak ada apa2″ sahut Siauw Ling tersenyum. "Aku hanya menyanggupi dirinya untuk memenuhi sebuah perjamuan. Nona luka racunmu baru saja sembuh, kesehatan badan masih belum pulih seperti sedia kala lagipula suasana disekeliling kita sangat bahaya musuh tangguh setiap saat bisa datang menyerang."
Ia merandek sejenak sinar mata perlahan-lahan menyapu sekejap wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan lalu sambungnya, "Asal kalian berdua bisa cepat pulihkan sebagian tenaga murnimu ini berarti kalian mengurangi satu bagian mara bahaya yang mengancam keselamatan kalian."
Mendadak Chee Toa Nio bangun berdiri dan memandang sekejap Kiem Lan bertiga katanya dengan suara yang dingin kaku, "Kalian bertiga jangan mengganggu dirinya lagi setelah mengalami beberapa kali pertarungan sengit saat ini ia membutuhkan waktu untuk baik2 beristirahat."
Ketiga orang gadis itu ternyata sangat penurut mereka mengiakan dan bersama2 mengundurkan diri keruang belakang.
Siauw Lingpun mencari sebuah tempat yang bersih diruang tamu untuk duduk bersila dan mulihkan kembali tenaga murninya yang banyak hilang karena pertarungan sengit barusan.
Sedangkan Chee Toa Nio sendiripun mencari sebuah tempat di dalam ruangan tamu itu menemui Siauw Ling duduk menemani.
Menanti kentongan kelima sudah lewat haripun sudah terang tengah Siauw Ling baru selesai bersemedi dan bangun berdiri wajahnya segar dan semangatpun pulih seperti sedia kala.
"Sang surya sudah muncul diufuk sebelah timur" kata Chee Toa Nio sambil melongok keluar jendela. "Kau harus cuci muka dan ganti satu stel baju baru...."
"Loo popo tidak usah kuatir saat ini hari masih sangat pagi."
Kerutan diatas wajah Chee Toa Nio yang tua kelihatan makin nyata sepasang alis berkerut penuh rasa murung tiada hentinya ia berjalan bolak balik dalam ruangan.
Waktu tengah hari dengan cepatnya berlalu pada saat itulah dari tempat kejauhan tampak munculnya sebuah tandu kecil warna hijau berlari mendekat.
"Bocah kau harus ingat sejak saat ini namamu adalah Chee Giok" bisik Chee Toa Nio dengan cepat setelah melihat munculnya tandu kecil tadi. "Sesudah kau menyanggupi perintahku sampai perjamuan selesai jangan sekali2 bocorkan rahasia ini."
Ketika mereka sedang bercakap2 dua buah tandu kecil warna hijau itu sudah tiba didepan gubuk.
Chee Toa Nio segera menggandeng tangan kanan Siauw Ling keluar dari gubuk dan masing-masing naik kesebuah tandu.
Mengambil kesempatan itulah Siauw Ling melirik sekejap keempat orang penggorong tandu tampak olehnya air muka mereka pucat kehijau2an bagaikan seseorang yang sudah lama kedinginan didaerah yang bersalju sepasang mata memancarkan cahaya tajam dan sekali pandang siapapun tahu kalau mereka memiliki tenaga kweekang yang amat sempurna.
Baru saja kedua orang itu duduk dalam tandu keempat lelaki tadi sudah turunkan horden dan menggotong tandu itu lari kedepan.
Terasa tandu itu makin berlari makin cepat dan akhirnya cepat bagaikan larinya kuda jempolan tak terasa hati Siauw Ling rasa bergerak pikirnya, "Cukup ditinjau dari cara keempat orang penggotong tandu ini lari sudah membuktikan bila kepandaian silat yang mereka miliki tidak lemah."
Kurang lebih satu jam kemudian mendadak tandu itu berhenti.
"Tidak kusangka pada suatu saat aku Siauw Ling bisa naik tandu" pikir pemuda itu kegelian.
Horden tampak disingkap dan Chee Toa Nio telah berdiri didepan pintu.
"Giok Jie mari turun."
Siauw Ling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio lalu perlahan-lahan turun dari tandu hatinya sangat tidak tenang pikirnya, "Orang lain menyaru namaku sehingga membuat dunia kangouw kacau balau tidak keruan tidak disangka ini hari aku Siauw Ling pun harus menyaru nama orang lain...."
Ketika ia mendongak terlihatlah sebuah ruangan dengan perabot yang mewah, indah dan antik terbentang didepan mata pintu terbuka lebar2 asap dupa mengepul menutupi pemandangan disekeliling sana.
kedua buah tandu kecil itu tepat berhenti didepan ruangan tersebut.
Keempat orang penggotong tandu tadi dengan sikap hormat dan serius berdiri disebelah samping keadaannya penuh kewibaan.
Siauw Ling mulai ragu2 tak tertahan lagi ia berbisik lirih, "Loo popo rumah siapakah ini?"
Sebuah halaman yang sangat luas dimanapun terdapat bangunan macam begini mungkin terletak diujung langit dan mungkin terletak dekat didepan mata, Siauw Ling tersenyum....
"Ehmmmm....terima kasih atas petunjukmu...."
"Saat ini kita sebagai nenek dan cucu kau jangan sebut diriku sembarangan menyebut diriku" seru Chee Toa Nio buru-buru.
Sudah tentu saja beberapa patah kata ini disampaikan dengan ilmu mengirim suara.
"Akan kuingat selalu...."
Belum selesai pemuda itu bicara mendadak dari balik ruangan yang lapat2 tertutup dupa wangi muncul serentetan suara yang nyaring dan bening.
"Hujien bagaimana keadaanmu sejak perpisahan apakah kau masih ingat dengan kawan lamamu dari Pak Hay?"
"Sejak perpisahan diistana es dalam sekejap mata sepuluh tahun sudah berlalu, selama ini kuingat selalu akan dirimu dan terima kasih atas undanganmu ini hari."
"Haaa....haaa....pemuda itulah cucumu?"
"peristiwa yang terjadi diistana es tempo dulu sudah lama berlalu waktu itu usia cucuku masih amat muda mungkin ia sudah melupakannya."
Kembali orang yang berada dalam ruangan tertawa terbahak2.
"Ia mungkin lupa tapi Siauw Ling tidak pernah melupakan hal ini setiap hari ia ribut saja kepada loohu agar bisa berjumpa kembali dengan cucumu walaupun dalam istana es di Pak Hay banyak terdapat barang aneh setiap hari ia murung dan gelisah tidak tenang lama kelamaan loohu tidak tega dan akhirnya membawa siauwli berangkat keselatan untuk meleyapkan rasa rindu dalam hati putriku."
Melihat dirinya tidak dipersilahkan masuk dalam hati Siauw Ling segera berpikir, "Orang ini sungguh lucu setelah mengundang kami datang kemari mengapa tidak membiarkan kami masuk ke dalam ruangan untuk duduk."
Belum habis ia berpikir tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat diantara tebalnya asap dupa wangi seorang kakek tua berjubah sutera dengan sulaman naga dan berjenggot putih sepasang dada telah muncul didepan pintu.
Peristiwa lima tahun berselang kembali berkelebat dalam benak Siauw Ling ia mengenali kembali si kakek tua ini sebagai Pak Thian Coencu atau sirasul sakti dari langit utara yang pernah dijumpai didepan kamar Boe Wie Tootiang dalam kuil Sam Yen Koan tempo dulu.
"Merepotkan coencu harus menyambut sendiri" buru-buru Chee Toa Nio menjura dan tertawa.
"Haaa....haaa....hujien terlalu sungkan kalian berdua silahkan masuk ke dalam ruangan" ujar Pak thian Cungcu sambil tertawa.
"Giok Jie kenapa kau tidak tahu adat" kata Chee Toa Nio sambil melirik sekejap diri Siauw Ling. "Setelah berjumpa dengan cianpwee kenapa tidak hunjuk hormat."
Terpaksa Siauw Ling menyincing baju jatuhkan diri berlutut.
"Boanpwee Chee giok menghunjuk hormat buat loocianpwee."
"Haaa....haaa....bagus2″ kata Pak Thian Coencu tertawa tergelak ia bimbing Siauw Ling untuk bangun. "Keponakan Chee silahkan bangun." Dengan riang gembira dibimbingnya Siauw Ling masuk ke dalam ruangan.
Setelah masuk ke dalam ruangan tiba-tiba terasa hawa dingin menyerang datang saking dinginnya bagaikan memasuki sebuah gua alam yang penuh dilapisi salju.
Dalam hati Siauw Ling merasa keheranan sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu.
Tampaklah olehnya dikedua belah samping ruangan berdiri enam belas buah gentong besar didinding belakang terdapat sebuah hioloo kumala asap dupa mengepul dari hioloo tersebut sedang hawa dingin muncul dari dalam keenam belas gentong raksaa tadi.
Dupa wangi dan hawa dingin bercampur di dalam ruangan menciptakan selapis kabut yang tebal.
Sambil menggandeng tangannya Pak Thian Tjoensu membawa pemuda itu masuk ke dalam ruangan dan mempersilahkan ia ambil duduk dimeja perjamuan.
"Keponakan Chee silahkan duduk" katanya sambil tertawa.
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling mencari tempat dan duduk.
Setelah semua orang ambil tempat masing-masing barulah Pak Thian Coencu memandang sekejap diri Chee Toa Nio katanya, "Cucumu benar2 hebat wajahnya tampan tiada tandingannya Hujien bisa mempunyai cucu sebagus ini loohu patut memberi selamat kepadamu dan arwah Chee heng yang ada dialam bakapun tentu merasa tenang."
"Dikemudian hari masih membutuhkan banyak bimbingan dari Coencu."
"Hujien terlalu merendah."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Dari istana dilaut utara Loohu membawa datang beberapa macam hidangan yang susah didapatkan mari kita minum beberapa cawan."
Sembari berkata si kakek tua itu bertepuk tangan beberapa kali.
Beberapa saat kemudian dari balik kabut dupa wangi muncul empat orang dara cantik berbaju putih ditangan masing-masing gadis membawa sebuah nampan kayu diatas nampan terdapat sebuah mangkok kumala.
Melihat hal itu kembali Siauw Ling berpikir di dalam hatinya, "Di dalam ruangan yang demikian dinginnya sehingga merasuk ketulang aku duga hidangannya tentu hidangan yang dingin semua...."
Dilihatnya pada nampan sang dara berbaju putih yang terakhir kecuali membawa sebuah mangkok kumala terdapat pula tiga pasang sumpit tiga cawan serta sebuah botol pualam.
"Chee Si heng bagaimana dengan takaran arakmu?" ujar Pak Thian Coencu sambil menyambut botol pualam itu dan membuka penutupnya.
"Boenpwee tidak gemar minum arak."
"Bagus kalau begitu kau kurangi saja minum arak."
Ia tuang isi botol pualam itu sebanyak tiga tetes ke dalam cawan Siauw Ling.
Melihat isi botol tadi paling banyak hanya enam kati arak Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya, "Walaupun aku tidak doyan minum arak tapi kalau suruh minum arak satu botol itu rasanya tidak akan mabok orang ini benar2 tidak pandang sebelah matapun terhadap diriku masa aku hanya diberi tiga tetes arak saja...."
Tampak Pak Thian Coencu memenuhi cawan Chee Toa Nio dengan setengah cawan arak kemudian menuang setengah cawan pula dalam cawan sendiri.
Setelah itu sambil angkat cawan sendiri katanya, "Mari2 kita coba arak teratai salju mabok selaksa hari dari loohu ini."
Siauw Ling angkat cawannya bermaksud sekali teguk menghabiskan isi cawannya tapi sewaktu melihat Pak Thian Coencu hanya meneguk setetes saja hatinya jadi bergerak.
"Arak ini disebut arak teratai salju mabok selaksa hari aku juga tentu termasuk sebangsa arak yang bersifat keras" pikirnya dihati. "Baiklah akupun akan mencicipi setetes dahulu."
Setelah berpikir demikian iapun meniru cara sirasul dari langit utara meneguk setetes isi cawannya.
Begitu tadi arak itu masuk kemulut segera timbullah bau harum yang keras dan panas langsung menyerang ke dalam pusar.
"Keponakan Chee!" terdengar Pak Thian Cungcu menegur sambil tertawa. "Kalau kau tidak kuat dengan pengaruh arak jangan kau habiskan isi cawan tersebut nah cobalah bagaimana rasanya beberapa macam masakan itu!"
Bersambung ke jilid 8
Bayangan Berdarah
Karya: Wo Lung-shen
JILID 8
Ia letakkan cawan sendiri kemeja, lalu menyodorkan ketiga mangkok berisikan masakan itu kehadapan sang pemuda.
Pada mangkok yang pertama berisikan selapis benda berwarna putih salju lapisan itu mirip dengan minyak babi yang telah membeku dalam mangkok.
Pada mangkok yang kedua berisi tiga buah bulatan berwarna merah tawar, kecuali warnanya sangat aneh bentuknya mirip dengan kentang.
Sedang pada mangkok yang ketiga berisikan kuah kental berwarna hijau tua, entah berisikan benda apakah dibalik kuah itu.
Sambil angkat sumpit kembali Pak Thian Coen cu berkata, "Keponakan Chee Siauw li sudah lama menanti kedatanganmu diruang belakang ayoh cepat cicipi masakan ini."
Ia segera menggerakkan sumpit sambil menuding mangkok pertama katanya, "Mangkok ini berisi telapak beruang seribu tahun keponakan Chee silahkan."
Siauw Ling mengambil sesendok dan dimasukkan ke dalam mulut rasanya betul2 lezat sehingga tak terasa ia berpikir, "Pak Thian Coen cu betul2 seorang manusia yang pintar merasakan nikmatnya masakan...."
Sambil menuding bulatan2 merah yang ada dalam mangkok kedua kata Pak Thian Coen cu lagi, "Ini yang dinamakan Cing Ceng Soat Lian cu keponakan Chee silahkan mencicipi sebutir...."
Siauw Ling menggerakkan sumpitnya mengambil sebutir bulatan itu dan dimasukan ke dalam mulut sebelum ia telan mendadak terdengar suara langkah kaki berkumandang datang.
Dari balik kabut dupa yang tebal perlahan-lahan muncul seorang nona berbaju putih.
"Siang Soat apa maksudmu datang kemari?" tegur Pak Thian Coen cu dingin.
Dengan penuh rasa hormat Siang Soat menjura.
"Budak mendapat perintah untuk mengundang Chee Kongcu."
Agaknya Pak Thian Coen cu menaruh rasa sayang terhadap putrinya dia segera mendehem dan berpaling ke arah Siauw Ling.
"Ilmu memasak dari Siauw li lebih hebat beberapa kali lipat dari kepandaian para koki istana es. Aku rasa ia tentu sudah memperhatikan hidangan untuk keponakan Chee bagaimana kalau kau pergi mengunjungi dirinya."
Perlahan-lahan Siauw Ling mengambil keluar Soat Lian cu dari mulutnya dan berpaling ke arah Chee Toa nio.
Chee Toa nio tersenyum.
"Sewaktu kau berjumpa dengan Kuncu tempo dulu usiamu masih sangat kecil tidak nyana Kuncu masih memikirkan dirimu hingga sekarang ayoh cepat menemui Kuncu apa yang kau nantikan lagi duduk termangu2 disana."
Dengan perasaan apa boleh buat Siauw Ling bangun berdiri dan berlalu mengikuti Siang Soat.
Setelah keluar dari ruang besar berkabut tebal dan menerobosi dua buah halaman besar sampailah mereka di dalam sebuah ruang kecil mungil tapi amat indah bentuknya.
Seorang dara bergaun merah keperak2an duduk diatas sebuah kursi ditengah ruangan kepalanya tertunduk rendah membawa beberapa bagian perasaan malu menanti Siauw Ling dengan dipimpin Siang Soat telah tiba di dalam ruangan ia masih menunduk.
Siang Soat segera berbisik disisi telinga Siauw Ling, "Dialah Kuncu kami ia sudah lama menantikan dirimu dalam ruangan ini nah cepat hunjuk hormat."
Habis berkata dengan genit ia mengerling sekejap ke arah sang pemuda kemudian buru-buru berlalu dari ruangan tersebut.
Kini dalam ruang kecil yang indah dan mungil tinggal Siauw Ling serta si dara berbaju merah itu dua orang masing-masing duduk saling berhadapan tanpa seorangpun yang bukan suara terlebih dahulu.
Walaupun beberapa kali Siauw Ling bermaksud memecahkan kesunyian yang mencekam tapi ia sama sekali tiada bayangan apapun terhadap peristiwa yang pernah tempo dulu karena itu pemuda ini merasa bingung harus membuka pembicaraan dari mana.
Suasana hening selama seperminum teh lamanya akhirnya si dara berbaju merah itu buka suara terlebih dahulu.
"Berkat rahmat Thian, cayhe baik2 saja moga2 Kuncupun demikian."
"Chee Siangkong masih ingatkah kau akan peristiwa yang terjadi tempo dulu."
Kena ditanya soal tempo dulu Siauw Ling termangu2 dengan bimbang dia pandang gadis tersebut dengan mendelong.
"Chee Siangkong kenapa kau tidak bicara? apa kau sudah lupa?" sambung dara berbaju merah itu lebih lanjut.
"Kuncu lama berdiam dalam istana es yang jauh dari Tionggoan dalam kemewahan yang berlimpah sedang cayhe tidak lebih hanya seorang gelandangan" kata Siauw Ling sambil menyeka keringat yang mengucur keluar makin deras.
"Aaaach....kiranya disebabkan perbedaan tingkat kau malu bicara" tukas si dara sambil tersenyum. "Aku masih mengira kau sudah melupakan sumpah kita tempo dulu....?"
"Ooouw....akhirnya berhasil kujawab juga pertanyaan yang paling sukar ini" diam2 Siauw Ling menghembuskan napas panjang.
Terdengar si dara berbaju merah itu melanjutkan kembali kata2nya, "Waktu itu walaupun kita masih anak kecil yang tidak tahu urusan tapi terhadap pembicaraan yang pernah kita lakukan dahulu tak terlupakan hingga kini mengikuti bertambahnya usia, ingatan tersebut semakin nyata."
Perlahan 2 dia mendongak memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu tambahnya, "Ternyata wajahmu jauh lebih tampan dari apa yang kupikir dalam hati selama ini."
Sepasang pipinya berubah merah dengan perasaan jengah ia mengerling kemudian menunduk.
Sejak memasuki ruangan Siauw Ling belum pernah memandang sekejappun ke atas wajah dara berbaju merah itu. Kini setelah sepasang mata bertemu ia baru merasa bahwa dara yang berasal dari istana es ini mempunyai kecantikan yang luar biasa.
Tampak alisnya melentik sepasang mata bening berkaca, hidungnya mancung dengan bibir yang kecil sungguh mempesonakan sekali.
Dengan malu2 gadis itu tertawa ujarnya lagi, "Beberapa kali aku mendesak Tia untuk membawa kau untuk mengunjungi istana es di Pak Hay tapi setiap kali ia melupakan hal ini. Haaaai karena urusan ini aku harus beberapa kali menangis dan ribut akhirnya Tia baru membawa aku mendatangi daratan tionggoan untuk mendatangi kau."
Agaknya ia dibikin mabok oleh kenangan lama setelah berpikir sebentar sambungnya, "Ketika kita bermain2 dibelakang istana es tempo dulu kau minta aku jadi pengantin perempuan aku terus tidak mau dan akhirnya kau jengkel dan terus menangis. Setelah melihat kau aku baru menyetujui aaai walaupun kejadian ini sudah berlangsung beberapa tahun yang silam serasa barusan terjadi didepan mata saja."
Kali ini Siauw Ling dibikin gelagapan sampai tidak dapat mengucapkan sepatah katapun terhadap kejadian tempo dulu pemuda ini sama sekali tidak tahu.
Walaupun dara berbaju merah itu mengucapkan dengan begitu mempesonakan begitu kesengsem namun bagi Siauw Ling hanya kosong dan putih bagaikan kertas kosong.
Untung dara berbaju merah itu tidak sampai menunggu jawaban dari sang pemuda telah menyambung kembali, "Entah apa sebabnya selama banyak tahun ini aku selalu dikesalkan oleh kenangan indah yang terjadi tempo dulu. Aaaai apakah kau juga berperasaan seperti apa yang kupikirkan."
Siauw Ling merasa benaknya kacau tak terpikirkan olehnya barang sepatah kata jawabanpun.
"Eeeeei....kenapa kau tidak berbicara?" tegur si dara berbaju merah itu dengan suara halus.
"Kuncu...." Siauw Ling mendehem.
"Jangan memanggil aku dengan sebutan Kuncu" tukas gadis itu dengan cepat.
"Lalu kau suruh aku memanggil dirimu dengan sebutan apa?"
"Seperti kita masih kecil aku memanggil kau dengan sebutan saudara Giok dan kau sebut aku dengan nama yang dahulu saja."
"Dia panggil aku dengan sebutan adik Giok" diam2 pikir Siauw Ling dengan hati cemas. "Ini membuktikan usianya jauh lebih tua dari pada Chee Giokaku seharusnya panggil dia enci, tetapi enci apa siapa namanya apalagi aku Siauw Ling tidak pernah kenal dengan dia mana boleh panggil gadis ini sebagai enci?"
Pikiran ini bagaikan roda berputar ribuan kali dalam benaknya sekalipun begitu belum juga ia peroleh jawaban yang tepat.
"Eeei kenapa?" dara berbaju merah itu berseru lagi sambil mengedipkan matanya. "Apakah kau lupa dengan namaku?"
Siauw Ling tertawa jengah.
"Tidak salah untuk sesaat cayhe lupa dengan nama Kuncu."
"Jadi selama banyak tahun ini kau belum pernah teringat akan diriku?" seru dara berbaju merah itu dengan air muka berubah.
"Benarkah cucu Chee Toa nio yang lenyap masih merindukan dirinya aku tidak tahu" pikir Siauw Ling dalam hati. "Bagaimana aku boleh mewakili orang lain untuk memberi jawaban atas pertanyaan yang menyulitkan ini...."
Karena dalam hati berpikir demikian tak terasa perasaan itu muncul dalam wajahnya alis berkerut air muka penuh diliputi oleh kemurungan yang tebal.
Diatas selembar wajah dara berbaju merah yang dingin tersungginglah suatu senyuman yang penuh kesedihan ujarnya lambat2, "Selama banyak tahun ini apakah kau telah jatuh cinta dengan perempuan lain?"
"Tidak" jawaban dari Siauw Ling ini meluncur keluar tanpa ia sadari.
Seketika itu juga kemurungan yang meliputi wajah si dara berbaju merah tersapu bersih ia tertawa hambar.
"Jadi kau merasa kedudukan Tia terlalu tinggi dalam dunia persilatan sehingga kau merasa rendah diri dan malu."
"Soal ini....soal ini...."
"Tidak usah ini itu lagi ibu paling sayang diriku dan Tia selama ini selalu mendengarkan perkataan ibuku sekembalinya ke dalam istana es biarlah aku suruh ibu memerintahkan Tia membawa kau pulang keistana es kemudian biar Tia menurunkan seluruh kepandaian silatnya kepadamu dikemudian hari kau yang menggantikan Tia menjabat sebagai ciangbunjien istana es...."
"Jangan....jangan...." Siauw Ling jadi cemas dan berseru kalang kabut.
"Siapa yang bilang tidak boleh aku pasti akan melakukan hal ini untukmu...."
Ia merandek sejenak tanpa memberi kesempatan kepada Siauw Ling untuk bicara ia sudah mendahului kembali, "Sudahlah kita jangan membicarakan urusan ini lagi coba kau lihat wajahku sekarang kalau dibandingkan dengan dahulu lebih jelek atau lebih cantik?"
"Kuncu berwajah cerah kecantikannya tiada tandingan dikolong langit...."
"Nah....nah kau panggil aku dengan sebutan Kuncu lagi apakah kau tak bisa memanggil dengan namaku?"
"Siapa yang tahu siapa namamu...." pikir Siauw Ling dalam hati, untuk beberapa waktu ia gelagapan.
Dengan sedih dara berbaju merah itu menghela napas panjang.
"Adik Giok apakah kau sudah betul2 lupa siapakah namaku?"
"Waaaah....waaaah bahaya" pikir Siauw Ling dengan hati gelisah. "Kalau begini terus rahasiaku bisa terbongkar lebih baik aku cari alasan untuk mohon diri...."
Sewaktu ia pamit mendadak muncul seorang dayang berbaju putih masuk ke dalam ruangan dengan membawa nampan kumala diatas nampan terdapat dua cawan terpaksa ia bersabar dan bungkam.
"Chee Siankong silahkan minum teh" ujar dayang berbaju putih itu sambil menggusurkan cawan air teh itu ketangan sang pemuda.
Siauw Ling segera menerima cawan itu dan diletakkan diatas meja sedang ia sendiri buru-buru bangun dan memberi hormat.
"Eeeeei Chee Tiankong sejak kapan kau belajar adat istiadat bau macam begini?" goda sipelayan sambil tertawa cekikikan.
Mendadak terdengar dara berbaju merah itu menghela napas panjang.
"Aaaaai....sewaktu bermain diistana es dilautan utara tempo dulu ia selalu memanggil aku dengan sebutan Kuncu. Aaaai bagaikan terhadap orang asing saja."
"Tempo dulu baik kau maupun aku masih bocah yang tidak tahu urusan" buru-buru Siauw Ling membela diri sendiri. "Dan kini kita semua sudah tumbuh jadi dewasa sudah tentu antara lelaki dan perempuan ada batas2nya."
Dayang berbaju putih itu melirik sekejap ke arah mereka berdua akhirnya sambil tersenyum diam2 mengundurkan diri dari sana.
Sepeninggalnya dayang tadi senyuman yang semula menghiasi bibir dara berbaju merah itu lenyap tak berbekas dan sebagai gantinya hawa amarah menghiasi wajahnya.
Agaknya gadis ini makin dipikir makin kesal dan marah mendadak ia sambar cawan pualam yang ada dimeja dan dibantingnya ke atas tanah.
Praaaak cawan tadi hancur berkeping2 sedang air teh muncrat membasahi seluruh badan Siauw Ling.
Sebetulnya waktu itu Siauw Ling lagi memikirkan satu cara yang baik untuk mohon diri sehingga rahasianya tidak sampai bocor mendengar suara pecahan cawan pemuda ini jadi tertegun dan meloncat kaget.
Segera ia berpaling tampak olehnya dengan wajah penuh kegusaran sepasang mata dara berbaju merah itu memancarkan cahaya tajam agaknya ia hendak marah2.
Rasa kaget yang menyerang pemuda tersebut kali ini tak tertahan lagi pikirnya, "Demi aku Chee Toa Nio tiada sayang2nya mengikat permusuhan dengan para enghiong hoohan dikolong langit tujuannya tidak lebih hanya meminta aku suka menyaru sebagai cucunya Chee Giok untuk menghadiri perjamuan ini siapa sangka dibalik kejadian tersebut sebenarnya tersangkut pula suatu kisah cinta yang berbelit2 setelah aku menyanggupi untuk pikul kesemuanya ini ada baiknya menyelesaikan dulu persoalan ini sampai akhir bilamana sampai terjadi hal2 yang tidak menyenangkan bukankah yang terkena adalah Chee Toa Nio sendiri?"
Karena berpikir demikian pikirannya terluka dan sambil tersenyum ia berpaling ke arah gadis berbaju merah itu.
"Peng jie apakah kau marah padaku?"
"Siapa yang suruh kau panggil aku Peng jie? aku apamu? kau anggap dirimu sesuai untuk panggil aku dengan sebutan Peng jie?" karena masih mendongkol dara berbaju merah itu marah2.
Kena disemprot dengan kata2 yang tajam Siauw Ling kembali dibikin kelabakan sehingga kebingungan dan bungkam.
"Aku tidak ingin kau menyanjung2 dan cari muka dengan diriku" maki gadis itu lebih lanjut. "Melihat aku marah hatimu ketakutan lantas mau merayu diriku? Hmm dalam hati sejak semula sudah tidak teringat dengan diriku omongan mesra palsu tidak sudi kudengarkan lagi."
Melihat gadis itu masih marah2 Siauw Ling menghela napas panjang.
"Kuncu untuk sementara waktu aku berharap kau jangan marah2 dulu bagaimana kalau dengarkan dulu sepatah dua patah kata cayhe?"
"Aku tidak mau dengar kau cepat gelinding pergi dari sini...." jerit dara berbaju merah itu dengan suara yang melengking.
Melihat sepasang matanya memancarkan cahaya penuh napsu membunuh dan agaknya ingin turun tangan Siauw Ling terpaksa bangun berdiri seraya menjura.
"Jikalau Kuncu begitu benci diriku cayhe lebih baik mohon diri sampai disini saja."
Sembari putar badan ia berlalu.
"Berhenti" mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang bentakan gusar dari gadis itu.
Terpaksa Siauw Ling putar badan.
"Kuncu ada petunjuk apa lagi?" tanyanya sambil menjura.
"Apa yang hendak kau katakan tadi?"
"Cayhe sama sekali bukan Chee Giok oleh karena itu sama sekali tidak tahu peristiwa yang pernah terjadi tempo dulu hal ini membuat Kuncu bersedih hati...."
"Kau bukan Chee Giok? lalu siapa kau?" jelas gadis ini dibikin melengak dengan berita tersebut.
"Cayhe Siauw Ling."
"Siauw Ling....Siauw Ling...."
"Tidak salah cayhe telah mendapat budi pertolongan dari Chee Toa Nio maka dari itu aku sanggupi permintaannya untuk menyaru sebagai cucunya Chee Giok yang lenyap tak berbekas...."
Ia merandek dan menghela napas panjang tambahnya, "Pada mulanya Chee Toa Nio sama sekali tidak pernah menceritakan kisah cinta antara Chee Giok dengan dirimu kalau sejak dulu cayhe tahu akan kejadian seperti ini tentu saja tak akan kuterima permintaannya...."
"Kenapa?" timbrung si dara berbaju merah itu tiba-tiba.
"Cinta kasih seseorang adalah suatu kejadian yang amat penting cayhe menyaru sebagai Chee Giok sehingga mendatangkan salah tanggapan dari nona sebagai sahabat karib bila aku mengaku terus menerus bukankah tindakanku ini merupakan suatu perbuatan dosa yang amat besar."
Dari sepasang mata dara berbaju merah itu segera memancarkan cahaya penuh hawa napsu membunuh.
"Setelah mengetahui perbuatan suatu perbuatan dosa kau tahu apa yang harus kau lakukan?"
"Menurut pendapat nona?" sahut Siauw Ling tertegun.
"Nama baik seorang gadis serta kesuciannya lebih penting dari kematian kau menyaru sebagai Chee Giok mengakibatkan kesucianku menderita kerugian besar dikemudian hari mungkin saja kau bisa berbangga dengan orang lain dengan mengatakan Kuncu dari istana es lautan utara pernah berbuat demikian dengan kau coba pikir kau suruh aku bagaimana punya muka untuk tancapkan kaki lagi dalam dunia...."
"Kalau aku seorang she Siauw adalah manusia rendah macam itu aku tak akan mengaku kalau aku sedang menyaru nama orang lain."
"Hmm kendati kau licik bagai rase dan pintar putar balik omonganpun aku tak akan percaya kepadamu kecuali kau segera gorok leher bunuh diri."
"Seorang lelaki sejati tak akan jeri terhadap suatu kematian" ujar Siauw Ling sambil menghembuskan napas panjang. "Kalau nona merasa aku orang she Siauw telah menghina dirimu dan menginginkan jiwaku aku rela saja menuruti omonganmu tapi dalam keadaan dan waktu seperti ini aku tak boleh mati."
"Bagi seorang makhluk manusia persoalan yang paling dibenci paling menyiksa batinnya adalah suatu kematian pepatah mengatakan dari dulu hingga kini manusia tak terhindar dari suatu kematian kalau soal matipun aku tidak takut persoalan apa yang tak dapat kau utarakan?"
"Manusia mati meninggalkan nama burung lewat meninggalkan suara walaupun aku Siauw Ling tidak berharap namaku tetap harum seratus keturunan kemudian akupun tidak ingin meninggalkan nama busuk selaksa tahun kemudian kalau nona percaya kepada aku Siauw Ling harap kau suka memberi kebebasan kepadaku selama beberapa tahun agar aku bisa membersihkan diri dari segala fitnaan serta nama busuk dalam dunia persilatan setelah aku tentu akan datang menyerahkan diri menanti keputusan hukuman dari nona."
"Ehmm walau apa yang kau ucapkan sangat menarik hati tapi sayang aku tak bisa percaya."
Alis Siauw Ling langsung melentik sepasang matanya memancarkan cahaya tajam katanya dengan nada serius, "Sekalipun nona percaya harus percaya tidak percayapun harus percaya. Maaf aku mohon diri terlebih dahulu."
Selesai berbicara ia putar badan dan berjalan dengan langkah besar.
Mendadak bayangan manusia berkelebat didepan mata, tanpa meninggalkan sedikit suarapun tahu2 dara berbaju merah itu sudah melewati dirinya dan menghadang didepan tubuh.
"Nona sungguh indah gerakan badanmu" puji Siauw Ling sambil mundur dua langkah ke belakang.
"Dikolong langit siapa yang tak kenal dengan ilmu langkah Chiet Hoan Poh atau tujuh langkah setan dari istana es yang telah menggetarkan sungai telaga apa perlunya kau memuji lagi."
Beberapa kali Siauw Ling ketanggor batunya marah juga dibuatnya diam2 pikirnya, "Karena merasa bersalah maka setiap kali aku bersikap mengalah kepadamu kalau kau tidak juga tahu diri. Hmm jangan salahkan akupun akan berlaku kasar."
Tak tertahan lagi ia tertawa dingin.
"Cukup kudengar dari namanya tujuh langkah setan sudah dapat kuketahui kalau ilmu tersebut bukan dari aliran lurus."
"Oooouw....jadi kau ingin coba?" teriak dara berbaju merah itu gusar.
"Tentu saja" sahut Siauw Ling sambil melirik hawa murninya dari pusar mengelilingi seluruh badan.
Walaupun diluaran ia bicara sangat enteng padahal dalam hati sama sekali tidak berani memandang enteng ilmu langkah yang dimiliki gadis berbaju merah ini diam2 ia sudah melakukan persiapan.
Tampak si dara berbaju merah itu menggerakkan badannya yang langsing lalu berputar dua kali mendadak badan gadis tadi lenyap sebagai gantinya muncul dua sosok bayangan merah yang datang menyerang dari dua jurusan yang berlawanan.
Melihat kehebatan ilmu tersebut Siauw Ling baru merasa terperanjat.
"Aaaakh kiranya ilmu tujuh langkah setan mempunyai keistimewaan dalam hal ini" serunya.
Karena tidak tahu harus menyerang arah mana yang benar terpaksa sepasang telapak tangannya bersama2 didorong kedepan menghajar dua sosok bayangan manusia tersebut.
Mendadak terlihat bayangan tadi mundur ke belakang meloloskan diri dari datangnya serangan bayangan tubuh lenyap tak berbekas dan sebagai gantinya muncullah sinona berbaju merah itu kurang lebih empat lima depa dari hadapan sang pemuda.
Terdengar gadis tadi tertawa cekikikan dari tempatnya berdiri.
"Bagaimana dengan ilmu tujuh langkah setan itu?" godanya manja.
"Hmm menggunakan ilmu sesat melamurkan pandangan orang tidak terhitung suatu ilmu silat yang lihay."
"Setelah kuciptakan badanku jadi dua sosok bayangan dan menyerang kau dari dua jurusan yang berlawanan bagaimana kau bisa tahu mana yang asli dan mana yang palsu? jangan asal buka suara saja menghina ilmu silat orang."
"Hmm gampang sekali aku bisa gunakan sepasang telapakku untuk menyerang kedua belah jurusan secara berbareng."
"Kelihayan dalam ilmu tujuh langkah setan tidak terbatas sampai disitu saja bagaimana kalau aku menciptakan tiga sosok bayangan untuk menyerang kau secara berbareng?"
"Disamping sepasang telapak aku masih punya kaki untuk melancarkan tendangan."
"Dan bilamana aku menyerang dengan empat sosok bayangan manusia?"
"Aku masih punya sepasang tangan dan sepasang kaki."
"Kalau aku menciptakan diri jadi lima sosok bayangan manusia sekaligus...." desak dara itu tak mau kalah.
"Dalam soal ilmu kepandaian silat tidak akan segampang apa yang kau bicarakan barusan" tukas Siauw Ling dengan cepat. "Cayhe duga nona sendiripun susah untuk menciptakan diri jadi empat sosok bayangan manusia sekaligus."
"Aaaai....aku tak bisa tapi ayahku bisa ia dapat menciptakan diri jadi lima sosok bayangan manusia" gadis itu menghela napas panjang.
"Ilmu silat aliran sesat tak perlu diherankan lagi sekalipun bisa menciptakan diri jadi tujuh sosok bayangan apa lucunya."
"Sebenarnya ilmu langkah ini bukan ilmu sesat kepandaian ini hanyalah kepandaian ilmu langkah yang maju mundurnya mengikuti jalan kecepatan berputar asal langkah ini bisa dilatih hapal ditambah pula dengan kecepatan berputar maka seseorang akan berhasil menciptakan diri jadi beberapa sosok badan. Kalau kau tidak paham yaa sudahlah jangan banyak bicara apa maksudmu mengatakan bahwa ilmu tersebut sebagai ilmu sesat, hati2 kalau Tia ikut mendengar badanmu pasti akan dilumat sampai hancur."
"Heeee....heee....heee ilmu tujuh langkah setan ayahmu mungkin memang sangat lihay" seru Siauw Ling tertawa dingin. "Tapi belum tentu bisa melumat aku orang she Siauw sampai hancur lebur."
"Oooouw,,,jadi kau belum percaya bahwa ayahku jauh lebih hebat dari dirimu?" teriak si dara berbaju merah itu sangat gusar. "Nah bagaimana kelihayanku?"
Badannya menubruk kedepan melancarkan serangan.
Gerakan tubuhnya sangat cepat tampak bayangan merah berkelebat lewat telapak tangan gadis itu tahu2 sudah tiba didepan dada Siauw Ling pemuda itu segera melayangkan tangan menangkis lalu balas mengirim sebuah serangan.
Demikianlah dalam ruangan segera berlangsung suatu pertarungan sengit yang saling berusaha merebut posisi yang menguntungkan perubahan telapak maupun jari tangan dilakukan dengan secepat-cepatnya dan setelengas mungkin.
Beturut2 Siauw Ling berebut menyerang sebanyak dua puluh jurus tapi ia sama sekali tak berhasil menguasai pihak lawan. Saat inilah ia baru percaya apabila ilmu tujuh langkah setan yang dimiliki gadis ini benar2 merupakan ilmu silat dahsyat.
Karena terbukti walaupun berada dalam desakannya yang gencar dara itu sama sekali tak mundur satu langkah atau menghindar satu juruspun.
Sebaliknya si dara berbaju merah itupun dibikin kaget oleh kelihayan ilmu silat Siauw Ling pikirnya, "Omongan orang ini terlalu membual sikapnya sombong dan jumawa ternyata bukan lagi mengibul kosong dia benar2 punya sedikit kepandaian yang boleh diandalkan...."
"Peng jie" mendadak terdengar sebuah teguran berat berkumandang datang. "Kalian sedang saling menjajal kepandaian silat atau lagi melakukan suatu perkelahian sungguh2?"
Mendengar teguran itu sambil tertawa dara berbaju merah itu segera menarik kembali serangannya dan mundur ke belakang.
"Aku sedang mencoba kepandaian yang dimiliki Giok heng" jawabnya.
Siauw Lingpun mendongak tampak olehnya Pak Thian Coen cu serta Chee Toa nio berdiri berbareng saat itu mereka sedang memandang dirinya serta sang dara berbaju merah dengan terpesona.
Jelas si kakek tua ini sama sekali tidak berhasil dikelabui oleh ucapan anak gadisnya kepada wajahnya penuh diliputi kecurigaan.
Lain halnya dengan Chee Toa Nio agaknya ia sudah mengerti kalau kedua orang itu bukan sedang menjajal ilmu air mukanya berubah hebat sebentar ia kelihatan kaget sebentar lagi merasa gusar perasaannya susah diraba pada saat ini.
Selama ini perempuan tua tersebut memahami jelas bagaimanakah watak dari Pak Thian Coen cu sekali berbuat salah dia tak akan memperdulikan kawan lama atau bukan begitu turun tangan segera cabut jiwa orang itu.
"Kiranya Giok heng adalah seorang jago yang memiliki kepandaian silat lihay kalau bukan aku yang mendesak dirinya mungkin sekarangpun aku masih belum tahu kalau memiliki kepandaian yang lihay."
Dalam pembicaraan tersebut ia berjalan mendekati Siauw Ling kemudian menggandeng tangannya untuk diajak masuk ke dalam ruangan.
Menanti bayangan punggung kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan Pak Thian Coen cu baru berkata lambat2, "Hujien cucumu sebenarnya memperoleh didikan ilmu silat dari siapa saja?"
"Kecuali memperoleh ilmu silat warisan keluarga iapun pernah menerima beberapa petunjuk dari beberapa orang loocianpwee sehingga pelajaran yang ia pelajari sangat kacau karena urusan inilah pernah beberapa kali aku menasehati dirinya agar jangan terlalu banyak mencampur adukkan ilmu silat yang dipelajari seharusnya ia pilih beberapa macam ilmu silat yang bagus untuk dilatih dengan rajin sehingga memperoleh kemajuan yang pesat tapi...."
"Menurut pengawasan loohu" tukas Pak Thian Coen cu tiba-tiba. "Bukan saja cucumu memperoleh petunjuk dari jago-jago lihay bahkan ilmu silatnya sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan walaupun loohu belum berhasil menyelidiki keseluruhannya tapi aku percaya sepasang mataku belum pernah salah melihat...."
Mendengar ucapan itu diam2 Chee Toa Nio merasa terkesiap tapi diluaran ia tetap tersenyum.
"Kalau Coen cu dapat melihat keberhasilan cucuku dalam hal ilmu silat ini berarti suatu hal yang patut digirangkan oleh kelurga Chee kami."
"Oleh karena itu loohu berani ambil kesimpulan bahwa ilmu silat yang dimilikinya bukan hasil pelajaran darimu" sambung Pak Thian Coen cu lebih lanjut dengan nada dingin.
"Aku mengundurkan diri dari keramaian Bulim dan hidup terpencil tidak lebih disebabkan bocah ini ditambah pula beberapa orang sahabat karib ayahnya semasa hidup sangat menyukai bakatnya sering mereka datang berkunjung kegubuk untuk memberi petunjuk ilmu silat kepadanya ada kalanya hanya tiga hari ada kalanya sampai beberapa bulan mereka baru pergi aku yang mengerti mereka tidak membawa maksud jahat sama sekali tidak melarang perbuatan mereka2 itu."
"Oooouw....kiranya begitu tidak aneh kalau ilmu pukulan ilmu totokan yang digunakan cucumu sama sekali berlainan dengan ilmu silat aliran keluarga Chee kalian."
"Yang lebih aneh lagi" sambung Chee Toa Nio lebih lanjut. "orang2 itu hanya suka memberi pelajaran ilmu silat kepadanya tapi tak menyetujui untuk angkat dia sebagai muridnya."
"Itulah sebabnya mereka tahu diri sendiri tak mampu untuk menjadi gurunya."
"Aaaakh....Coen Cu terlalu memuji menurut pandanganku hal ini kemungkinan sekali disebabkan tingkatan kedudukan orang yang berhubungan dengan kami kebanyakan merupakan tingkatan yang sama dengan ayahnya kalau sampai terima dirinya sebagai murid bukankah sebutan akan kacau balau tidak keruan?"
"Di dalam Bulim tiada perbedaan mana yang tua mana yang muda siapa yang mencapai tingkat kesempurnaan terlebih dahulu ialah yang tertinggi pendapat loohu jauh berbeda dengan pandangan Toa Nio. Orang2 itu tidak suka menerima cucumu sebagai murid hal ini disebabkan mereka tahu diri dari gerakan badan yang lincah serta serangan yang mantap dari cucumu sewaktu tadi bergebrak melawan Siauw li loohu rasa ilmu silatnya sudah boleh disebut mencapai puncak kesempurnaan."
"Aaaakh kau hanya meninjau dari jalannya jurus serangan belaka" tukas Chee Toa Nio sambil tertawa. "Hanya berdasarkan hal itu saja mana kau boleh mengambil suatu perbandingan yang demikian mantap?"
"Jika ia tidak memiliki kepandaian silat yang mencapai puncak kesempurnaan aku rasa sejak semula sudah kena dirubuhkan oleh Siauw li...."
"Oooouw kiranya begitu...."
Tidak menunggu Chee Toa Nio menyelesaikan kata2nya Pak Thian Coen cu sudah menyambung kembali, "Ilmu silat yang dimiliki Siauw li telah memperoleh seluruh kepandaian yang dimiliki loohu yang kurang hanyalah belum mencapai puncak kesempurnaan Pak Hay Ciang Hoat maupun Pak Hay Cian Hoat paling mengutamakan serangan yang gencar dan apa yang loohu lihat tadi rasanya Siauw li telah mengeluarkan seluruh tenaga."
"Tapi kepandaian silat putrimu jauh lebih hebat dari ilmu silat cucuku" kembali perempuan ini menukas.
"Kalau ia tidak memiliki kepandaian silat lihay mengapa kepandaian silat keponakan Chee bisa begitu mantap kendati kena diserang oleh Siauw li dengan bermacam2 perubahan dapat memecahkannya satu per satu inilah yang menyebabkan loohu timbul rasa curiga di dalam hati."
Perlahan-lahan ia berpaling sepasang matanya dengan memancarkan cahaya yang menggidikkan melototi wajah Chee toa Nio tak berkedip.
"Yang datang benarkah keponakan Chee?"
"Dikolong langit ada manusia siapa yang sudi menyaru seorang boanpwee macam dia."
"Dengan diri keponakan Chee rasanya loohu sudah beberapa kali bertemu muka karena tadi tiada pikiran aku tidak memperhatikan terlalu cermat kini setelah kuingat kembali rasanya Chee Giok yang ada dalam pandangan loohu jauh berbeda dengan orang ini aku rasa banyak perbedaan terdapat pada diri mereka."
"Aku rasa seorang bocah yang masih kecil sering terjadi banyak perubahan. Putrimu pun jauh berbeda dengan apa yang berada dalam ingatanku."
"Bukan itu yang loohu maksud! aku gemar mempelajari ilmu perbintangan maupun ilmu raut muka yang tersisa dalam ingatan Loohu soal keponakan Chee bukan raut wajahnya melainkan bakat serta sikapnya."
"Sewaktu cucuku berjumpa dengan Coen cu waktu itu usianya tidak lebih baru sepuluh tahun" tukas perempuan she Chee ini cepat. "Wajahnya itu masih kekanak2an bagaimana bisa kita ketahui sikapnya."
"Tapi aku rasa bakat serta susunan tulangnya tak bakal berubah bukan?"
Chee Toa Nio kontan merasakan hatinya tergetar keras pikirnya, "Orang ini bukan saja memiliki kepandaian silat yang sangat lihay iapun teliti sekali banyak persoalan yang tak pernah kuduga ia bisa berpikir sampai disana.... setelah kini menjumpai hal yang mencurigakan ia lantas mendesak terus menerus aku harus berhati2."
Sewaktu ia sedang berpikir terdengar Pak Thian Coen cu telah berkata kembali, "Hujien, dapatkah kau panggil keponakan Chee datang kemari agar loohu bisa memeriksa dirinya dengan teliti."
Sewaktu Chee Toa Nio ada maksud menampik dengan kata2 halus kebetulan pada waktu itu Siauw Ling serta si dara berbaju merah ini melangkah datang lambat2.
Melihat munculnya pemuda itu tidak menunggu Chee Toa Nio buka suara Pak Thian Coen cu sudah mendahului, "Keponakan Chee mari datanglah kemari Loohu ada beberapa pertanyaan hendak kutanyakan kepadamu."
Diam2 Chee Toa Nio merasa sangat terperanjat melihat tindakan dari Pak Thian Coen cu ini sebenarnya ingin sekali ia memberi tanda kepada pemuda itu tapi karena iapun tahu sirasul sakti dari langit utara ini sangat cermat maka dia batalkan maksudnya berbuat demikian.
"Eeeei....Tia memanggil dirimu" terdengar dara berbaju merah itu menjawil ujung baju Siauw Ling.
"Aaaai entah apa maksudnya memanggil aku?" sembari bergumam Siauw Ling melangkah kedepan.
Sepasang mata gadis berbaju merah itu dengan tajam melototi wajah ayahnya sedang ia sendiri mengikuti dari belakang Siauw Ling dalam jarak tujuh delapan depa.  

Bayangan Berdarah (Wo Lung Shen)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu