Awake

2.8K 256 3
                                    

Seseorang yang melihatku pasti mempunyai kesan yang bagus. Paras yang cantik, berpakaian mewah, rumah megah, otak cerdas. Jika orang itu melihatku lebih dalam, ada 2 kemungkinan yang akan orang itu lakukan.

Tetap berfikir aku gadis beruntung dan menerima apa adanya atau meninggalkanku begitu saja menganggap pertemuan kita tak akan pernah terjadi.

Kemungkinan pertama terdengar mustahil. Aku tinggal di negara dimana orang yang sepertiku hanya dianggap sebagai cacian. Beberapa orang beranggapan, bertemu denganku adalah suatu ke sialan.

Apa yang bisa di lakukan gadis sepertiku?

Mengadu kepada orang tuaku yang memiliki wewenang di perusahaan terkenal tak cukup membantu. Percuma saja jika aku hanya mendapat perhatian fana. Lagipula ada adikku yang lebih baik dari aku, mereka lebih memilih dia pastinya.

Memuji jika di depanku. Mencela jika aku berlalu. Ketika tertangkap basah hanya sekedar minta maaf. Tentu saja tak sebanding dengan sakit yang kuterima. Sekali lagi, apa yang bisa dilakukan oleh gadis tak berguna sepertiku?

"Kak, kakak dimana?" Aku meraba-raba dinding untuk pemandu jalanku. Bermain petak umpet memang tak semudah yang terlihat.

Sejauh ini hanya kak Seokjin yang sudi duduk dan berdiri bersanding denganku. Dia juga tak segan membantu jika aku kesulitan.

"Aku akan menghukummu jika aku berhasil menemukanmu." Aku kembali melanjutkan permainan ini.

Aku tak tau siapa dia. Yang kutau, dia adalah anak dari kolega ayah. Kata orang-orang dia lelaki yang sangat tampan. Seperti pangeran berkuda. Dan aku sebagai cinderella. Karena aku dari keluarga berada kalian ingat.

"Kak Seokjin, aku lelah."

"Lanjutkan saja (Y/n)"

"Oh! Aku bisa mendengar suaramu. Aku akan segera menemukanmu, kau ada di arah jam 2." Ucapku antusias. Aku yakin dia ada di sana.

1 langkah...

2 langkah...

5 langkah...

Hingga aku menyentuh sepasang bahu yang cukup lebar.

"Kim Seokjin."

"Apa sayang?"

"Ish kak Seokjin." Otomatis aku menutup pipiku yang sedikit panas. Oke pasti memerah. Kuyakini dia sedang tersenyum saat ini.

"Lihat! Aku berhasil menemukanmu. Sekarang giliranmu."

"Baiklah, kau selalu menang. Apalagi di hatiku." Hobi sekali dia menggombal. Dia melepas kain yang menutupi mataku.

"Untuk apa kau menutup mataku, lagipula sama gelapnya jika aku memakai penutup mata atau tidak."

Yah, aku buta. Itulah mengapa orang-orang menganggapku kesialan.

8 tahun lalu aku mengalami kecelakaan dan menyebabkan aku kehilangan penglihatanku. Aku cukup terbiasa menggunakan telinga atau hidung sebagai pengganti mataku. Lagipula aku masih mempunyai mata hati.

Aku memang tak bisa melihat. Tapi kurasa mata hati lebih akurat.

"Memang seperti ini cara mainnya. Kau buta bukan berarti kau harus diperlakukan secara tak adil. Aku hanya ingin kau merasakan apa yang orang lain rasakan."

Kak Seokjin adalah satu-satunya lelaki yang datang saat aku putus asa karena kecelakaan yang menimpaku.

Takdir tak sekejam yang aku kira. Ada saatnya aku diberi cobaan untuk tetap mengingat sang pencipta. Ada saatnya pula aku bersyukur bertemu orang seperti kak Seokjin untuk mengakui kebesaran sang pencipta.

Mungkin aku tidak akan pernah bisa terbang.

Mungkin aku tidak akan bisa menyentuh langit.

Tetapi meskipun demikian, aku ingin merentangkan tanganku.
Aku ingin mencoba untuk tetap berlari, walaupun hanya sedikit.
Aku hanya berjalan dan tetap berjalan dalam kegelapan.
Hingga saat-saat bahagia, bertanya padaku. Jika aku baik-baik saja.

Aku tak ingin berbohong dan menangis di depan kak Seokjin. Kupastikan aku terus tersenyum untuknya.













Fin

✩Bangtan StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang