"Dyl," Avee memanggil pemuda yang tengah sibuk dengan gitar akustiknya. Yang dipanggil pun mendongak ke sumber suara sambil tersenyum.
"Apa?" respondnya. Avee menatapnya sambil terkekeh.
"Biasa aja dong, kalo udah sama gitar autis gitu deh lo." Dylan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia salah tingkah. "Gue kangen deh sama nyokap." Dylan menaruh alat musik kesayangannya dan bergegas menghampiri gadis kesayangannya dan memeluknya.
"She's happy now, with your brother," ucap Dylan.
"Somehow, gue ngerasa dia masih disini," ucap Avee.
"She is, Vee. Because she's in your heart," balas Dylan.
"Bukan, bukan gitu Dyl," ucap Avee.
"Or maybe she is?" tanya Dylan.
"I just could only wish for that," balas gadis itu lagi.
**
"Darcy, buka pintunya. Maafkan aku! Aku bakal putusin Zac demi kamu, aku sumpah!" ujar Alexis sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar anak perempuan pertama Harry.
"Gue gak butuh maaf lo. Lo udah seneng kan jadian sama Zac? Gak usah peduli gue lagi kalo dari awal emang lo gapeduli!" seru Darcy dari kamar.
"Please, Darcy! I beg you," ujar Alexis. Tangisannya pun mulai pecah. Untuk gadis seumurannya, tidaklah mudah untuk memilih antara orang yang ia cintai dengan saudara yang dia cintai juga. Semuanya terasa berat dan gelap.
"It's not Alexis' fault, Darcy. It's mine. Lo kenapa nggak pernah sekedar nunjukin kalo lo emang suka sama gue?" ujar Zac. Ia menepuk bahu gadis kesayangannya sambil terus berharap pertengkaran keduanya akan segera usai.
"How could I even? Lo aja nggak pernah berada di dekat gue, Zac. Lo cuma peduli sama Alexis," ucap Darcy, kali ini terisak.
"It's because I don't know, Darc. Dan emm, mungkin bakal aneh kalau gue berinteraksi sama lo karena gue berpikir lo bakal jadi kakak ipar gue nanti!" ujar Zac tanpa dosa. Perkataannya membuat Alexis tertegun. Ia tidak pernah menyangka bahwa Zac sudah berpikir sejauh itu mengenai hubungan keduanya yang bahkan belum sempat jelas. "Oke, gue putus sama Lexi sekarang. Dan gue bakal berusaha jadi teman lo, dekat sama lo, tapi lo maafin Lexi ya?"
"Lo tetep ngelakuin semuanya buat Alexis, kan?" tanya Darcy to the point.
"Bukan, buat lo. Gue merasa bersalah karena gue brengsek banget ga pernah tau kalian punya perjanjian semacam ini. Dan kali aja, kita emang punya kesempatan?" tanya Zac. Tubuhnya bergetar. Ia sangatlah emosi, namun ia tidak mau merusak hubungan persaudaraan Styles.
"Gue putus sama lo, Zac. Darc, give him a chance. I'll promise I'll figure out how to move on, okay?"
"Okay," balas Darcy. Akhirnya gadis itu membuka pintu kamarnya, membiarkan Alexis masuk dan memeluknya. Zac berdiri canggung menatap kedua kakak-adik Styles. Perasaannya sangat tidak karuan. Ia ingin menonjok tembok dan menggampar seseorang karena permasalahan yang akhirnya terkuak. Sesuatu yang membuat Alexis dan dirinya selama ini hanya sebatas hubungan-tanpa-status.
Ia ingin sekali menjerit di telinga Darcy bahwa yang dilakukannya itu merupakan hal yang sangatlah egois. Tapi, sekali lagi. Darcy tidak akan mendengarnya. Pribadinya merupakan pribadi yang sangat keras dan egois. Bagaimana tidak? Harry memanjakannya dan seringkali melepas Alexis, sehingga Alexis dari dulu memang lebih sering bergaul dengan Zac.
Menyalahkan calon mertuanya juga bukan hal yang pantas dilakukan, tentu bertanya dengan ayahnya sendiri pun tidak bisa Zac lakukan. Ia sangat muak dengan semua keadaan dalam hidupnya. Ia benar-benar bingung harus berbicara dengan siapa.
"Girls, gue balik dulu. Avee manggil," ujar Zac berbohong. Ia perlu waktu. Waktu untuk mencerna semuanya lagi.
"Okay. Bye, love!" ujar Darcy. Mood nya sudah lebih meningkat. Tubuh Zac bergidik ngeri.
"No, no, this isn't gonna be good," batinnya. Pemuda itu pun melesat menuju mobilnya, dan pergi seakan sehabis menemui hantu.
Selama pelajaran tak tentu arahnya, Zac merenungi setiap langkah yang sudah ia ambil. Apakah salah? Apakah ia harus mendekati Darcy sekarang? Apa yang sebenarnya harus ia lakukan?
Tidak ada dalam semua khayalannya bahwa semuanya bisa menjadi seperti ini. Setidaknya, dengan kondisi keluarganya yang hancur ini, ia berharap ia bisa menemukan tempat bersandar, merely a home inside Alexis.
Ivory Aveenna: woy lo dimanaa
Ivory Aveenna: dah malem coy
Ivory Aveenna: mau makan sih gue maksudnya
Ivory Aveenna: mcd yuk
Ivory Aveena: sky laper juga buruan
Ivory Aveenna: JANGAN PACARAN MULUU WOY
Ryan Zachary: Lagi di jalan. yaudah bntr gw jemput. Boro" pacaran jir. Gue mau cerita.
Ryan Zachary: Emang zayn dimana?
Ivory Aveenna: dia keluar sm Uncle Harry
Ryan Zachary: NAPA HARUS HARRY SI
Ivory Aveenna: napa kesel gitu dah-_- kan mertua lu pea
Ryan Zachary: Gue didepan buruu. Gak mau masuk dulu!
Ivory Aveenna: ok
Kembarannya keluar dengan menggandeng gadis kecil yang selalu Zac manjakan. Ia sangat sayang dengan adik perempuannya karena kelakuannya yang selalu mencerahkan harinya. Sky, tidak salah dinamakan demikian.
**
HAI SORI BGT PENDEKK :") baru belajar nulis lagi. SO HOW HOW?
Leave me comments!
BINABASA MO ANG
This Is Not The End ⇨ Malik
FanfictionHidup tidak berhenti ketika seseorang meninggalkanmu. Dan sekarang, Zayn, Zac, Avee, dan Sky terpaksa melanjutkan hidup mereka tanpa Abigail. Dan inilah perjalanan hidup mereka, after Abigail. Tidak, tidak ada yang pernah sama setelah kepergian Abig...
