Bab 5. The Baby Shower.

209 88 13
                                    

Kindly vote after you read this five. I hope you enjoyed this story!

[BAB 5]

Rasanya aku tak mau begini. Aku tak mau jatuh padamu. Tidak sedikitpun.

Bulan Oktober kini berganti dengan bulan November, jadwalku makin padat di bulan ke sebelas dalam tahun ini.

Denting jam dinding memenuhi kubikelku yang sekitarannya mulai sepi. Ini memang sudah pukul 16.45 WIB tersisa lima belas menit lagi sebelum jam pulang kantor.

Tidak seperti kebanyakan temanku yang bisa cepat pulang karena tugas mereka sudah selesai aku, justru belum menyelesaikan itu. Masih tersisa lima berkas input yang harus ku masukkan dan itu pasti membutuhkan sedikit waktu lebih lama.

Kulepaskan kacamataku sejenak sambil memijit pelipisku yang mulai nyeri, aku tahu ini sedikit memaksakan. Pandangan ku terlempar pada ponsel yang tak berhenti menyala sejak beberapa menit lalu. Kubuka ponselku dan langsung menuju aplikasi LINE yang sudah ramai dengan banyak pesan.

Dita Created New Album.

Aku mengklik album baru yang di upload oleh Dita di grup kompleks, pasti foto saat acara pernikahan perempuan itu sebulan yang lalu.

Aku mengamati satu persatu dari puluhan foto yang di unggah. Sebuah tawa ringan terbit dari bibirku manakala foto Satriya sedang memasang wajah candid yang membuat lelaki itu terlihat sangat lucu.

Ku geser lagi hingga aku terpaku ketika foto candid dari kejauhan yang menampakkan Agil sedang menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Untuk apa dia menatapku seperti itu? Hatiku tergerak untuk menyimpan foto itu ke galeri pribadi ku. Dengan satu gerakan, foto itu sukses tersimpan.

Deringan telfon kantor membuatku berjengit kaget. Ku angkat gagang telfon itu dan mengucap salam dengan nada sedikit malas. Aku baru saja mau melanjutkan pekerjaan yang sepertinya tak akan selesai dengan cepat. Sang penelfon menjawab salamku, aku mengenali suara ini.

“Abang tumben telepon aku lewat sini?” Tanyaku pada Rangga, kakak pertamaku.

“---”

“Astagfirullah, Rai lupa bang! Aduh mana Rai masih di kantor nih,”

Aku baru teringat satu hal penting. Bunda tadi pagi sudah mengingatkanku bahwa malam ini akan diadakan pengajian di kediaman Rangga untuk acara syukuran 7 bulanan, kak Bila. Kakak iparku itu sedang mengandung anak keduanya, dan aku dengan cerobohnya melupakan hal sepenting itu.

“---”

“Tapi mungkin Rai agak telat, i’m really sorry about that, bang” Ucapku merasa sangat bersalah.

“---”

“Okay, Rai bakal jalan sekarang, Assalamualaikum bang.”

“---”

Sambungan diputus.

Dan tanpa membuang waktu lagi aku mematikan komputer, mengemasi semua peralatan kantor ku dan bergegas menuju kediaman kakakku. Aku membenarkan letak jilbabku yang mulai koyak. Dengan mengucap bissmilah aku mengarungi macetnya Jakarta di penghujung senja ini.

IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang