Bab 1. Idaman deh!

Mulai dari awal
                                    

Syifa terlihat mempertimbangkan usulnya yang diikuti anggukan semangat.

"Nanti aku line kamu ya, aku kasih tau kita enaknya ketemu dimana," Jawab Syifa.

"Oke Syif, sampai nanti ya aku balik dulu."

"Oke Rai, see you!"

&&&

Raisa fokus menatap layar komputer dengan sesekali membenarkan letak kacamatanya yang mulai jatuh, bukan karena Raisa tidak mancung tapi memang sengaja karena matanya terasa perih saat manatap layar komputer tanpa henti.

Hari ini ia mendapat tugas mengaudit file pajak untuk seluruh karyawan di salah satu perusahan rokok yang cukup terkenal. Ia sudah masuk pada file nomor 354 dalam waktu empat jam tanpa henti minus saat dia pergi ke toilet karena urusan kecil.

Jam ditangannya menunjukkan pukul 12.15 WIB, Raisa melepas kacamatanya dan menaruhnya asal di meja. Ia memijat ringan pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut, mungkin kelelahan.

Raisa teringat dulu ia sangat tidak ingin bekerja di tempat seperti ini, jadi PNS seperti ini sama sekali tak ada didaftar impian masa mudanya. Raisa muda sangat suka mendesain, dirinya suka sekali menggambar dan bercita-cita menjadi seorang perancang busana namun apa daya kehendak Allah SWT justru membawanya bekerja dengan hal yang dulu tak ia sukai.

Raisa tersenyum kecil kala mengingat itu, dia jadi tau bahwa apa yang kita kehendaki belum tentu baik untuk diri kita, namun apa yang dikehendaki oleh Allah SWT itu selalu jadi hal terbaik untuk dirinya. Raisa muda memang sangat ambisius, ia bahkan mengakui itu kini.

"Mbak Rai kok ngelamun!" Pundak Raisa di tepuk seseorang yang ternyata temen sebelah kubikelnya, Salwa.

"Kamu ngangetin aku aja sih, Sal," Diusaplah dadanya yang berdebar naik turun mencoba tenang, Salwa tersenyum jahil.

Salwa tiga tahun lebih mudah di banding dengannya yang berusia 24 tahun, dia lulusan S1 STAN yang lulus lebih cepat dari waktunya karena otaknya yang ia akui sangat pintar, dia juga orang yang cakap meskipun sifat lainnya Salwa yaitu jahil. Wajar juga mengingat Salwa, masih tergolong muda jadi ada saja sifat kekanak-kanakannya.

"Mbak Rai nggak makan? Udah jam makan siang lho ini," Ucap Salwa.

"Iya tadi aku masih merilekskan diri dulu Sal, lumayan capek," Jawabnya sambil menonaktifkan komputer, bersiap untuk ke musholah kantor menjalankan sholat dhuhur.

"Mbak Rai mau sholat ya?" Ia mengangguk, sambil mengambil tas kecil berisi mukenah lipat yang selalu dia bawa kerja.

"Yaudah, kebetulan aku lagi libur sholat, jadi aku makan duluan ya mbak!" Seru Salwa.

"Iya Salwa cantik, sana makan yang banyak kamu!" Guraunya, Salwa tertawa saat mendengar itu.

Raisa berjalan menuju mushola kantor di lantai 1 dengan buru-buru. Belum masuk lift sebuah teriakan memanggilnya membuat dirinya menoleh, dan ternyata Salwa.

Aku tersenyum, "Ada apa lagi toh Sal?" Tanya Raisa.

"Mbak mau aku pesenin makan nggak? Nanti aku bawa ke kubikel deh?" Tawar Salwa.

"Loh emang kamu gak repot?" Tanyanya. Salwa menggeleng dengan semangat hingga rambut panjangnya yang terurai berkibar bagai model iklan shampoo.

"Beneran nih?"

"Mbak Rai ternyata bawel ya," Salwa menggembungkan pipinya, lucu sekali anak ini.

"Yaudah mbak pesen nasi padang lauk rendang sama air mineral ya," Ia menyebutkan pesanannya, kebetulan dirinya sudah rindu ingin makan nasi padang dengan daging rendang yang pasti akan nikmat sekali.

IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang