3.

58 4 1
                                    

Tia mempercepat langkahnya setelah tahu studio tarinya hanya tinggal beberapa meter lagi.

Jam tangan Tia masih menunjukkan pukul sebelas siang tetapi hari sudah mendung. Lagi-lagi London akan diguyur hujan. Gemuruh petir di kejauhan membuatnya harus berjalan lebih cepat dari biasanya. Ia tidak bisa datang ke studio dengan basah kuyup. Memikirkannya hal itu saja sudah merusak suasana hati Tia, apalagi jika hal itu benar-benar terjadi.

Mulai dari hari ini sampai minggu depan Tia akan datang ke studio lebih sering lagi. Ia akan menambah jam latihannya dan mengurangi waktu santai. Alasannya adalah karena tepat hari Jumat depan Tia harus mengikuti audisi untuk pertunjukan besar yang diselenggarakan oleh tiga sanggar tari balet ternama di London.

Audisi ini sudah ditunggu-tunggu oleh banyak orang dan setiap sanggar wajib memilih satu orang sebagai pemeran utama dari tiap penampilan. Tia tidak ingin kehilangan kesempatan ini karena ia sudah menantinya sejak lama. Bahkan sejak sebelum ia datang ke London. Gadis itu tentu tidak akan membuang-buang waktunya untuk berleha-leha, terutama saat waktunya kurang dari seminggu lagi menuju audisi itu.

Pagi itu, studio tempat Tia biasa berlatih sudah bisa dibilang cukup ramai. Beberapa orang sudah memulai pemanasan. Tia masih mencoba bernapas dengan normal setelah berlari kecil dari luar gedung menuju studio.

"Kau kehujanan?"

Tia menggeleng ke arah orang yang mengajaknya bicara. "Tidak, terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Meiko. Kau sudah datang dari tadi?"

Gadis yang dipanggil Meiko hanya mengangkat bahunya. "Tidak terlalu lama sebelum kau datang. Yang jelas aku punya cukup waktu untuk mengamati Claudia berbicara panjang lebar tentang hidupnya, seperti biasa."

Tia melirik Claudia yang tidak menyadari akan kehadirannya lalu tersenyum kecil pada teman dekatnya. "Tidak usah peduli dengan orang yang seperti itu."

Meiko menghembuskan napas lalu menggumam, "Tunggu saja, sebentar lagi pasti dia akan membicarakanmu. Mungkin bulan depan, dia sudah membicarakan orang-orang se-studio ini."

Tia hanya tertawa kecil dan menarik Meiko untuk melakukan pemanasan dengannya. Meiko masuk ke sanggar tari itu berbarengan dengan Tia. Mereka kenal satu sama lain sejak hari pertama mereka mulai menjadi junior di sana.

Setelah melakukan pemanasan, pelatih tari mereka pun memulai kelas itu seperti biasanya. Semua orang di kelas itu memang dipersiapkan untuk audisi minggu depan. Jadi, latihannya diadakan lebih intensif dari biasanya. Pelatih mereka juga menambahkan jam latihan tambahan untuk beberapa orang.

"Kau tidak akan mendaftar untuk pemeran utama?" Kedua mata Tia sedikit melebar setelah mendengar cerita temannya saat jam istirahat.

Meiko menggeleng. "Tidak, aku akan mendaftar sebagai pemeran pendukung saja. Lagipula, saingannya berat."

Tia berdecak kecewa. "Ah, Mei, kukira kita akan audisi untuk peran yang sama."

"Aku tidak bisa," balas Meiko. "Ayahku tiba dari Jepang setelah audisi dan jika aku lolos sebagai kandidat pemeran utama, yang ada aku akan berlatih sepanjang hari dan tidak bisa menghabiskan waktu bersama keluargaku."

Tia tahu ayah Meiko jarang berada di rumah sehingga saat ayahnya pulang, Meiko harus lebih sering bersama ayahnya. "Ya sudah, memang kau tahu siapa saja yang sudah mendaftar? Tadi kau bilang saingannya berat."

Meiko mengangguk. "Kau mau lihat siapa saja?"

Tanpa menunggu jawaban Tia, Meiko menarik tangannya dan membawa Tia keluar ruangan. Tak lama, Meiko berhenti di depan papan pengumuman yang tak jauh dari kelas mereka. Mata Meiko menyusuri tiap kertas yang ditempel dan akhirnya menemukan apa yang dicarinya. Ia menunjuk kertas krem yang tertempel di sana.

stardust (n.h)Kde žijí příběhy. Začni objevovat