BAB 1 part 2

572 43 1
                                    

BAB 1

"Realitas vs Candaan Masa Lalu"

PART 2

2023. Media Nasional.

Karena ingatan itu, seringkali dia tidak menyangka mengapa bisa tiba-tiba melompat seperti ini. Dari multimedia, ke dunia penulisan. Yang benar saja? Tapi ada, dan dia. Ya, dia. Dirinya yang dulu menyangka mengambil perguruan tinggi di Sastra dan bekerja di Media Nasional adalah suatu hal yang bercanda.

Nyatanya, sekarang adalah ini yang dijadikan pekerjaan seriusnya. Bukan sebagai desainer kover atau ilustrator foto, tapi penulis. Gara-gara semua itu, dia sampai berpikir dua kali untuk tidak mempercayai kebenaran janji yang dulu dianggapnya sangat bercanda.

Sudah tiga tahun dia disini. Hasilnya, banyak tulisan Media Nasional yang berjaya di bawah olah katanya. Kepala Redaksi menyukai permainan diksi dan temanya. Bahkan, bisa dibilang ia adalah paket komplet untuk seorang pekerja halus macam penulis. Di tangannya, tak hanya artikel bisa ia hasilkan, tapi juga puisi, cerpen, novel, skenario, bahkan sinopsis film. Artikel yang dikuasainya juga bervariatif, bukan hanya soal kesusastraan, tapi juga film, otomotif, kesehatan, dan soal olahraga seperti bola.

Matanya kini sudah berbingkai minus empat. Seperti sebelumnya, dia menghabiskan hari di sini dengan bermesraan bersama kepalanya sendiri. Di hadapkan pada kopi dan layar monitor yang sudah menuliskan artikel ketiganya hari ini, dia terlihat menyukai pekerjaannya. Realitasnya.

"...kerja sebagai penulis artikel di Media Nasional." "Habis itu, kita baru ketemu lagi. Di saat itulah, gue jelasin sejelas-jelasnya kenapa gue ajak lo kenalan waktu itu."

"Huh..." Dia mengesah, menarik nafas ketika memori itu masuk tanpa disengaja ke kepalanya yang sedang senggang.

Perlahan, dia mulai mempercayai perkataan itu. Entah kenapa dia yakin bahwa yang perlu dilakukan-nya sekarang hanyalah tinggal menunggu hal terakhir; penjelasan alasan perkenalan dadakan berjuluk starcross-lovers, tujuh tahun lalu.

"Kopi lagi, Nnadis..."

"Adis, Mbak Saar..." Dia mendengus dengan tambahan dua "N" di depan namanya. Yang memanggilnya barusan namanya Mbak Sarah, kepala fotografer di Media Nasional.

"Yayaya..." Sarah tergelak. Sosok semampai berumur 31 tahun yang masih menjomblo itu menghampiri Adis di kursinya dengan senyum simpul. Di tangannya ada sebuah amplop coklat. Isinya cukup tebal.

"Apaan itu, Mbak?"tanya Adis setengah penasaran. Meski begitu matanya tak lepas dari layar monitor PCnya.

"Honor blogger yang kamu suruh ambil dari e-banking hari ini."jawab Sarah.

Adis ber-oh-ria mendengarnya. Dia sendiri baru teringat kalau siang tadi memang sudah menyuruh Sarah mengambilkan uangnya.

"...Kebiasaan, deh... Sekali ngambil dua dua dua...terus. Kan tebel jadinya amplopnya. Perpost coba ambilnya, Dis."

Adis nyengir di balik punggungnya. "Biar kerasa, mbak banyaknya."

"Ya kerasa juga ngambilnya..."sewot Sarah. Wanita itu memang menjadi teman Adis semenjak disini, dan selalu dimintai tolong mengambilkan setoran dari pekerjaan sampingannya; entah blog, atau freelancer di salah satu website pencari kerja sampingan. Yah, satu kantor pun bisa menyimpulkan; bahwa seorang Adis, dengan semua kepintaran dan keenceran kreatifitas yang dia punya, tidak akan sama sekali kekurangan uang walaupun tiba-tiba bos Media Nasional, Pak Manto, memecatnya.

"Ambil aja setengah—"

"Setengahnya?"

"Lima ratus mbaak..."

HITAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang