Dengan surat ini, Pihak kedua telah sah melepaskan Avelyn kepada pihak pertama seperti yang disepakati sebelumnya.

Pihak pertama, Pihak kedua,

Preston Tedjanarta Violet Tedjanarta

Saksi 1, Saksi 2,

Amelia Tedjanarta Monica Tanoesoedibjo

Avelyn bangkit dengan membawa surat itu di tangan kirinya, ia meletakkannya di atas sofa kecil dan mulai membuka beberapa kardus yang dibawanya. Dengan tangan gemetar ia mencoba untuk menyalakan korek api dan membakar surat itu.

Lidah api yang terlihat tajam dan menusuk itu perlahan-lahan membakar surat itu menjadi serpihan debu tapi Avelyn terus memaksa dirinya untuk menatap serpihan debu itu. Ia menarik nafas panjang sehingga udara memenuhi rongga paru-parunya dan matanya terlihat nyalang memerah ,entah apakah karena habis menangis atau memang karena ia terlalu marah

Mendadak pintu terketuk dan tubuhnya membeku, untuk sesaat Avelyn hanya menatap pintu itu sebelum akhirnya berjalan dan membukanya.

Ketika pintu terbuka, ia melihat seorang gadis dengan wajah ceria dan lembut menatapnya sambil membawa bunga mawar dan tulip di tangannya. "Hai. Namaku Thalia Tjandrawinata"

Avelyn tidak menjawab sapaan itu.

"Maaf, aku mengganggumu ya?" tanya Thalia sambil menatap sedikit ke arah dalam,"Aku berpikir untuk membantumu untuk membereskan barang. Kau baru di sini 'kan? Aku harap kita bisa berteman.."

"Aku bisa membereskannya sendiri..."jawab Avelyn dingin

Gadis itu meminta maaf dan tersenyum memaklumi. "Ini, aku pandai merawat bunga dan aku membawakan beberapa kepadamu" Thalia memberikan dua jenis bunga itu kepada Avelyn

Dengan perasaan aneh Avelyn mengambil bunga pemberian gadis itu, nafasnya tercekat ketika melihat mawar. "Terima kasih" ucap Avelyn singkat. Ia harus mengerjap-kerjapkan kedua matanya agar air matanya tidak jatuh.

Thalia tersenyum lebar dan menjabat tangan Avelyn, "Kau dapat meminta bantuan padaku atau bertanya mengenai apapun. Aku akan dengan senang hati membantumu"

"Aku bahkan tidak mengenalmu"

"Apa kita harus mengenal dulu sebelum membantu seseorang?" Thalia bertanya kepada Avelyn

Avelyn tersenyum kecil dan memperlihatkan keahlian poker face-nya, "Kau benar, tidak ada kebijakan yang mengatakan seperti itu. Anyway, terima kasih atas bunga-nya.."

"Apa aku boleh membantumu?"

"Aku bisa mengerjakannya sendiri" jawab Avelyn datar dan tersenyum. "Permisi" lanjutnya sebelum ia menutup pintu yang membatasi dirinya dan gadis itu.

Avelyn, jangan peduli padanya.

Setelah menutup pintu, salah satu tangannya menggenggam erat sebuket bunga, tapi sedetik kemudian air matanya jatuh dan nafasnya terasa sesak..

Tanpa sadar tubuhnya merosot ke lantai dan Avelyn merasa seluruh tubuhnya terasa lelah. Ia menatap bunga yang digenggamnya dan dengan kasar ia melempar bunga tersebut ke tempat sampah, kepalanya terasa berdenyut dan dibanding itu semua, ia merasakan adanya sesuatu yang janggal didalam hatinya.

"Kau bodoh Avelyn. Seharusnya kau tidak perlu menunggu hingga 15 tahun, seharusnya dari awal kau tahu. Kalau kau-"

Kau tidak diinginkan

Avelyn tidak sanggup mengatakan kata-kata terakhir dari bibirnya. 15 tahun, itu adalah waktu yang telah dilalui olehnya dengan memendam segalanya dan kemudian harapan yang selama ini disimpannya juga musnah begitu saja.

Hidup tidak selalu adil, itu adalah kata-kata yang diucapkan orang bijak. Namun baginya, itu sama sekali tidak tepat. Hidup tidak pernah adil. Avelyn menghapus air matanya dan mencoba untuk berdiri, ia merogoh sakunya dan mengambil sebuah kotak pil yang selalu dibawanya.

Matanya menatap kearah pil itu kemudian ia mengeluarkan 2 butir dan menelannya sekaligus. Hentikan itu Avelyn, hiduplah untuk dirimu sendiri..

Setelah merasa obat itu bekerja dengan baik, Avelyn mulai membereskan seluruh barang-nya sehingga kamar itu bisa layak untuk ditempati. Ia menatap kearah dinding yang sebelumnya ditempeli oleh foto keluarganya dan tubuhnya mematung

Dengan cepat, Avelyn menarik lepas deretan foto itu, meremasnya dan membuangnya ketempat sampah. Ia juga membuang seluruh buku diari-nya atau segala sesuatu yang berhubungan dengan Bogor

Semuanya telah berakhir

Avelyn ingin melahirkan sebuah kepribadian baru dimana ia tidak lagi terlihat lemah. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan orang melihat sisi terbaikku. Kau, Avelyn adalah seorang gadis tanpa hati dan akan selalu seperti itu..

*

Manhattan 2016

Avelyn keluar dari Blue Hill dan bergegas ke arah penthouse-nya.

Sudah setahun sejak kejadian yang tidak diinginkannya itu dan kini ia telah mengucapkan selamat tinggal pada semua sepatu skets-nya, celana panjang kedodoran dan baju kaos. Avelyn yang sekarang lebih menjaga penampilannya baik di dalam ataupun di luar karena seperti moto Avelyn sebelumnya, ia tidak akan membiarkan orang-orang melihat sisi terbaiknya.

"Avelyn...!" mendengar namanya dipanggil.

Avelyn langsung menolehkan kepalanya ke arah datangnya suara dan ia melihat sesosok gadis cantik tinggi mengenakan gaun berwarna peach tengah berlari kecil ke arahnya. "Avelyn, kau baru saja mau pulang?"

Avelyn hanya mengangguk. "Ada apa memangnya? Hmm, kenapa kau bisa berada di sini, Thalia?"

"Aku memang mencarimu"

"For what?" sebenarnya itu adalah pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan olehnya, karena ia melihat Thalia membawa sebuket penuh tulip putih di tangannya. "Kau membawa tulip lagi?"

Thalia mengangguk dan menyodorkan buket bunga itu kepadanya,"Terakhir kali aku ke tempatmu, tulip itu sudah layu dan harus diganti, Lyn. Jadi aku memberikan penggantinya kepadamu"

Walaupun Avelyn sudah menolaknya secara halus, tapi Thalia selalu memaksa dirinya untuk menerima pemberian gadis itu, dan entah kenapa ia tidak bisa menolak gadis itu, padahal seharusnya Avelyn bisa berlaku dingin pada gadis itu seperti yang dilakukannya kepada orang lain.

"Ayo diambil, kau suka tulip 'kan?" Thalia menyodorkan buket bunga itu kepadanya lagi.

Ia mengambilnya dan tersenyum. "Terima kasih, aku memang lebih suka tulip dibanding-" Avelyn menghentikan ucapannya.

Thalia menatap keraguan pada ucapan Avelyn dan ia tersenyum lebar, "Daripada mawar?" Tanya-nya seakan melengkapi kalimat Avelyn

"Ya" gumam Avelyn pelan dan memaksakan senyum lebar-nya.

"Aku heran padamu, Avelyn. Kau sangat cantik dan setahuku tidak ada orang cantik yang menolak mawar tapi kau malah membenci mawar. Apa ada alasan khusus?"

Avelyn mengibaskan poninya ke belakang dan tersenyum,"Alasan khusus? Tidak ada, Aku hanya kurang menyukainya saja. Ngomong-ngomong terima kasih atas buket bunganya, Thalia. Sepertinya aku akan membuatnya sebagai penyegar di kamar mandi-ku" gumam Avelyn berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Kau selalu pintar mengalihkan pembicaraan ya?"

"Tidak juga, Aku hanya berusaha agar kita tidak membahas pembicaraan ini lebih jauh"

Thalia menghela nafas dan menepuk pundak Avelyn dengan lembut, "Aku tidak tahu kalau kau begitu membenci mawar. Yah, kau tidak perlu mengatakannya kalau tidak mau, aku tidak akan memaksamu, Lyn"

Avelyn menatap Thalia sejenak dan tersenyum kecut. "Aku hanya tidak menyukainya, Thalia. Karena mawar itu terlalu mirip dengan aku.."

Terlalu mirip, seakan-akan kau sedang melihat dirimu sendiri..

TBC | 23 September 2016 Republish

Soprano Love [COMPLETED] SUDAH TERBIT.Where stories live. Discover now