Chapter 2

11.4K 767 188
                                    

Passé (waktu lampau)...


Jake duduk di hadapanku dengan wajah berangnya. Dia menatapku. Menghunus pandangan tepat di depanku. Bibirnya terkatup rapat diikuti rahangnya yang mengeras. Seiring dengan napasnya yang menderu, satu tangannya terkepal di atas meja. Dia terus menatapku, mendendam padaku. Menunjukkan amarahnya secara halus dan membuktikannya padaku. Memperlihatkan sisi kepribadiannya yang lain dari seorang mafia. Dan sejurus kemudian, Jake menggebrak meja dengan kepalan tangannya yang keras.

Aku tersentak.

"Bagaimana bisa?" desis Jake tajam tepat di depan wajahku. Bau alkohol langsung menguar dan nyaris membuatku mual. "Bagaimana bisa ini terjadi, Rita!?"

Aku dibentak di tempat ini. Tempat yang dulu kuanggap sebagai surga milikku yang abadi. Akhirnya aku mengalami ini setelah sekian lama aku dijadikan objek berlian baginya. Jake marah. Jake murka padaku akibat semua ini. Aku tidak tahu apakah amarah masih pantas kudapat setelah semua yang terjadi. Aku berbuat kesalahan fatal yang Jake benci. Aku kembali, membawa sesuatu yang salah ke tempat ini. Bahkan aku merasa gairahku menghilang setelah aku kembali ke tempat ini. Surga ini.

Manik mata Jake melirik perutku yang tampak rata tertutupi pakaian ketat yang kukenakan. Tidak ada yang salah. Namun aku praktis mendekap perutku sendiri saat tatapan membunuh Jake mulai membara, terdapat arti di balik tatapannya pada perutku. Bibirku yang terasa kering hanya bisa terkatup. Aku tak bisa berbicara meski Jake menuntutnya. Sempat kulirik eksistensi Vanessa yang berdiri sambil bersedekap di samping Jake. Dia ikut menatapku, berpura-pura ikut menuntutku padahal aku tahu kalau ia mencemaskanku.

"Akan kupanggil seseorang untuk membuang sampah di perutmu." bisik Jake di tengah keheningan. Telunjuk besarnya lantas menunjuk perutku, "Atau aku bisa membuangnya sendiri, kau tahu?"

Aku menunduk. Telunjuk Jake masih mengarah ke perutku. Dan rasanya jantungku diremas dengan kuat saat Jake mengatakan hal sekeji itu. Aku tahu kalau apa yang kualami adalah kesalahan, sesuatu yang tumbuh di dalam perutku adalah kesalahan terbesar yang pernah kulakukan. Tapi bagaimana pun, dia hidup. Aku tidak bisa membunuh sesuatu yang telah hidup dalam diriku. Aku masih punya nalar yang berfungsi dengan baik. Tidakkah Jake tahu itu?

Dengan gemetar tanganku bergerak. Menyentuh sesuatu yang masih terasa sama di dalam perutku, aku mengelusnya. Mataku terpejam dengan jantung yang terus memacu di tengah keheningan, di tengah ketegangan yang tidak kunjung hilang. Atmosferku seakan menyempit, membuat suatu belenggu yang membuatku lemah. Aku nyaris menangis. Jika Jake ingin melenyapkan sesuatu di dalam perut ini, tidak. Aku tidak sudi melakukannya.

"Rita," Jake menukas dengan lantang, menggema di tengah keheningan.

"Tidak, Papa," mataku terpejam kuat, berusaha mengumpulkan keberanianku yang nyaris hilang. "Aku, aku tidak bisa..."

Sepersekian detik, keheningan sempat terjadi. Namun aku praktis berjengit ketika Jake menggeram lantas mencengkram daguku dengan kuat, meremasnya. Menguarkan amarah yang tidak main-main. Vanessa yang mulai panik berusaha melerainya, tapi Jake tetaplah Jake. Dia seperti ini jika sedang marah, seperti iblis berbentuk manusia. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa takut pada seorang iblis. Aku menangis.

"Katakan sekali lagi, huh!?" desis Jake sambil meludahi wajahku. "Katakan atau kubunuh kau!"

Aku meringis, tubuhku beringsut naik seiring dengan cengkraman tangan Jake yang semakin menguat di daguku. Aku benar-benar menangis di depannya. Aku bukan berlian lagi baginya. Ini semua sangatlah fatal dan aku memang menginginkannya. Ini sudah terjadi, mengalir seperti air yang melewati kerikil. Aku tidak bisa menahannya, takdir ini tidak bisa kutahan untuk berhenti.

SLUT 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang