SF biasanya dibuat tanpa sadar, sama kayak SI. Pokoknya si penulis pasti menjadikan tokoh protagonisnya itu cantik, punya gaya rambut yang mirip/lebih bagus dari dirinya, punya fashion yang si penulis itu inginkan dalam kehidupan nyata, dan love interest-nya biasanya terinspirasi dari love interest si penulis di kehidupan nyata. Seriusan. Karena bagi penulis pemula, nggak ada yang namanya "protagonis jelek"; semua harus nyaman dipandang. Paling yang disebut "jelek" cuma cowok/cewek hitam gembul yang bakal jadi bulan-bulanan di sepanjang cerita.
No offense buat para cowok/cewek hitam gembul di luar sana. Kalian ganteng dan cantik, kok. Suwer.
Atau, apabila si penulis di kehidupan nyata adalah "cupu", maka kemungkinan besar protagonis ceritanya pun bakal "cupu" pula. Tapi jenis cupu yang bisa "berubah cantik" kalo dikasih eye contacts, rambutnya digerai, dan dikasih gaun. Daaan entah mengapa bisa ada cowok bad boy yang naksir sama si cewek "cupu" ini.
Kenapa saya jadi ngedumel sendiri -,-
Udah ngerti, 'kan maksudnya? Cewek "cupu" di atas disebut self-fulfillment karena alam bawah sadar si penulis ingin bisa seperti dia. Cantik hanya dengan make-up, punya secret admirer yang guanteng abis, dan segudang kualitas lain yang nggak bakal si penulis mau akuin. Untuk karya-karya pemula, hal ini ditoleransi. Tapi untuk karya-karya serius (buat novel yang bakal diterbitin, dsb), tolong hindari sebisa mungkin SF, yah?
.
Gimana caranya menghindari self-fulfillment?
Pertama-tama, nggak semua self-insert itu jelek. Ada beberapa self-insert yang bagus banget, terutama kalo digunakan dalam anekdot/parodi/jokes nyindir gitu (semoga ngerti). SI yang buruk, justru, adalah yang melenceng ke SF. [Baca: Mary Sue].
Tanamkan baik-baik bahwa protagonis itu bukan kamu. Protagonis itu BUKAN KAMU. Mereka punya sifat, etika, dan moralnya sendiri. Mereka mungkin punya cara berpikir yang berbeda dari kamu. Mereka mungkin punya selera fashion yang beda.
Anggaplah protagonis (dan tokoh-tokoh kamu yang lain, karena virus SF nggak cuma menjangkiti tokoh utama aja) itu sebagai teman baik kamu. Pikir, deh. Sebagai teman yang baik, kamu bakal berusaha menghargai semua perbedaannya tanpa berusaha "menyamakan" orang tersebut dengan diri kamu sendiri. Anggap mereka sesuatu yang lain, bukan hanya bagian dari diri kamu.
Saya nggak bilang kamu harus bikin tokoh itu berbeda jauh dari kamu. Nggak, kok. Kamu bisa ambil beberapa aspek dari diri kamu untuk mereka... tapi jangan terlalu banyak, ya. Inget, mereka ya mereka. Kamu, ya kamu.
Ambil inspirasi untuk tokoh tersebut dari orang lain. Sahabat kamu, terutama. Orangtua boleh. Orang asing yang kamu liat di pinggir jalan juga boleh.
Oh iya, mumpung lagi ngomongin inspirasi, ada beberapa tips kecil lagi buat bikin tokoh non-SF.
1. Kalo kamu cewek, coba bikin protagonis cowok. Bakal butuh riset gila-gilaan, tapi... worth it XD
2. Kalo kamu cowok, coba bikin protagonis cewek. Jangan lupa risetnya, oke?
3. Bikin karakter yang hobi ngelakuin satu hal yang paling kamu benci. Contoh: ngupil. Oke, agak jorok, saya juga nggak yakin mau ngelakuin ini.
4. Bikin karakter yang punya selera fashion yang berbeda jauh dari kamu. Cewek yang lebih suka botak? Ayo. Cowok rambut panjang dan dikepang? Ayo juga.
5. Bikin karakter tanpa love interest. Romance writers need not apply.
6. Bikin karakter penyandang disabilitas, atau bagi yang nggak pengen melangkah terlalu jauh, semacam luka yang bikin karakter tersebut nggak lagi cantik. Untuk disabilitas, mungkin perlu riset yang menyeluruh (bahkan sampe wawancara langsung penyandang disabilitas sesungguhnya, biar hasil tulisan nanti nggak menyinggung berbagai pihak). Dan kalo kalian bikin karakter yang "nggak cantik", kalian bakal jadi lebih fokus ke pengembangan sifat, etika, dan moralnya. Itu bagus!
7. Yang paling penting, KELEMAHAN! Semua tokoh harus punya kelemahan masing-masing. Tapi hati-hati soal mana yang bisa disebut kelemahan, dan mana yang cuma sifat biasa.
Contoh: gugup, pendiam, dan pemalu itu bukan kelemahan. Tapi kalo kesulitan menyampaikan pendapat, terlalu keras kepala, dan sombong itu baru kelemahan.
Kelemahan itu harus "ditampilkan" di cerita, dan bukannya dipajang doang di lembar character sheet. Kelemahan itu harus dapat menimbulkan masalah buat si tokoh, dan bukannya "malah" membuatnya tampak keren. Ngerti, 'kan?
8. Intinya, jangan terpaku dengan "stereotip protagonis" untuk genre Romance, Teen Fiction, atau Fantasy. Semua jenis manusia berhak menjadi protagonis. Bukan cuma yang cantik dan pintar aja.
.
Alright, saya nggak ngerti kenapa hasil akhirnya bisa sepanjang ini. Setengah curhat juga sih. Oh ya, dan bagi yang tersinggung, tolong jangan tersinggung. Nggak ada alasan buat begitu, karena sebenarnya saya juga tengah menyindir diri saya sendiri ;)
Yap, saya pernah ngelakuin semua contoh self-fulfillment di atas. Termasuk yang "cewek cupu dengan secret admirer ganteng" itu. Kira-kira udah... 11 tahun lalu. Good times!
Self-insert dan self-fulfillment mungkin asyik buat dicoba... untuk sekali waktu. Setelah kalian merasa udah lebih jago nulis, plis buang jauh-jauh mindset tersebut. Jangan jadi egois, dan jangan selalu memasukkan diri kalian ke dalam si tokoh protagonis yang super perfect. Kita semua punya kelemahan, dear.
.
[Note: oh iya, tiba-tiba inget ada jenis fanfiction yang jenis [Nama Karakter] x [Reader]. Ini masuk bahasan self-insert, tapi lain. Saya nggak ngerti soal fanfiction. Cheers.]
.
Akhir kata, selamat menulis, Wattpaders Indonesia! Saya mau ngacir hiatus dulu *kabur*
YOU ARE READING
Character Development Galore!
Non-FictionSegala hal yang telah saya pelajari tentang "character development" alias pengembangan tokoh. Mulai dari nama, sifat, hingga... special snowflake syndrome? Well anyway, enjoy!
6. SELF-INSERT!
Start from the beginning
