“Apa kau bisa mengambil satu gelas untukku lagi?” saat Aaron bertanya seperi itu pada Rodd, Alice mendongak. “Kurasa Alice juga membutuhkan sedikit penyegaran,”

            “Oh, tidak Mr.Bieber. Aku tidak menyentuh minuman beralkohol dari bar,”

            “Kau? Kau tidak pernah? Aneh. Mungkin kau harus mencobanya,” ujar Aaron, memaksa. “Ambilkan sekarang,” lanjut Aaron yang membuat Rodd menganggukan kepalanya dan pergi dari hadapan mereka. Alice tidak dapat melakukan apa-apa selain harus menutup mulutnya. Tak banyak yang harus ia lakukan. Sama seperti yang Oprah Winfrey katakan, hanya mendengar, mengangguk dan menjawab. Itu saja. Alice melakukannya. Tidak ingin membantah. Tapi jika atasannya telah melecehkannya, tentu saja ia akan memberontak.

            “Jadi, siapa namamu?” Aaron mulai menuangkan wine ke dalam gelasnya.

            “Alice. Alice Lancale,”

            “Kau mengingatkanku pada ayahku. Pertemuannya dengan ibuku sama seperti ini. Tapi bedanya, ibuku lebih pasrah dibanding dirimu yang menolak seperti ini,” jelas Aaron yang membuat Alice tidak tahu harus merespon apa. Aaron tahu itu. “Sejak kapan kau bekerja di sini? Aku tidak pernah melihatmu,”

            “Sejak satu minggu yang lalu,”

            “Tapi mengapa aku tidak pernah melihatmu? Apa kau bisa melihat apa yang terjadi dengan mataku? Mungkin kau bisa melihat sesuatu yang menutupinya. Tidak mungkin aku tidak bisa melihat malaikat secantik dirimu sejak satu minggu yang lalu,” ujar Aaron, menggoda Alice. Ia memajukan tubuhnya dan membuka matanya lebar-lebar. “Kau lihat? Apa yang menutupinya?” tanya Aaron menunjukan matanya pada Alice. Sial, sial, sial! Mengapa mata lelaki ini harus terlihat begitu indah? Maksud Alice, apa-apaan? Warna matanya sama seperti warna mata harimau. Ia bahkan iri karena tidak memiliki warna mata sepertinya.

*Aaron Bieber POV*

            Aku tertarik dengan wanita ini. Tapi mungkin tidak dalam jangka waktu yang lama. Mungkin aku hanya dapat memakai tubuhnya untuk sementara. Tapi aku tidak peduli dengan dirinya yang jika nanti akan menangis. Permasalahannya adalah wanita ini kurasa adalah wanita yang polos. Lucu ketika aku melihatnya menurun-turunkan rok pendek yang ia pakai untuk menutupi pahanya yang putih itu. Itu adalah hal yang baru di bar ini yang pertama kali kulihat. Rambutnya berwarna hitam panjang, dengan bibir yang seksi berwarna merah muda, matanya ..aku menyukai mata. Meski warna matanya adalah hitam, tapi entahlah, itu seperti membuat sesuatu yang misterius di dalam sana.

            Rodd muncul dengan satu gelas kosong di atas nampannya lalu menaruhnya di atas mejaku dan pergi tanpa ada sopan santun. Tapi aku tidak peduli dengannya. Kembali aku menatap Alice yang melipat bibirnya ke dalam untuk mengurangi rasa gugupnya. Aku ahli dalam wanita. Tapi aku tidak ahli dalam hubungan percintaan. Aku tahu kapan mereka takut, gugup dan senang. Aku tahu gerak-gerik mereka. Aku bisa menggoda mereka dengan gaya genitku. Tapi aku tidak pernah menunjukannya di depan umum seperti ini. Aku terkenal di sini. Pft! Aku adalah anak dari Justin Bieber! Model pakaian formal. Pemilik bar dan restoran. Penerus generasi Bieber. Dan tentunya penggoda wanita, tapi tidak dengan cara yang murahan seperti menyentuh bagian tubuh mereka di depan umum. Hanya dengan tatapan mataku. Itu semua adalah ajaran ayahku. Ia memang ahli dalam masalah wanita. Pantas Peepee jatuh cinta dengannya. Kuambil botol wine yang tadi Alice berikan padaku lalu menuangkannya pada gelas yang kosong.

            “Minumlah,” suruhku mengangguk padanya. Tapi aku tidak akan memaksanya. “Mengapa kau bekerja di sini –kau bisa duduk lebih dekat denganku—jika kau saja tidak merasa nyaman dengan pakaianmu?” tanya Aaron, menyuruh Alice untuk duduk dekatnya. Pelan-pelan Alice menggeser tubuhnya lebih masuk ke dalam sofa yang berbentuk sabit itu.

TOUCHING FIRE || HERREN JERKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang