Prolog

7.4K 338 30
                                    

Ia menatap orang di depannya dengan tajam. Dengan langkah pasti, ia berjalan menghampirinya dan menarik kerah kemejanya. "Kembaliin dompet itu atau nasib nyawa lo ada di tangan gue?" tanyanya cepat sambil merapatkan laki-laki itu ke tembok sambil menarik kerahnya sampai kakinya tidak berpijak tanah.

Ia menarik sebelah alisnya. "Lo ngancem gue?" tanya orang asing itu. Lysa menaikkan alis lalu mengangguk tegas, membuat laki-laki itu tergelak meremehkan.

Dengan satu gerakan cepat ia berusaha meraih kepala Lysa dan gagal, kalah cepat dengan Lysa yang lebih dulu meninju pipinya. Terlihat ujung bibirnya sobek dan mengeluarkan darah. Ia mengelap darah itu dengan punggung tangannya. Lysa mendorongnya ke tanah hingga tubuhnya menghantam tanah dengan keras.

Laki-laki lemah itu berdiri dan kembali mencoba memukul tapi tetap kalah cepat dengan Lysa dan sesegera mungkin meninju perutnya lalu menendang wajahnya. Akhirnya laki-laki yang telah dihajarnya itu menjatuhkan dompet tebal ke tanah lalu lari dengan sangat kencang.

Lysa segera meraih dompet itu lalu berbalik pada wanita paruh baya yang sedang bergetar hebat karena shock akibat perampokan tadi. "Ini, Bu." ucapnya dingin sambil menyodorkan dompet tebal milik ibu tersebut. Ia mendongak lalu mengambil dompet itu. "Ma-makasih, Dek." ucapnya terbata. Lysa mengangguk dan tersenyum tipis—sangat amat tipis. Lalu ia pergi meninggalkan tempat sempit nan kotor itu.

Lysa memakai hoodie-nya dan menutup kepalanya dengan topi jaketnya lalu berjalan sambil menunduk.

* * *

"Allysa," panggil Bu Erga.

Setelah kemarin ia menolong orang yang hampir dirampok, ia mendadak jadi trending topic bagi penggosip di SMA ini. Karena salah satu murid di sekolah nya melihat sekaligus memotret ketika ia meninju perut perampok kemarin, anehnya foto itu malah ditempel di mading.

Ia menoleh pada Bu Erga. "Kenapa, Bu?" jawabnya berusaha ramah namun tetap tanpa minat.

"Apa benar fotomu yang di mading itu?" Bu Erga melipat tangannya di dada.

Lysa menatapnya bingung. "Foto saya?" tanyanya pura-pura tidak tahu menahu. Bu Erga mengangguk. "Kamu belum tahu?" Lysa menggeleng.

"Yaudah lah, Bu. Biarin aja. Mungkin foto saya cuma buat ajang penggosipan." Ia tersenyum sinis. "Permisi." lanjutnya cepat lalu pergi dari hadapan Bu Erga. Sudah jelas ekspresi Bu Erga kesal setengah mati.

Lysa berjalan santai menuju kelasnya sambil memakan permen karet yang baru saja ia buang bungkusnya.

"Eh!" pekik seseorang. Lysa sempat berhenti tapi dua detik kemudian ia kembali berjalan. Di koridor ini sangat ramai, aneh rasanya jika ia yang diteriaki.

"Woi!" Suara itu semakin dekat disusul oleh suara sepatu yang beradu dengan lantai dan nafas yang tersenggal-senggal. Refleks Lysa menengok. "Apaan sih?" tanyanya tidak meninggalkan kesan dingin yang ada pada dirinya.

"Lo, buang--sampah--sembarangan." jawabnya tergesa-gesa. Lysa memutar bola mata mendengar jawabannya.

Lysa melirik badge kelas yang tertempel di lengan kanannya. X. Dia adik kelas. "Apa masalahnya?" tanya Lysa sambil berkacak pinggang dan menatap cewek itu dingin dan tajam.

Ia sedikit menunduk. "Lo buang sampah sembarangan. Itu masalahnya." jawabnya. Lysa memutar bola mata lagi, "Trus apa mau lo? Gue memungut sampah yang gue buang tadi, hm?" bisiknya pelan namun cukup membuat nyali siapapun ciut. "Y-ya."

Bad HabitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang