5. First Dinner

8.4K 741 8
                                    

TAN:

Akhirnya gue berhasil menelepon Kiara untuk yang pertama kalinya, setelah sebelumnya dengan susah payah gue mengais-ngais keberanian yang terbuang dalam tong sampah di samping kubikel gue. Sekarang kedua sahabat dunia akhirat gue ini malah menatap gue dengan tatapan aneh. Seolah gue adalah artefak dari zaman Meghantropus Electus yang ditemukan melalui penggalian arkeologi. Kurang ajar banget. Apalagi ekspresinya Fandi, persis kayak pecundang bertahuntahun nggak ngerasain yang namanya orgasme hebat.

"Nyet, lo nggak salah minum obat?" ucap Fandi mendaratkan punggung tangannya di depan jidat gue.

"Apaan lo? Gue nggak sakit kok," jawab gue.

Alvin menertawai gaya salam gue menelepon Kiara beberapa saat yang lalu. "Sejak kapan lo pakek salam 'assalamualaikum' gitu?" tanyanya takjub dan kagum seperti melihat hamparan gunung dan pantai yang selalu

menjadi destinasi favorit untuk menyalurkan hobi travelling-nya.

"Setdah, gue ini muslim woyyy! Wajar lah gue salam gitu," jawab gue pura-pura tersinggung.

"Oh ya! Saya kira selama ini Anda atheis, Pak?" Fandi ikut-ikutan meledek gue. Kelihatan banget dia bahagia.

"Fuck, banget emang lo!" Gue mencibir.

"Kok gue jadi penasaran sama si Kiara itu. Ada fotonya nggak?" Gue cuma menggeleng karena memang nggak memiliki fotonya. Gue lihat kontak BBM-nya, saat ini masih menggunakan gambar langit yang mungkin dia ambil saat berada di pesawat sebelum ke Jakarta kemarin, sebagai display picture.

"Gue jadi salting, Bro, sampai nggak tau gimana caranya bersikap sama cewek. Kiara ini bener-bener istimewa di mata gue."

Alvin menepuk pundak gue tanpa mengatakan apa pun sebagai bentuk dukungan, seperti biasanya.

Pukul setengah delapan malam gue mencoba menghubungi Kiara kembali, tapi dua kali menghubunginya, panggilan gue nggak dijawab. Mungkin dia masih tidur. Dia pasti lelah banget, pikir gue. Akhirnya gue memutuskan untuk nggak meneleponnya lagi. 15 menit berlalu, ponsel gue berdering. Di layar ponsel, ada nama Kiara sedang mencoba menelepon. Gue langsung menyambar ponsel dan menerima panggilan teleponnya.

"Hallo, ya Kiara?"

"Sorry ya, aku tadi tidur waktu kamu telepon."

"Iya, it's ok, kamu pasti masih capek. Gimana, apa bisa keluar malam ini?" tanya gue ragu.

"Iya bisa, Tan."

"Oke good, aku jemput kamu ya di hotel."

"Kita ketemuan di lobby ya?"

"Oke."

Gue langsung bersiap dan segera berangkat menuju hotel, tempat Kiara menginap.

KIA:

Setelah menelepon Dastan, kuputuskan untuk menelepon Andra. Dia harus tahu tentang Dastan ini. Aku dan Andra memang cukup dekat dan sering saling bercerita, bahkan tentang hal sekecil apa pun, termasuk tentang siapapun laki-laki yang sedang mendekati ataupun sedang dekat denganku. Selain karena usia kami terpaut cukup dekat, aku dan Andra memang selalu cocok dalam mengobrolkan hal apa saja. Aku menceritakan kembali pertemuanku dengan Dastan dan pertemuan kami sebelumnya pada Andra, serta semua kebetulan yang di luar nalar ini. Ada jeda sesaat. Mungkin Andra sedang berpikir, sepertinya juga tertarik saat aku menceritakan bahwa kami sudah bertukar nomor ponsel dan pin BBM.

"Sekarang dia ngajakin Mbak jalan."

Andra berdecak kagum di seberang telepon."Wah gercep juga. Kayaknya dia emang naksir deh, dari

Love At First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang