2. Most Wanted Boy

701 38 3
                                    

Aku mengayuh sepedaku dengan sekuat tenaga. Pagi ini cuaca cukup mendung, jadi aku tidak perlu basah oleh keringat setelah berkendara sejauh 5 km dengan menggunakan sepeda.

Aku selalu berangkat sekolah menggunakan sepeda. Itu adalah peraturan Ojiisan (lagi). Ojiisan selalu menyama-nyamakan Jepang dengan Indonesia yang padahal perbedaan keduanya amat sangat jauh. Ojiisan menyuruhku berangkat sekolah dengan sepeda, bahkan dia menawariku untuk berjalan kaki saja. Kalau saja aku tinggal di Jepang, aku pasti akan menuruti kemauannya, tapi ini Indonesia! Panas, polusi, kendaraan acakadut.

Ingin sebenarnya aku berteriak di depan wajah Ojiisan, "Jii-san, hallo? Ini Indonesia, bukan Jepang. Tolong dong dibedain!" Tapi apa daya, Ojiisan tampak sangat menyeramkan dengan kumis tebal dan alis terangkat.

Tapi, karena sudah setahun lebih aku mengendarai sepeda, aku jadi terbiasa dengan sepeda. Kini, aku bahkan membenci robot-robot egois penyebab macet dan polusi seperti mobil dan motor. Aku cukup berterima kasih pada Ojiisan karena ini, karena membuatku menjadi gadis penyelamat bumi dengan tidak menambah polusi udara.

Brummm... Brrrummm... Srrettttt... Ciiitttttttttt...

"Waaaa!!!" pekikku saat sebuah motor sport menuju ke arahku dengan kecepatan tinggi.

"Lo nggak pingin hidup lebih lama lagi ya?" teriak seseorang, suara cowok. Sepertinya dia pengendara motor itu.

Aku membuka mataku perlahan. Ban motornya nyaris mengenai betisku. Ternyata dia sempat mengerem motornya hingga motornya berhenti. Untung saja dia mengerem, kalau tidak mungkin aku sudah ditanyai oleh malaikat pencabut nyawa, "Siapa Tuhanmu?" Gawat banget kalau sampai aku menjawab Masashi Kishimoto Sensei*.

* Sebutan untuk orang yang ahli di bidangnya, seperti guru, dokter, pembuat komik, novelis, dsb.

"Heh, lo bego ya?" tanya cowok itu kasar. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup helm teropongnya yang bergambar Yakuza, tapi dari beadge-nya aku tahu kalau dia sepantaranku. "Minggir!"

Dengan jengkel aku menggeser tubuhku menyingkir dari jalannya. Dasar cowok sialan! Bukannya minta maaf hampir nabrak orang, ini malah marah-marah. Lagi PMS ya lo?

Terlepas dari permasalahan itu, aku langsung saja meneruskan perjalananku yang kurang beberapa meter lagi dari parkiran menuju gedung sekolah sambil mengumpat cowok sialan itu. Kalau saja aku tahu siapa dia, pasti sudah kuremukkan kepalanya.

"Yuri!" panggil seseorang. Itu Stefy yang menungguku di depan pintu gerbang sekolah. Dia bahkan lebih mirip security sekolah sekarang.

Stefy adalah teman baikku selain Ery dan Meldy. Kami berempat adalah teman sekelas, dulunya, tapi karena setiap tahunnya kelas kami diacak, kami berempat tidak berada di kelas yang sama lagi. Aku dan Stefy masih berada di kelas yang sama, sedangkan Meldy dan Ery berada di kelas sebelah. Kami berteman sejak kelas satu, tapi kalau si Stefy ini sudah kukenal dari lahir karena menurut cerita Mama, waktu aku lahir si Stefy ini juga baru lahir 3 hari sebelumnya yang membuatnya seruangan denganku.

Biar kuceritakan sedikit tentangnya. Dia ini cantik, tapi tubuhnya lebih pendek dariku, mungkin sekitar 5 cm di bawahku. Rambutnya panjang menggelombang dan selalu disisir rapi. Selalu mengenakan aksesoris dan sangat pandai memadukan warna. Intinya, dia ini feminine dan modis abis.

Jika kita membicarakan kenapa dia ada di sekolah yang sama denganku sekarang, jawabannya juga sama denganku, karena terpaksa. Hanya saja dengan 'terpaksa' yang berbeda. Dia tidak tertidur di kelas saat mengerjakan Ujian Nasional, dia bahkan mengerjakan semuanya, tapi hanya beberapa saja yang benar. Dia bahkan hampir nggak lulus di semua pelajaran MIPA. Kalau ditanya kenapa dia memilih sekolah ini, itu karena dia sangat suka dengan Jepang dan tentu saja dia mahir dalam pelajaran yang satu itu. Dia jugalah yang membantuku mengerjakan tugas-tugas Bahasa Jepangku.

Sakura Love ✔ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang