"Ahh." Hela napas San terdengar cukup keras.

"Apa Putri marah? Maksud ku San, apa kau marah?." Alex memberanikan diri untuk bertanya.

"Tidak, aku tidak marah. Hanya saja, aku merasa bodoh. Setiap kali, aku sering lupa jika kalian bukanlah manusia." San mendengus kesal.

"Maafkan kami."

"Hey untuk apa kalian minta maaf? kalian tidak seharusnya bilang seperti itu."

"Tapi..."

"Sudahlah tak apa." potongnya membuat Alex dan Alexa menundukkan kepala.

Hening.

Beberapa saat mereka bertiga hanya diam. Dalam diamnya, masing-masing saling merutuki dirinya sendiri atas apa yang baru saja diperbicangkan. Obrolan itu membuat mereka secara tidak langsung menjadi canggung satu sama lain. Tak selang cukup lama, akhirnya San angkat bicara.

"Uhm, ternyata sudah seminggu aku baru sadar jika selama ini aku belum pernah melihat kalian makan makanan apapun, jadi untuk menjaga kesehatan dan juga stamina kalian, aku, San Hugward yang kalian anggap sebagai setengah putri dari kerajaan kalian mengutus dengan resmi untuk kalian berdua pergi ke negeri Altair. Pergilah pulang untuk makan makanan yang kalian bicarakan, setelah selesai, kalian bisa kembali kesini lagi menemaniku seperti perintah dari Tuan Roblord waktu itu."

"Tapi..."

"Itu berlaku seterusnya. Dan, jangan segan-segan memberi tahu ku jika kalian merasa lapar. Aku akan mengizinkan kalian pergi kapanpun itu."

"Ta.."

"Tidak ada tapi-tapian!."

***

Sudah sejam sejak mereka pergi, San merasa bosan duduk sendirian ditepi sungai. Ia bosan karena sudah seminggu ini mereka pergi bersama sehingga saat dirinya sendirian, rasa sepi muncul menghinggapi dirinya.

Gadis itu membuang napasnya keras di udara menimbulkan suara desauan yang hanya bisa ia dengar. Ya, karena di sungai itu hanya ada dirinya seorang.

"Ahh lama sekali." keluhnya.

Bagaimana kalau dia jalan-jalan sebentar? Ya, boleh juga untuk mengusir rasa bosan yang berkepanjangan.

San memutuskan untuk menelusuri sepanjang aliran sungai. Melihat jerihnya air sungai sampai batu-batu itu dapat terlihat dengan jelas. Tampak seperti berada dalam kaca besar. Sesekali beberapa ikan melintas dengan cepat bersamaan. Mereka terlihat bahagia.

"Ujung?." San mengerutkan kening.

"Sudah sampai ujung? Cepat sekali?." ulangnya dalam hati.

Perasaan dia tadi baru saja berjalan beberapa langkah, tapi bagaimana bisa ia sudah sampai pada ujung sungai. Benar-benar mengejutkan, separah inikah rasa bosannya sampai dia tidak merasakan perjalanannya hingga sampai sejauh ini.

San melongokkan kepalanya menatap ujung daratan jauh dibawah sana.

"Pasti dari bawah, air terjun ini tampak indah." gumamnya. Tebing air terjun ini tidak setinggi air terjun lainnya yang pernah ia jumpai. Cukup pendek untuk ukuran sungai yang cukup besar.

Ketika dirinya masih asik mengira-ngira seberapa tinggi tempatnya berdiri, suara krasak-krusuk semak di sebelah pepohonan yang agak jauh dari jangkauannya berhasil mengejutkan San. Refleks gadis itu menatap kearah sumber suara. Matanya menyipit berusaha fokus pada obyek yang akan keluar tiba-tiba. Bisa saja itu penyihir seperti seminggu yang lalu. Dia harus waspada.

Sebuah tanduk tiba-tiba muncul terlebih dulu. San menjingkat kaget.

Diikuti dengan suara kaget San, seekor rusa melongok menatapnya dari balik semak. Sambil mengunyah rumput. Mulutnya bergoyang-goyang seirama dengan kunyahan.

Lantas San tertawa renyah. Hampir saja dia jantungan karena ia pikir suara krasak-krusuk itu berasal dari penyihir yang berusaha mengendap-endap untuk menyerangnya.

"H-hai." gadis itu mengendap-endap berusaha mendekati rusa. Dengan langkah sangat hati-hati, San berusaha untuk tetap membuat rusa itu tenang. Sebenarnya dia agak canggung karena sedikit pun arah pandangan rusa itu tidak mau mengalihkan fokusnya dari gerak-gerik aneh yang San timbulkan.

"H-hai." ulangnya lagi ketika dia hampir sampai.

"Rusa manis, jangan takut." San sedikit mengulurkan tangannya. Dia ingin menyentuh binatang manis itu.

Rusa tadi menggelengkan kepalanya, menunjukkan tanduknya yang tajam karena dia merasa sedikit terusik oleh keberadaan San.

"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu."

Sekarang rusa itu menghentakkan kakinya. Dia menundukkan kepala kebawah untuk memperjelas betapa bahaya dirinya. Rusa itu berusaha mengatakan bahwa 'tandukku sangatlah tajam, jangan coba dekati aku' jika saja dia bisa bicara.

"Te-tenanglah."

Tangan lembut San berhasil menyentuh pucuk kepalanya. Seketika rusa itu berubah menjadi sedikit tenang. "Anak pintar." San tersenyum.

"San!."

San melonjak kaget. Suara keras seseorang mengejutkannya. Ralat, bukan hanya dia tapi rusa itu juga. San menoleh kebelakang. Saat ia menoleh, dengan cepat rusa itu berlari menjauh menuju kedalaman hutan.

"Yaaahh jangan pergi." pekik San tak berhasil menghentikan langkahnya.

"San."

Suara Alexa sekarang memanggilnya.

"Aku disini." balasnya.

Semenit kemudian Alex dan Alexa tiba dihadapan gadis itu.

"Rupanya kau disini. Dari mana saja? Kami mencarimu kemana-mana." tanya Alex.

"Ah, tidak aku hanya ingin lihat-lihat daerah di sekitar hutan."

Alexa manggut-manggut.

"Apa kau baru saja kembali?."

"Uhm, tidak juga." balas Alexa.

"Kau tadi berbicara dengan siapa?."

"Siapa? Aku tidak bicara dengan siapa-siapa." San menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gerakan alamiah atas kebohogan yang ia ciptakan.

Alex dan Alexa menatapnya tajam seperti mengintimidasi.

"Apa kalian sudah kenyang?." elak gadis itu berusaha keluar dari tatapan mengerikan kedua sahabatnya yang berasal dari dunia berbeda.

Alex dan Alexa mengganguk bersamaan.

San meringis.

ALLTAR ✔ [Tersedia Di Google Playbook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang