Chapter 1

855 42 4
                                    

Seorang gadis berusia sekitar dua puluhan duduk manis di salah satu meja restoran. Di atas meja terdapat dua piring sirloin steak, dua gelas minuman dingin berhias buah-buahan tropis segar serta lilin-lilin merah yang menyala.

Gadis itu tampil cantik dengan gaun panjang berwarna peach dan bertali spaghetti. Rambut ikal yang dibiarkan tergerai melewati bahu, membuat penampilannya sangat memesona malam ini.

Kalin namanya. Kalinda Shabilla. Sejak pertama menginjak restoran yang menawarkan suasana romantis itu, senyum seakan enggan meninggalkan wajahnya. Seperti saat ini, ia tersenyum manis sekali dengan seorang pria yang sekilas terlihat sedikit lebih tua beberapa tahun darinya.

Pria itu duduk tepat di seberang tempat duduk Kalin. Penampilannya tak kalah rapi dengan kemeja biru muda yang menempel ketat di tubuh atletisnya. Rambut hitam tebal sengaja ditata berbelah tengah. Sepasang mata dengan bola mata hitam, dibingkai bulu mata yang lentik. Senyumnya yang hangat membuat sudut matanya berkerut sedikit. Namun siapapun yang melihat pasti akan terpesona dengan keteduhan yang memancar.

Saat ini pria bernama Athan itu juga tengah memandang Kalin. Semua yang melihat, pasti tahu. Dua insan muda, tengah dimabuk cinta.

Sejenak Kalin menunduk. Ia seperti tersipu. Wajahnya memerah mendapati Athan yang menatap tanpa berkedip.

Athan lantas menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Tetapi arah tatapannya tak berubah. Sangat sulit rasanya, berpaling dari Kalin. Sikap Kalin selalu membuatnya gemas setengah mati.

Kalin berdeham, memecah kesunyian. Ia seolah mulai bisa menguasai diri. Kini gadis itu mengangkat kepala. Dengan sekali gerakan, ia balas menatap Athan. Meski jantungnya masih saja berdebar kencang, ketika menelusuri dalamnya mata lelaki itu.

"Kenapa mengajakku ke tempat seperti ini?" katanya kemudian. "Aku nggak sedang ulang tahun, kan? Ini pasti tempat mahal, Beib..." Kalin mulai mengedarkan pandangannya menyapu sekitar restoran yang bercahaya remang-remang.

Athan kembali tersenyum, "Minggu lalu hari jadi kita yang ketiga, kan?"

"Itu sudah lewat. Kita juga sudah merayakannya meskipun hanya makan di Warung Padang."

Kalin mengamati sekitar seolah takut ada orang yang menguping pembicaraan mereka. Ia menurunkan volume suara, "Makan masakan Padang jauh lebih kenyang daripada di sini."

Athan segera tergelak mendengarnya. Ini juga satu hal yang menggemaskan dari diri Kalin. Itulah mengapa Athan sangat menyayangi gadis itu. Tak lama, tawanya berhenti. Kembali, ia memandang Kalin. Namun sebelum Kalin dibuat salah tingkah lagi, raut wajah Athan berubah. Rahangnya mengeras bersamaan dengan bibirnya yang terkatup. Lelaki itu mulai merogoh saku celana, mencari sesuatu.

"Eh Beib, aku sudah boleh makan be─" seru Kalin yang kemudian menggantungkan kalimatnya ketika melihat sesuatu yang dikeluarkan Athan dari saku. Kotak kecil berselimutkan beludru berwarna biru dongker.

Athan mengulurkannya ke depan meja Kalin.

Mata Kalin membulat. Ia menatap Athan untuk mencari jawaban. Namun yang dipandang justru memutar bola mata hitamnya. Dari sikapnya, lelaki itu terlihat seperti sedang mengumpulkan segenap keberanian. Seolah hal yang hendak dikatakan adalah kalimat yang tidak mudah.

Melihat itu, Kalin memiringkan kelapa dengan raut bingung. Gadis itu mencoba mencari jawaban dari sikap Athan yang agak tidak biasa. Tetapi ia tidak mau mengira-ngira sendiri.

Athan menelan ludah, hingga jakunnya naik turun. Dengan tangan gemetar, lelaki itu membukanya. Dan terlihatlah sebuah cincin manis bertengger di sana.

Like A Cinderella's Shoes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang