Part 1 It's Five O'clock Somewhere

Start from the beginning
                                    

"Eh, ada artis Korea," celetuk salah seorang cowok. Aku yakin banget kalau dia mengomentari Nadya. Nadya memakai jins ketat dan atasan yang enggak kalah ketatnya dipadukan dengan sepatu boots bertali. Dandanannya memang lebih cocok buat ke mall daripada ke pasar. Untung hari ini aku memakai jins dan blus brokat ala Hippies, jadi tidak salah kostum kalau dipakai ke pasar becek.

"Mirip penyanyi dangdut siapa ya?" balas cowok lainnya.

"Sialan!" omel Nadya. "Kalau tahu disuruh ke pasar tadi pakai kaos sama sneakers aja."

Akhirnya, kami sampai di tujuan setelah bertanya pada ibu-ibu pedagang buah. Kami mewawancarai beberapa orang pedagang, lalu pindah ke Senen dan Benhil. Setelah ngubek-ubek tiga pasar, masing-masing harus menulis lima berita. Biasanya kalau tidak sampai ada lima berita, kami harus menambah dengan berita terjemahan agar kuota lima berita sehari terpenuhi. Aku dan Nadya makan siang di rumah makan Padang dekat Benhil sambil berdiskusi untuk membagi berita apa yang akan kutulis dan apa yang akan ditulis Nadya.

"Kamu nulis tentang harga beras yang masih stabil, harga daging sapi naik, cara penjual bakso menyiasati kenaikan harga daging sapi. Aku nulis tentang harga cabai, pendapat pemilik warung makan tentang kenaikan harga cabai dan harga sembako apa aja yang naik."

"Baru tiga nih. Berarti harus cari dua berita terjemahan," kata Nadya.

"Khusus hari ini harus berita yang berhubungan dengan harga sembako. Udah yuk balik kantor entar kita pikir lagi," ajakku.

Sampai di kantor, kami langsung sibuk menulis berita dan memikirkan cara untuk memenuhi kuota.

Kris, sahabatku yang tinggal di Jogja, mengirim pesan melalui LINE PC.

Kristina: Houston to earth.

Janur: Earth to Houston.

Kalimat itu merupakan kode, saat kami bertukar pesan melalui LINE PC. Artinya, situasi aman dan kami bebas mengobrol. Dia partner in crime-ku waktu bekerja di kantor pemasaran di Jogja. Pekerjaanku sebelum menjadi jurnalis. Kami sering kelayapan di Beringharjo saat makan siang atau pas bos enggak ada di kantor. Jaman itu kami mengobrol lewat Yahoo Messenger karena beda ruangan. Aku bagian admin, sedangkan dia bagian keuangan. Kini, Kris bekerja di pabrik garmen yang ada di Jogja. Kantornya masuk di hari Sabtu meskipun setengah hari.

Kristina: Bridezilla mode on. Help."

Janur: Kenapa lagi?"

Kris akan menikah enam bulan lagi. Dia sibuk menyiapkan pernikahannya sendiri karena tidak memakai wedding organizer. Sejauh ini dia masih belum menemukan gedung untuk resepsi. Urusan souvenir dan cetakan undangan juga belum dibahas.

Kristina: Foto pre-wedding mahal ya. 5,5 juta bo.

Janur: What? Mahal amat. Pakai foto biasa ajalah

Aku tidak mengerti kenapa orang rela bayar mahal buat apa yang disebut foto pre-wedding. Dengan harga 5,5 juta mending duitnya buat beli mesin cuci apa kulkas buat isi rumah.

Kristina: Enggak ada foto yang bagus. Ini lagi cari yang lebih murah. Ada ide konsep foto?

Janur: Gimana kalau ceritanya kalian lagi belanja terus kamu pose di depan cermin sambil megangin ujung rok yang kamu pakai. Terus Bongky duduk deket cermin sambil ngelihatin kamu dengan tatapan terpesona.

Kristina: Idenya bagus. Tapi, Bongky enggak bakal mau di suruh pose aneh-aneh.

Aku baru dua kali bertemu Bongky dan memang dia bukan tipe cowok narsis yang suka pose aneh-aneh. Dia tipe IT geek yang doyan main game.

You Can't Hurry Love [Dihapus Sebagian]Where stories live. Discover now