Tapi nyatanya tidak demikian. Zia menghela nafas panjang. Sebaiknya ia harus menata ulang lagi isi kepalanya mengenai kehidupan rumah tangga. Zavier yang punya muka sekaku serat entah apa pun itu sehingga sulit sekali tersenyum, jelas tidak akan bermurah hati memberikan kehidupan rumah tangga yang penuh hal-hal romantis padanya. Dan inilah yang menjadi salah satu penyebab Zia enggan sekamar dengan suaminya itu.

***

Zavier sedang membaca sesuatu di monitor laptopnya, saat pintu ruang kerjanya tiba-tiba terbuka. Ia segera mengalihkan pandangan, lalu menemukan seorang perempuan cantik tengah tersenyum lebar padanya.

Zavier seketika mengeluh dalam hati.

"Halo sepupu," sapa perempuan itu dengan seringai lebar yang sayangnya sama sekali tidak mengurangi kecantikan di wajahnya. "Kenapa cemberut? Apa istri kecilmu tidak memberi jatah semalam?"

Zavier baru saja akan menjawab, ketika seorang anak kecil berusia satu setengah tahun muncul di sebelah kaki perempuan itu sambil berteriak menyebutkan "Mami".

"Sebentar, Sayang. Kita ganggu om Vier dulu ya," ucap perempuan itu lalu mengangkat anaknya ke dalam gendongan.

"Hey, Kavier, kenapa diam saja dan terus cemberut?"

Zavier menarik napas dalam sambil menatap perempuan di hadapannya. "Apa yang kau lakukan di sini, Carissa?" tanyanya. "Dan berhentilah memanggilku dengan sebutan Kavier."

Carissa kembali tersenyum dan melangkah mendekat. "Tentu saja ingin menganggumu," jawabnya. "Sekaligus ingin mendapat kepastian kapan aku bisa bertemu dengan istri kecilmu itu lagi, Kavier."

Zavier melotot. Namun, Carissa malah dengan santai berbalik dan duduk di sofa empuk yang ada di salah satu sisi ruangan. Anak kecil dalam gendongannya tampak menyandarkan pipi dengan nyaman di dada sang Mami.

Zavier berdiri. Ia pun melangkah dan duduk di dekat Carissa. "Kurasa kau baru saja tersasar, ini jelas bukan kantor suamimu," ucap Zavier, tapi tangannya terulur mengusap kepala sang bocah.

"Aku memang sengaja mampir kemari. Tadi kami sudah lebih dulu mengganggu Papi, ya kan, Sayang?" Carissa menunduk dan mengecup puncak kepala anaknya. "Tidak mau punya bayi?" tanya Carissa saat Zavier hanya menatap ia dan anaknya.

Zavier menjawab pertanyaan Carissa dengan senyum masam. Adik sepupunya ini memang pengacau kelas berat. Pernikahan bahkan tidak membuat perangai buruknya itu hilang.

"Kenapa kau tidak mengganggu kakakmu saja, selain menggangguku di sini?" tanya Zavier kemudian. Mencoba mengalihkan topik.

"Kak Anta tidak seru untuk diganggu saat ini. Dia terlalu bahagia dengan bayinya. Apa pun kejailanku semua dimaafkan dengan mudah. Lebih asik kalau aku menganggumu saja, pengantin lama yang baru memulai hidup bersama."

Zavier mengembuskan nafas tajam mendengar ucapan Carissa. Ia lalu menyandarkan punggung ke sandaran sofa.

"Ada apa? Kau terlihat tidak baik," tanya Carissa dengan tatapan menyelidik. "Apa dia masih memanggilmu dengan sebutan 'Om'?"

Zavier serta-merta mendelik. Dilihatnya Carissa nyengir dengan usil padanya.

"Tidak. Dia tidak pernah lagi memanggilku seperti itu sejak aku pertama kali memintanya," jelas Zavier. "Dia cukup penurut dan tidak menyusahkan."

Dulu, saat mereka baru menikah, Zia dengan takut-takut menyapa Zavier dengan sebutan "Om". Membuat pria itu meradang. Sambil menahan marah, Zavier meminta Zia untuk memanggil namanya saja tanpa embel-embel lain. Ia tidak ingin memperjelas jarak usia mereka dengan sapaan satu sama lain. Dalam hal ini ia ingin mereka setara.

Carissa tertawa pelan. "Lantas kenapa wajahmu begitu masam?"

"Aku hanya banyak pekerjaan," elak Zavier. Enggan menyebutkan masalah sebenarnya. Bahwa ia gemas setengah mati pada istrinya. Bahwa ia menyesal karena hanya berani mengusap kepala Zia tanpa mencoba peruntungan dengan menciumnya.

"Kau berbohong," tembak Carissa tepat sasaran. "Tapi tak apa, kulihat kau pun saat ini sama sekali tidak asik untuk dikerjai."

"Terimakasih pengertiannya," ucap Zavier seraya mengembuskan nafas lega.

"Omong-omong aku serius dengan ucapanku sebelumnya," kata Carissa. "Jadi kapan aku boleh bertemu dengan istrimu?"

"Tidak sekarang," jawab Zavier cepat.

"Harus berapa lama lagi?" desak Carissa. "Kau posesif sekali sih, masa untuk mengenalkannya saja sulit sekali."

"Nanti," sahut Zavier. "Aku akan mengenalkannya padamu nanti. Setelah membawanya bertemu dengan orangtuaku lebih dulu."

Carisaa yang semula berniat terus menuntut hingga Zavier menyerah, seketika mengurungkan niat begitu mendengar ucapan Zavier. Ditatapnya sepupunya itu dengan tatapan penuh pengertian. Kali ini usahanya untuk merusuh di kantor Zavier tampaknya harus ditunda dahulu. Karena sepupunya ini, yang biasa menjadi bahan keusilan paling favorit, tampak sedang berada dalam suasana hati yang cukup buruk.

***

Bersambung...

Hai hai... Lagi, saya nulis dalam keadaaan ngantuk. Kesadaran mulai hilang timbul. Mohon koreksiannya ya...

Karena kemarin ada yang bilang Zia jadi mahasiswanya Ata aja supaya Ata-Fifa bisa nongol di sini, saya akhirnya mutusin buat bikin si Zia kuliah di fakultas teknik, biar ada belajar2 Fisika-nya. Tapi teknik apa masih dalam pertimbangan. Hehe... Jadi kalau berharap bisa bertemu Ata dan Fifa di sini, tunggu aja ya. Haahhh... saya jadi ikut2an yang gagal move on dari JGK akhirnya. Mau nulis kemana aja tetep dua orang itu dimunculin.

Btw ada yang masih ingat si Carissa? Yang di cerita saya yang duluuuuuu sekali. Yang baru beberapa bab tapi saya unpublish. Wkwkwk

Nah, kenal nggak sama cowok yang disebut Carissa dengan sebutan "Kak Anta"? Kalau bisa nebak, asli saya ngeri sama kalian. Hahaha... Soalnya petunjuk emang ada di cerita2 saya sebelumnya, tapi pengenalan secara resmi belum ada sih.

Makasih udah baca ya, sampai jumpa di bab berikutnya :*

(09 Agustus 2016, 22:01)

CopulabisWhere stories live. Discover now