▪8▪

8K 695 133
                                    

8.

==========
Aku tahu cinta butuh waktu,
Aku juga tahu waktu tidak pernah membekukan cinta,
Sebab apa?
Karena definisi keduanya ada pada diri kita.
==========


"Mbak kamu cantik ya, An."

          Tia berkata sembari mengambil beberapa tusuk sate yang disajikan. Piring datar besar yang dibawanya telah penuh oleh berbagai macam makanan. Andra yang mengekori sahabatnya itu hanya mengangguk-angguk mengiyakan. Membantu memindahkan kue-kue basah yang tersaji ke dalam piring Tia.

"Buruan nyusul, An. Biar ngerasain rasanya enaena."

"Mulut kamu lho, Ti. Ini Solo bukan Jakarta. Please, entar kedengeran eyang bisa mampus aku."

"Cie cucu eyang."

"Kena sembur eyang rasain kamu, Ti. Mendingan kamu itu fokus sama Endro, sama keluarganya, keluarganya jauh lebih garang daripada keluargaku."

"Garang gimana? Keluarganya Endro makan orang?"

Andra masih dengan luwesnya mengikuti Tia kemanapun gadis itu pergi. Pindah dari satu meja ke meja lain. Mengambil semua makanan yang disukainya. Beberapa tamu undangan mengerutkan dahi, mereka sadar jika gadis yang memakai kebaya sarimbit berwarna hijau lumut itu adalah Putri dari Raden Sri Hadiningrat dan merupakan cicit dari Buwana XII. Momen langka itu mereka abadikan karena jarang sekali mereka bisa bertemu dengan keturunan langsung Raden Sri Hadiningrat. Auranya yang terpancar membuat orang yang berada disekelilingnya mengagumi diam-diam. Tak menampik betapa cantik putri yang selama ini disembunyikan.

Selama ini masyarakat sekitar keraton yakin bahwa Andra yang mendapat gelar sebagai Raden Ajeng sengaja disembunyikan oleh pihak keraton. Dulu, maraknya penculikan balita membuat Raden Sri Hadiningrat memutuskan untuk tidak mempublikasikan anak perempuannya. Dan kini, setelah sekian lama masyarakat keraton penasaran akan rupa sebenarnya putri dari Raden Sri Hadiningrat tersebut, penantian mereka tidaklah sia-sia. Memang keturunan langsung Raden Sri Hadiningrat berwajah cantik jelita.

"Ngulitin orang hidup-hidup lebih tepatnya."

"Kamu pernah?"

"Gaklah!"

"Mana berani mereka sama kamu, kamu kan darah muda eh salah. Darah biru!"

Tia berhenti menggeser tubuhnya kala menyadari tidak ada sahutan lagi dari Andra. Biasanya perempuan itu pasti mencubit lengannya atau tidak menarik ujung rambutnya saat mereka berdebat. Ia membalikkan badan dan mendapati Andra berdiri diam menatap ke tempat dimana tamu yang datang berbaris mengucapkan selamat kepada pengantin baru.

"Kebelet kawin beneran ya, An? Ngelihatin segitunya," ejeknya. Tapi sama sekali tidak membuat Andra terganggu. Tia semakin penasaran. Apa yang ditemukan Andra di antara puluhan orang yang mengantri di sana? Masih dengan rasa penasaran yang terus menerus menggerogoti isi kepalanya, Tia memusatkan pandangan pada hamparan manusia yang bergerak sedikit demi sedikit seperti koloni-koloni semut yang berjejer rapi. Dua menit ia mencari-cari sampai ia tahu apa penyebab Andra jadi seperti ini.

"Ti..."

"Berhenti, Andra." Peringatan Tia. "Jangan pandangi mereka terus menerus."

Andra mendesah. Pikirannya terus-menerus memikirkan bagaimana Rangga dan Bella bisa menghadiri pernikahan sepupunya. Jika Amel sengaja mengundangnya, maka perempuan itu benar-benar sedang mencari mati pada Andra.

The Fact. - On GoingWhere stories live. Discover now