▪2▪

9.4K 628 40
                                    

2.

==========
Anggaplah jika pertemuan itu adalah sebuah perpisahan,
Maka, tidak akan ada namanya kesedihan yang mendalam.
==========

          Andra memekik begitu Sila –ketua tim- menarik kerah baju kemeja putihnya kuat. Belum selesai Andra berkumur, wanita berusia tiga puluh tahun itu menyeretnya keluar dari walk in closet. Sebenarnya Andra sedikit bingung apa maunya ibu-ibu ini. Tadi saja menyuruh semua anggota tim menggosok gigi karena Wakil Pimpinan Redaksi yang baru akan segera datang. Menyuruh bersolek agar tim editing tidak dipandang sebagai tim yang mengenaskan, karena seharian menatap komputer juga melihat deretan abjad.

“Aduh, Bu Sil! Leher saya bu, sakit,” ujar Andra pada akhirnya. Barulah sesudah mengatakan itu, Sila melepaskan tarikannya. Ia tersenyum gamang.

“Maaf An, soalnya kita lagi keadaan darurat. Kau tahu ‘kan, Wakil Pimpinan Redaksi yang baru akan mulai bekerja pada hari ini...,” Andra menganggukkan kepalanya, “Nah, berhubung kau yang paling bening dan juga segar di antara anggota tim kita yang lain, aku memintamu untuk menyambutnya di pintu masuk.”

“Pintu masuk ruangan kita ‘kan, bu?”

Sila menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. Tanda tak setuju dengan perkataan Andra, “Bukan, pintu masuk perusahaan.”

“Saya sendiri, bu?”

“Pak Bimo dan dirimu saja. Kau tidak harus bicara apa-apa saat menyambutnya. Cukup mengalungkan ini...,” Andra menerima kalung bunga yang diserahkan Sila, “dan tunjukkan senyum tulusmu.”

“Kapan Wapemred akan tiba?”

Sila melirik jam yang berada di pergelangan tangan. Seharusnya pria itu sudah datang dari lima menit yang lalu. Ia kemudian merogoh saku blazer saat dirasa ponselnya bergetar.

“Cepat turun ke bawah, An! Wapemred sudah memakirkan mobilnya di basement. Pak Bimo sudah menunggu di koridor.”

Barangkali ini efek suara Sila yang terkesan memaksa Andra untuk bergerak cepat, perempuan itu seperti orang linglung mencari lift guna membawanya turun. Setelah berhasil mencari lift yang kosong dan menaikinya, Andra merapikan pakaian yang dikenakan. Beruntung hari ini ia memakai kemeja putih yang dipadankan dengan celana kulot panjang.

Andra memberi hormat pada Bimo yang sudah berdiri di sisi kanan pintu, lalu melakukan hal yang sama yang dilakukan pria paruh baya itu –berdiri bersisian di sampingnya-.

Tidak sampai lima menit, orang yang ditunggu pun tiba. Bimo memberi sambutan pada Wapemred baru. Lalu kedua orang itu mengobrol seakan bertemu teman lama. Andra tak begitu mendengarkan. Ia hanya mengagumi pria yang baru saja datang. Tubuhnya tinggi tegap, rahangnya juga tegas, dan jangan lupakan pria itu berlesung pipi karena barusan melempari Andra dengan senyum menawan.

Ia langsung sadar ketika lengan Bimo menyenggolnya. Segera Andra mengalungkan rantaian bunga yang dibawanya kepada Wapemred baru. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana pipinya itu bersemu merah saat tak sengaja kedua mata mereka bertemu. Memang benar, perempuan tidak bisa mengabaikan wajah tampan yang dilihat mereka. Dan saat ini, Andra pun juga begitu.

“Siapa perempuan cantik ini?”

“Oh maaf, aku lupa tidak mengenalkannya padamu. Dia ini salah satu editor kita, namanya Andra...,” jeda sejenak. Bimo melanjutkan, “Dan Andra, ini adalah Wapemred baru kita. Kau beruntung menjadi anggota tim yang melihatnya pertama kali. Perkenalkan, ini Rendra.”

Andra hanya menundukkan kepala sekilas, memberi salam pada Wapemred baru yang diketahui bernama Rendra. Dibalas pria itu dengan senyuman ber-dimple lagi.

The Fact. - On GoingWhere stories live. Discover now