Butterfly's Sleep (ch. 4)

6K 426 19
                                    

CHAPTER 04

Arthemyev Seryi Seravine

Sampai usiaku yang sekarang, aku dua kali patah hati. Padahal di luar sana ratusan, bahkan ribuan gadis-gadis bertubuh seksi mungkin tengah melempar cintanya padaku untuk kutangkap. Memang yang namanya hidup selalu memiliki ironi sendiri, dan hidupku selalu lebih dari itu.

            Jadi setelah si penghianat berniat menikah dengan cinta keduaku, aku segera angkat kaki dari Paris dan meneken kontrak untuk membuat album di Amerika dengan sebuah label major di sini. What a great chance, semua orang bertepuk tangan atas perintisan karir yang memang menakjubkan ini. Holywood di depan mata, dan aku hanya tinggal melangkah saja. Hanya satu yang mereka tidak tahu, aku sampai di sini atas dasar patah hati.

            Lucu, kupikir selamanya akan selalu seperti ini. Semua perempuan yang kusuka akan bertepuk lutut pada kakak tiriku yang memang lebih hebat hampir dalam segala aspek kecuali tampang—aku masih cukup percaya diri dengan tampangku yang lebih lumayan daripada dirinya—dan kemudian lelaki sialan itu akan mengabaikan, lalu kami berkejar-kejaran dalam pusaran yang laknat. Namun akhirnya kakak sialan itu bertekuk lutut juga pada gadis yang mengejarnya. Ah, si delima manis yang mudah sekali jatuh cinta pada om-om yang tidak punya selera fashion.

            Mereka akhirnya menikah, dan kurasa ini adalah akhir dari takdirku sebagai seorang selebriti jomblo yang kesepian. Aku pasti bisa punya pacar yang walau tidak begitu seksi, tapi cantik, imut dan mengemaskan. Oke, itu namanya imajinasi seorang lelaki dewasa. Lupakan, aku tak mau image-ku hancur padahal ceritaku belum sampai pada tahap akhir.

            Intinya aku sibuk berkarir. Mulanya memang hanya menyanyi, tapi setelah album Amerika-ku heboh di pasaran, tawaran untuk main layar lebar. Biasanya aku hanya aktor teater, tapi ternyata kamera tidak begitu buruk. Kemudian semuanya jadi serba sibuk. Minta libur satu hari saja rasanya berdosa pada jutaan fans yang mengantre di Time Square untuk mendapatkan tanda tanganku. Hingga pada akhirnya siang hari itu aku duduk manis di sana, menyapa dengan hangat siapa saja yang datang untuk mendapatkan tanda tanganku, dan yah... seperti yang kalian tahu, kami bertemu.

            Kami, siapa?

            Aku dan hng... seseorang yang, apakah harus kuceritakan lagi dari awal?

            Rasanya seperti bertemu seekor kucing rumahan yang baru saja disiksa oleh majikannya. Kucing malang tersebut lalu kutampung di rumahku tiap malam, dan kami berteman dengan baik. Lalu pada suatu hari, aku harus pindah ke luar kota, meninggalkannya dalam keadaan tak terurus dan melanjutkan hidup dengan membawa segumpal rasa bersalah.

            Ah, rasanya tragis. Kalau mengingat apa yang terjadi di masa lalu, kadang aku berpikir, apa yang ada di sana dan menjadi seorang bocah kecil baik hati itu adalah aku? Tapi ya, memang aku. Dan ternyata sampai kapanpun rasa bersalah itu akan selalu hinggap, menjadi borok kecil yang selalu membuatku lemah.

            Begini rasanya, pernah lihat manusia paling menyedihkan di dunia? Aku tahu di Afrika sana ada anak-anak yang kelaparan hingga tubuhnya hanya tinggal tulang terbungkus kulit. Tapi kadang kupikir ia jauh lebih menyedihkan daripada itu. Ya, seharusnya ia punya kehidupan yang baik—lebih baik daripada siapapun, namun lingkungan menghancurkannya, lebih dari itu, dirinya sendiri ikut hancur secara perlahan.

            Aku hanya seorang penonton tadinya. Sebagai penonton seharusnya aku berempati, bukan bersimpati.

*

Kami bertemu beberapa hari lalu setelah ia datang ke apartemenku. Apa aku harus berbohong padanya agar ia mau tinggal di sini dan mengurangi sedikit saja rasa bersalahku dengan berkata bahwa aku membeli apartemen ini karena dirinya? Ada sedikit kebohongan di sana, tapi selebihnya benar.

Butterfly's SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang