1. Hal Penting Apa?

17.5K 471 20
                                    

Andrea Valencia Christopher.Diumur yang ke 23 tahun ini ia bekerja sebagai sekretaris utama sebuah perusahaan cukup besar, Dia sebenarnya bekerja di perusahaan ini karena takut dijodohkan, ancaman maminya sangat ampuh untuknya, dengan berat hati Dea harus bekerja di perusahaan itu agar bisa tenang dari ancaman mami ga.

Hari-hari yang dilalui Dea tak ada yang istimewa, hanya bangun, sarapan, mandi, pergi ke kantor, kerja, pulang, makan malem, mandi lagi, istirahat. Rutinitas itu dijalani setiap hari, kecuali hari sabtu dan minggu dan tanggal merah merah pastinya, Dea menjalani rutinitas hibernasi-nya hingga siang bahkan sore hari baru bangun. Ia memilih untuk tidur dibanding shoping dengan teman-temannya, rumpi sana-sini, tapi terkadang juga Ia melakukannya saat merasa bosan di rumah atau saat sendiri di rumah.

Membayangkan bekerja sebagai sekretaris pasti tidak akan mudah, apa lagi jalani setiap hari. Kerjaannya cukup menguras tenaga, pikiran dan batin karena atasan yang menuntut sekretarisnya selalu siap sedia selama dibutuhkannya, sebagai pekerja profesional harus menerima dan kerjakan sampai tuntas tidak ada bantahan apapun. Buatlah atasan-mu terkesan dengan pekerjaan yang anda kerjakan. Itulah prinsip yang di pegang Dea saat ini.

Author p.o.v.

"Mi, Dea pergi." Dea berdiri membuat kursi yang Ia duduki bergesekan dengan lantai menimbulkan suara ngilu didengar telinga.

"Hati-hati di jalan ya sayang" Dea mencium pipi maminya.

Dea memasuki garasi dengan santai . 3 menit berlalu, Dea mengacak-acak isi tas nya, tapi kunci yang dia cari tidak ketemu juga.

"MAMI, kunci mobil Dea di mana?" Dea berteriak dari dalam garasi.

"Cari di meja makan." jawab mami yang tetap fokus pada TV. Detik sih lanjutnya Dea sudah berada di samping meja makan.

"Ah. Ketemu.. Bye mih"

"Bye"

°^°

"Pagi Pak" formalitas Dea pada Pak Jonathan.

"Pagi. Kamu kerjakan ini yang rapi, siang ini harus selesai." Pak Jonathan menyerahkan setumpuk map warna-warni kepada Dea.

"Akan saya usahakan." Dea mengambil tumpukan map yang diberikan Pak Jonathan kepada Dea.

"Jangan bilang diusahakan, tapi harus." tegas Pak Jonathan

"Baik." tanpa menunggu balasan Dea meninggalkan ruang CEO.

Bruk.

"Ck." Dea berdecak setelah mengambil nafas panjang.
"baru liat aja udah males apalagi ngererjain, dikasih setumpuk kek gini kapan selesainya coba?" gerutu Dea sambil nopang kepala di atas kedua tangannya dengan bibir maju.

"Dikerjain bukan di omelin map-nya, tidak akan selesai kalau cuma dilihat saja." sebuah suara mengejutkannya tiba-tiba masuk kedalam telinganya.

"E-eh ini juga mau dikerjakan pak." Dea menunduk.

"Tidak sopan saat seseorang bicara dan tidak menatap matanya." katanya sambil menatap Dea tajam.

"Ma-maaf pak." Pak Jonathan meninggalkan tempat yang ditempati Dea saat ini.

"Hhhhhhh hhhhuuuhhh" Dea mengambil nafas panjang lagi, sebelum menancapkan headset di kedua telinganya dan memutar lagu dari iPod-nya supaya tidak terlalu stres, membuka laptop, memencet tombol power on, dan mengambil map paling atas dari tumpukan map yang diberi Pak Jonathan pada Dea. Ia membaca dengan cepat dan cermat, lalu jari tangannya memencet dengan lincah huruf demi huruf di laptop.

°^°

Tok tok tok ...

"Masuk"

"Pak, ini sudah selesai." Dea menyerahkan berkas yang dari tadi dikerjakannya.

"Taruh di meja saja nanti saya cek lagi sebelum rapat sore ini."

"Baik pak, permisi." Dea keluar dari ruangan CEO.

"Yes... Akhirnya dapet free time. Cafe sebelah ah." Dea yang baru saja mau memasuki lift dikejutkan lagi di dengan suara yang dia hafal.

"Siapa bilang free time? Nih kerjaan masih banyak." Pak Jonathan tiba-tiba sudah ada didepan meja Dea dan memperlihatkan beberapa map berwarna hitam dan tebal.

"Kerjakan di ruangan saya!" lanjutnya sebelum membawa kembali map berwarna hitam tebalnya.

"Kenapa di ruangan bapak? Kan saya punya meja kerja sendiri." suara Dea meninggi perlahan.

"Saya tahu kamu mau ke cafe, Kalau saya dibiarkan kamu kerja di sini kerjaan ini gak akan benar karena pikiran kamu udah ada di cafe."

"Iya Pak, saya siapkan laptopnya dahulu."

"Ga usah, pake laptop saya saja." 'haiishh!' Dea mengeluh dalam hati.

"Baik pak." jadilah Dea cuma bawa buku catatan kecil dan pulpen hitam, map yang tadi ditunjukan pada Dea di bawa lagi ke dalam ruangannya.

°^°

Di dalam ruangan Pak Jonathan, Dea hanya duduk di sofa tanpa melakukan pekerjaan yang disuruh Jonathan tadi, file yang seharusnya dikerjakan Dea dia kerjakan sendiri dan membiarkan Dea mati kutu di dalam ruangannya. Dari tadi Dea hanya bisa menggerutu dalam hati dan berdecak sebal.

'Trus buat apa gue disuruh kesini? Cuma buat liatin dia sama laptop nya aja gitu?'
Tangannya yang terus memencet tombol-tombol diatas keyboard laptop terus seperti itu dari 1 jam yang lalu.

"Pak, misi mau ke wc sebentar." izin Dea

"Tidak, saya tahu kamu bosan dan mau ngambil handphone" kata Jonathan tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"engga pak, saya memang mau buang air kecil, tapi sesudahnya memang mau ambil hp." Dea berkata pelan setelah kata tapi.

"ya sudah cepat, 2 menit."

'Are you crazy huh? You give me a time just 2 minutes? Jarak dari ruangannya ke wc lumayan jauh belum lagi ngaca, benerin rambut, benerin baju, Eh? trus balik lagi keruangannya itu saja menghabiskan waktu lebih dari 5 menit' Sebenernya Dea memang tak akan ke wc itu hanya alasan, Ia mau jalan-jalan, karena pinggang dan punggungnya pegal. Dea memang termasuk orang yang sulit untuk diem, ya jadi duduk juga pasti banyak yang gerak entah tangannya mukulin meja, jailin orang, kakinya di goyang-goyang, kepalanya yang dianguk-anggukan seakan mengikuti irama lagu, ato mulutnya yang ganggu orang lain, pokoknya ga betah diem lah. apa lagi ini di suruh duduk tanpa melakukan aktivitas apapun, di depan bos lagi kalo mau jailin kan ga sopan jadi lebih milih keluar jalan-jalan kan?

Cuman di Kasih waktu 2 menit kan? Lebih dikit ga papa lah ya.. Jalan jalan di taman kantor sambil ngehirup udara segar menenangkan pikiran.

-

"Maaf Pak saya ada perlu tadi."

"Perlu apa Dea?" katanya sambil mengalihkan pandangannya pada Dea.

"I-itu Pak.... Eh.."

"Ga bisa jawabkan? Saya Kasih waktu 2 menit bukan 30 menit."

"Kan cuman beda 1 angka dari 2 ke 3." Dea nyengir tak bersalah.

"1 angka apanya Dea? 0 nya ke mana? Kamu ngapain ke Taman? " katanya kesal. 'Nah loh! kok tau?'

"Hehe. Jalan-jalan aja pak. maaf pak." Dea memberikan cengirannya.

"Ya udah saya maafkan, saya mau memberi tau kamu hal penting, sebelumnya saya minta maaf karena mendadak. kamu sekretaris saya kan. Saya ada urusan di luar negeri jad-"

"Maksud bapak saya akan menggantikan bapak di sini?" kata ku memotong perkataannya dengan semangat.

"Jangan motong pembicaraan saya sebelum selesai! Jadi..... "

~~~~






Makasih udah luangin waktu kalian untuk membaca cerita yang absurd aku ini. Please vote and coment untuk masukan juga, coment apapun pasti diterima.. Sorry for typo.. makasih.. Ikutin terus ya..

My Choosey BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang