Chapter I

1.4K 172 15
                                    


#Warning : some scene with violence, sexual harrasement and verbal abuse. Some based on true story

-----0000000-----

Jakarta tampak mendung sore hari ini. Seorang gadis tampak masih setia menunggu -meski entah siapa yang ditunggu- di sebuah halte bus yang berada dekat dari salah satu Universitas swasta ternama di Jakarta.

Tubuhnya bergerak-gerak gelisah. Manik hazel-nya tak berhenti memandang jalan di depannya yang tampak lengang. Beberapa kali tampak laki-laki iseng bersiul genit ke arahnya. Bahkan ada yang nekat mengeluarkan celetukan menggoda.

Sejujurnya, Yuki merasa takut menunggu sendirian di tempat yang sepi seperti ini. Tapi apa boleh buat, sang kekasih telah memintanya menunggu di tempat ini. Dan sudah nyaris 1 jam menunggu, tak tampak tanda-tanda kedatangan dari pemuda yang dicintainya tersebut.

Yuki lagi-lagi melirik jam yang melingkari tangannya. Pukul 17.30 wib. Artinya sebentar lagi maghrib tiba. Dan sang Mama pasti akan bertanya mengapa dia pulang telat hari ini. Yuki sudah menyusun seribu satu alasan jika nanti sang Mama bertanya padanya.

Sebuah motor lewat tepat di depannya. 2 orang pemuda tanggung berboncengan dan pemuda yang membonceng dengan berani bersiul dan mengerling manja ke arahnya.  Yuki bergidik ngeri dan memilih membuang pandangannya ke arah lain. Beruntung, motor itu hanya lewat begitu saja.

Tak tahan dengan kondisi itu, Yuki mengambil ponselnya dan menekan nomor sang kekasih untuk dihubungi. Setelah beberapa lama dalam nada tunggu, telepon itu dijawab juga oleh kekasihnya.

"Dimana ?" Tanya Yuki. Berusaha meredam kekesalan dalam nada suaranya.

"Macet jalanan." Jawab sang kekasih singkat.

"Berapa lama lagi, Al. Aku takut nunggu sendirian. Di sini udah mulai sepi." Ujar Yuki, berusaha memprotes keterlambatan kekasihnya.

"Aku bilang tunggu kan."

"Iya tapi berapa lama lagi?" Gadis itu berusaha meminta kepastian.

"Kamu nggak mau nunggu?" Nada suara kekasihnya mulai terdengar naik.

"Bukan gitu... cuma aku perlu tau berapa lama lagi aku harus nunggu. Bentar lagi maghrib."

"Bilang aja kalo nggak mau nunggu. Gausah banyak alesan!" Terdengar bentakan dari ujung telepon sana membuat Yuki enggan berkata-kata lagi.

"Yaudah. Aku tunggu. Bye."

Gadis itu memilih mematikan teleponnya sebelum kemarahan sang kekasih terpancing lebih jauh lagi.

Yuki memandang langit yang mulai menghitam tersapu awan mendung. Tak lama suara guntur mulai terdengar. Gadis itu menebak hujan akan turun tidak lama lagi. Benar-benar buruk nasibnya. Terjebak di halte saat hujan turun. Sendirian. Dan jalanan benar-benar sepi.

Gluduk-gluduk.

Bresss-

Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Yuki pun menjauh dari sisi pinggir halte agar cipratan air tidak mengenainya. Dan dari jarak yang tidak begitu jauh, gadis itu melihat seseorang tengah berlari ke arah halte, menembus derasnya hujan.

Sosok itu berdiri tepat di sebelah Yuki. Pakaiannya basah oleh hujan. Pun juga celana dan tas yang dibawanya. Sosok itu adalah seorang pemuda bertubuh tinggi yang tampak sibuk mengelap wajahnya dengan ujung lengan bajunya.

Merasa sedikit kasihan, Yuki tergerak menyodorkan tissue miliknya. Pemuda itu tersenyum ramah dan mengambil beberapa lembar.

Keduanya terdiam. Yuki tidak ingin memulai percakapan dengan sosok yang tidak dia kenal itu. Begitu juga pemuda itu, yang mungkin merasa canggung jika membuka obrolan dengan gadis yang baru saja berbaik hati padanya.

Between Us [ALKI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora