Extra Part II

8.7K 527 17
                                    

Ini masih lanjut ya, yang ngerasa kalau kemarin ceritanya masih menggantung di mana-mana

Iyaaa, saya juga merasakannya. Kok semua masalahnya belum kelar yaaa

Tenang aja, masih ada lagi kok pokoknya sampai bener-bener selesia semuaaah

(Yah, namanya belum tamat2 juga dong)

Tapi demi kalian apa sih yang nggak? Cieee

Meski tulisanku yang hanya segini ini, tapi makasih banyaaak buat kalian yang udah setia baca tulisanku, buat vote dan komentarnya yang tetep aja lom bisa aku jawab atu2, kecuali yang sebelah yaa heeee

Makanya tengokin juga lapaknya Panji sama Anjani juga ya, gak kalah ancurnya kok #loh


Met baca aja deh



Hanya sedetik rasa marah itu menjalari seluruh persendian di tubuh Omar, siapa yang tidak terbakar cemburu ketika wanita yang teramat dicintainya itu mengatakan ada yang lain di hatinya. Tetapi penjelasan terakhir dari bibir ranum Arash, membuatnya seakan melayang ke atas awan. Dengan cepat, ia menyambar tubuh mungil Arash dan memutar-mutarnya dengan tawa yang menghiasi bibirnya. Arash memekik ketika kepalanya sudah mulai berputar, ia memukul-mukul bahu Omar agar menghentikan sikap gilanya.

"Oh! Sayang, aku bahagia sekali! Alhamdulillah, akhirnya aku akan menjadi seorang ayah!" Omar berseru seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru, ia memeluk tubuh Arash dengan begitu erat hingga membuat wanita itu serasa kehabisan nafas.

"Hentikan! Kamu akan membunuhku dan bayi kita!" seruan Arash akhirnya menyadarkan Omar, pria itu mengecup kening Arash sekilas ketika akhirnya ia melepaskannya dengan tampang tidak berdosa sama sekali.

Omar membimbing tangan Arash untuk duduk di lantai beralaskan karpet Persia tebal dengan bantal-bantal empuk sebagai sandaran. Pria itu mendudukkan tubuh istrinya dengan hati-hati, tetapi alih-alih mendudukkan istrinya di salah satu bantal lebar, dia malah menarik tubuh istrinya hingga kini berada di atas pangkuannya.

"Ini memalukan! Bagaimana jika para pelayan itu melihat kita?" ucapan Arash ternyata tidak dibarengi dengan perbuatannya, karena ia terlihat nyaman saja berada di pangkuan suaminya, bahkan ia menggelayutkan kedua tangannya di leher Omar dengan manja.

"Kamu pikir siapa yang akan berani menganggu kita?" Omar menyeringai seolah mengingatkan kembali akan kedudukannya di tempat itu. "Jadi sejak kapan?"

Arash tergelak ketika satu tangan Omar mulai mengusap perutnya yang masih rata, "Beberapa hari sebelum Azizah dan panglima tampanmu itu menikah. Aku sebenarnya sudah ingin memberitahumu, tetapi kelihatannya kamu sangat sibuk mempersiapkan pernikahan mereka. Jadi aku pikir, akan lebih baik jika aku menundanya saja."

"Maafkan aku." Lelaki itu terlihat menyesal, "Kamu tahu jika mereka adalah amanah bagiku, jadi aku memiliki kewajiban sebagai tanggungjawabku menggantikan orangtua Azizah. Maaf karena sudah mengabaikanmu dan juga bayi kita."

"Itu sama sekali bukan masalah, maaf juga karena sudah mengerjaimu tadi." senyum indah mengembang di bibir Arash, sesungguhnyalah dia tidak mengalami yang dinamakan orang ngidam. Ia merasa tubuhnya sangat segar dan bahagia, hanya saja ia memang kesal karena beberapa hari ini diabaikan oleh suaminya.

Omar meraih dagu Arash dengan lembut hingga mata mereka kini saling bertatapan. Arash dapat melihat sorot kerinduan di mata biru suaminya, ada pendar kebahagiaan juga di dalam sana dan semuanya hanya untuk dirinya serta calon bayi mereka. Dengan sangat lembut, Omar menempelkan bibirnya di atas bibir Arash yang merekah menyambutnya.

Pesona Sahara (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang