56.2: Hide's Mansion

1.7K 77 1
                                    

Hide dan para pengendali elemen tiba di mansion ketika hari sudah gelap. Nyaris tidak ada sinar matahari yang tersisa di ufuk barat. Pelayan yang menyambut mereka di pintu gerbang hanya menganga melihat senjata-senjata para pengendali yang bebercak darah kering dan pakaian mereka yang kumuh. Mungkin berpikir, “kenapa Tuan Hide membawa sekelompok berandalan... dan seekor kucing jalanan ke rumahnya?”

Ruang tamu terasa hening ketika Hide melangkah masuk ke dalamnya diikuti enam anak itu, yang mengangguk sopan pada pelayan-pelayan yang berjejer di kiri-kanan mereka. Metsuki berjalan di sisi Rira, sesekali mengeong bingung karena tidak mengenali tempatnya berada. Hide mengarahkan mereka ke sebuah kamar tidur tamu yang terletak di sayap timur. Ada satu kamar mandi di dalam kamar itu, dan selemari penuh pakaian. Hide berbalik menatap enam anak itu, merasakan kecanggungan mereka.

“Mandilah, cepat. Kamar mandinya luas—tapi kurasa kalian bukan lagi anak kecil yang bisa mandi bersama,” tawanya. “Pakai saja bajuku—dan baju mendiang istriku. Bergantianlah. Jangan lama-lama. Setelah selesai, ke ruang baca. Genma bisa menunjukkan jalannya.” Ditepuknya bahu Genma keras-keras.

“Di mana Pangeran Takumi?” sambar Ayumi.

Hide tertawa lagi. “Dia aman, seaman anak burung di atas sarangnya. Nanti juga kalian melihatnya. Nah, sekarang cepat-cepatlah. Setelah itu, kita akan makan malam dan tidur—apapun yang ingin kalian lakukan sesudahnya. Membacakan cerita? Mengobrol?” Kemudian, setelah beberapa langkah berjalan meninggalkan enam anak itu, Hide berteriak. “Hati-hati, keran air panasnya sering macet!”

Keenam pengendali elemen menggunakan kamar itu secara bergantian—dua orang, dua orang, dua orang. Mereka mandi secepat kilat; hanya membasahi kulit dan menggosokkan sedikit sabun, kemudian membalut tubuh dengan dua handuk yang tersedia dan buru-buru membuka lemari pakaian. Lemari itu hampir memenuhi satu dinding penuh, berisi pakaian-pakaian Hide dan mendiang istrinya, Aebbe, sekaligus. Kebanyakan pakaian tersebut dilengkapi sarung tangan yang senada, topi yang sesuai, dan pasangan sepatu yang pas. Mereka hanya mengambil pakaian, sepatu, dan sarung tangannya. Setelah selesai berpakaian, Genma membimbing mereka menuju ruang baca—hanya berdasarkan ingatannya.

Senjata-senjata mereka masih dibawa, dan ikat pinggang akar pohon pemberian Maurice masih melingkar di pinggang mereka, terlihat mencolok berbanding dengan pakaian mereka yang mewah. Mereka tidak punya pilihan lain. Selama beberapa hari ini, hidup mereka bergantung pada senjata-senjata itu.

***

Hakkou Kuro.

Mata Takumi melebar begitu melihat nama yang ia cari. Ia yakin itu nama ayahnya—firasatnya saja.

Ayumi bilang, nama aslinya adalah Takumi Kuro, jadi ayahnya pasti memiliki marga yang tidak berbeda dengan miliknya. Kelihatannya garis generasi pengendali api mengalami beberapa kali perubahan marga. Beberapa nama pertama tidak memiliki marga—bahkan nama-nama itu bukan nama Jepang. Beratus-ratus nama berikutnya memiliki marga. Marga Kuro berubah menjadi Raikou di antara nama Hakkou dan Ryuuhi. Ryuuhi Raikou.... Bukannya dia “pelatih” Genma? Dan nama Genma memang ditulis dalam daftar paling akhir—Genma Raikou. Di situ juga tertulis tahun lahirnya, tahun masehi—1892. Takumi terkesiap.

Andaikan dia tidak pernah menjadi pengendali elemen dan masih tinggal di bumi, dia pasti sudah... sangat, sangat tua.

Takumi menghenyakkan tubuhnya ke sandaran kursi. Apa pengendali-pengendali lain juga setua itu? Mereka terlihat seumuran. Ia baru akan menutup buku itu dan menaruhnya kembali ke rak, ketika pintu tiba-tiba  terayun membuka. Hide sudah pulang.

“Mereka sudah kujemput,” katanya tanpa ditanya. Ia melangkah masuk ruangan dengan ringan, sayapnya terlipat rapi di balik punggungnya. Tatapannya tertumbuk pada buku yang dipegang Takumi. “Ada yang ingin kutanyakan, Nak. Apa kalian pernah terlibat perkelahian sebelumnya?”

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang