CHAPTER 10

36.5K 4.8K 489
                                    

Hidup selalu menawarkan kejutan. Karena, hanya sedikit orang yang diberi kemampuan untuk menerawang apa yang terjadi di masa depan. Aluna jelas bukan salah satunya. Maka wajar saja jika pagi ini Aluna harus melongo sekaligus terbelalak ketika turun dari kamarnya. Seraya mengucek mata, ia masih meyakinkan bahwa memang ada sosok yang sedang menghuni ruang tamu rumahnya.

Rencana Aluna yang biasanya akan melanjutkan tidur lagi di hari Minggu setelah sarapan terpaksa tertunda. Di sofa ruang tamu Aluna, berhadapan dua orang lelaki yang entah bagaimana caranya bisa masuk ke dalam sini, tanpa seorang pun bernama belakang 'Bachtiar' ada di ruangan ini..

"Pagi, Princess."

"Pagi, Mar. Hai, Did. Lho, nggak ada orang rumahnya nih?" Aluna mencoba menekan degup jantung dan menghempaskan diri di sofa single.

"Kaka Dede bilang mau jogging tadi." Judid langsung mengambil perhatian. "Tante bilang mau ke pasar, kalo Om nggak keliatan dari tadi. Pergi jogging yuk, Lun?"

Sesungguhnya Aluna sudah menahan matanya untuk tidak berputar di rongganya saat mendengar ucapan Judid yang seolah ingin menunjukkan kedekatan dengan seluruh penghuni rumah. Namun, ucapan terakhir yang keluar dari mulut Judid tak bisa membuatnya absen untuk melakukannya. Judid adalah orang yang sudah kenal Aluna nyaris sepuluh tahun, tahu persis kebiasaan Aluna di pagi Minggu yang ceria.

"Kerasukan alien mana lo, Did? Ngajakin gue jogging," gerutu Aluna, lalu tak kuasa menahan kuap lagi di mulutnya.

"Biar lo sehat, Luna. Mana pernah olahraga lagi 'kan sejak lulus SMA."

"Itu bentuk lain dari modus, Princess," celetuk Damar, kemudian melemparkan senyum miring ke arah Aluna. Judid yang tak menyangka sama sekali, dari sekian banyak ucapan yang mungkin keluar dari lawannya yang duduk berseberangan ini, malah Damar dengan gampangnya menyatakan bahwa yang ia lakukan adalah upaya manipulasi hati bernama berkedok 'modus'.

Mendengus kesal, Aluna mengibaskan tangan sebelah sembari menahan mata yang memerah setelah satu kuapan yang lagi-lagi datang. "Kalian ngapain pagi-pagi ke sini? Ya ampun ... ini waktunya leyeh-leyeh, please. Lo kayak nggak kenal gue, Did. Dan kamu, Mar, mending sana balik lagi ke rumah kamu," ucap Aluna. "Nggak kurang tidur apa?"

Damar langsung tersenyum licik. Dari kata-kata Aluna, Damar membentuk ekspresi agar Judid menyadari bahwa ia dan Aluna melakukan sesuatu hal tadi malam yang mengharuskan ia terlihat kurang tidur. Sementara Judid yang sadar apa yang terjadi memilih mendengus lalu mendatarkan mukanya agar tak terlihat terganggu sama sekali. Kamuflase.

Aluna masih merenung, seharusnya salah satu lelaki yang ada di hadapannya ini menguap lebar berkali-kali seperti yang terjadi padanya. Pasalnya, siapa lagi penyebab Aluna kurang tidur tadi malam kalau bukan Damar. Lelaki itu mengajaknya mengobrol di telepon nyaris sampai pukul dua dini hari. Ngalor ngidul sampai Aluna ketiduran sendiri akhirnya.

"Staminaku terjaga, Princess. Kayak kamu jagain supaya cedera aku nggak tambah parah gitulah."

"Heh!"

"Telponan cuma empat jam itu nggak bikin aku capek. Apalagi yang didengerin suara bidadari meracau sampai masuk ke alam mimpi."

Rona merah merambat pelan di pipi Aluna.

Skak.

"Itu terang-terangan modus, Lun," balas Judid. "Lo udah cukup gede buat nggak kena modusan, 'kan?" Skak balik, memudarkan Aluna yang sempat tersipu-sipu karena kelakuan Damar.

Oke, Luna, jangan terlihat murah di depan Damar, gerutu Aluna dalam hati.

Kedua lelaki itu bersitatap, dimulai dengan Judid yang mengirim deheman serak, Damar membalasnya dengan menatap tajam tanpa berkedip. Konsentrasi Judid berbalik seratus persen ke Damar, begitupun lawannya.

Game Point! [ Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang