Epilog : The Way You Look at Me

6.2K 220 59
                                    

.

"Rambut aneh! Rambut aneh! Haha, lihat! Lihat! Rambutnya kuning kayak durian!"

"Pergi sana! Dasar kuning aneh! Kami tidak mau main sama gaijin*!"

"Pulang sana ke rumahmu sendiri! Eh, aku lupa kau kan sudah tidak punya rumah! Haha!"

"Hush! Hush! Pergi kau, gaijin! Tak ada yang mau main denganmu!"

Aku hanya diam saat mereka mulai mengejek dan mengusirku seperti ini. Aku akan menepi di pojokan sambil melihat mereka bermain. Siapa tahu mereka akan berubah pikiran dan membiarkanku ikut bermain bersama mereka.

Tapi kenapa mataku panas? Tidak! Aku tidak boleh menangis! Kata Touchan, laki – laki tidak boleh menangis. Tapi.... tapi....

Apakah aku salah menjadi sedikit berbeda dengan kalian semua? Apakah hanya karena aku bukan orang Jepang asli aku tidak boleh main bersama kalian?

Aku memang tidak punya rumah. Sejak Touchan dan Kachan meninggal, aku dititipkan silih berganti ke tempat sanak saudara. Selalu tak bertahan lama karena mereka angkat tangan mengahadapiku yang selalu berbuat onar. Tapi itu bukan salahku! Anak – anak itu yang mengejekku duluan!

Aku ingin pulang, Kaachan... Touchan.... Pulang ke rumah. Rumah kita...

Atau... ajaklah aku bersamamu Touchan..... Kaachan....

"Hey, ka-kau me-menangis ya?"

Aku mendongak. Kulihat gadis kecil bertopi rajut ungu berdiri di depanku. Aku mengamatinya. Gadis kecil yang aneh. Sepertinya dia berumur empat atau lima tahun sepertiku. Dia terus menunduk hingga nyaris aku tak bisa melihat wajahnya.

"Ti-Tidak! Siapa yang menangis! Aku laki – laki kuat-ttebayo!"

"Ta-tapi matamu merah dan ada air mata keluar dari matamu. Jadi... jadi ku pikir kau menangis," ujar gadis itu. Waduh, aku ketahuan!

"I-ini karena kelilipan! Ya, aku kelilipan tadi!"

"Oh...." gadis itu manggut – manggut paham.

Kheh, untung dia percaya. Anak kecil memang gampang ditipu. Eh, tapi kami kan seumuran?

"Ini aku punya cokelat untukmu. Kaachan selalu memberiku cokelat jika aku menangis,"

Aku memandangi cokelat yang dia ulurkan kepadaku. Ehm, sepertinya enak.

"Wah, benarkah boleh untukku? Terimaka—Eh, tunggu! Kan sudah ku bilang aku nggak menangis kenapa kau memberiku cokelat?!"

Gadis itu sudah membuka mulut untuk menjawab protesku sebelum seorang wanita berteriak memanggilnya.

"HIME-CHAN! Ayo, kesini, nak! Katamu kau ingin ikut ke toko bunga?"

"Iyaa, Kaachan! Aku datang!" balasnya sambil menjejalkan cokelat itu di tanganku, "Maaf aku harus pergi! Dimakan ya cokelatnya! Jaa~" Dia tersenyum. Senyum yang amat manis. Matanya bersinar – sinarmembuatku terbengong.

Dia pun berlari pergi menyongsong ibunya sebelum sempat aku menucapkan apapun. Ah, dia pergi. Padahal kupikir dia bisa jadi teman pertamaku. Aduh, bahkan aku lupa menanyakan namanya!

Eh, tapi apa itu? Sepertinya ada yang jatuh. Aku segera berlari memungutnya. Sebuah topi rajut ungu dan sebuah name tag bertuliaskan Haruno Sakura.

"Jadi namanya Sakura... Ehm, nama yang bagus! Aku harus berteman dengannya! Yosh!"

...

..

Your Eyes (Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang