1. Azka

96.6K 4.8K 303
                                    


Aku sudah menentukan pilihanku sendiri. Mungkin pilihan yang tidak akan pernah di setujui terutama Mama, kalau sama Papa masih bisa nego aja. Mama pasti tidak akan setuju dengan ini semua. Walau begitu, ini pilihanku dan aku pasti akan mengatakannya.

Waktu yang tepat adalah sekarang, di saat satu keluarnggaku sedang berkumpul. Aku tau, aku masih sangat muda. Aku baru saja naik ke kelas 8, atau baru SMP. Bagiku, ini pilihan yang mungkin bisa mengurangi kecemasan Mama atau malah menambah kecemasannya.

Aku mengintip ruangan keluarga yang sudah di tempati dengan Papa, Mama dan Kayla. Waktu yang tepat untuk bicara. Dengan langkah yang berat juga napas yang di atur setenang mungkin. Semoga saja Mama tidak mengamuk atau Mama bisa langsung percaya. Sebenarnya, semua keputusan tentang ini pasti di tangan Mama.

"Azka, ayo cepetan gabung," teriak Mama saat melihatku yang pelan-pelan menuruni tangga.

Aku sengaja memelankan langkahku agar bisa menyusun kata-kata terlebih dahulu, "Sebentar Ma."

"Jalan aja lemot, nanti bisa-bisa jadi siput," ledek Kayla.

"Kayla," tegur Mama, Mama melihatku aneh, "Kamu kenapa? Kakimu sakit?"

Dengan terpaksa, aku mempercepat langkah kaki dan duduk di depan Papa dan Mama, dan di samping Kayla. "Nggak Ma, kaki Azka nggak ada yang sakit."

"Kalian di sekolah ikut eskul apa?" tanya Papa.

Pertanyaan yang cukup tepat, sebelum Kayla menjawabnya. "Pa, Ma. Azka ada mau ngomong sesuatu dan minta izin ke kalian."

Papa mengerutkan keningnya, setelah itu mereka duduk dengan serius. "Izin ikut eskul?"

Aku menggeleng, "Azka punya hobi yang nggak ngebahayain keselamatan Azka lagi, yang pastinya nggak buat kalian khawatir, cemas lagi dan itu pasti akan jauh dari namanya luka."

Mama tersenyum senang mendengarnya, "Nah itu yang Mama mau, kalau dengar gini kan Mama senang. Mama bukan ngelarang kamu ikut olahraga, atau apa. Mama cuman takut, khawatir. Mama tahu kalau Mama kelewatan lah, tapi ini semua...."

"Ashley," tegur Papa, Papa melihatku lagi, "Lanjutin jelasinnya, hobinya apa?"

Siap-siap untuk respon yang tidak memuaskan, "NgeDJ Pa."

Mereka terdiam, Kayla yang ada di samping langsung melihatku tidak percaya. Kayla sudah tahu akan hal ini dan dia sudah melarangku setiap hari. Pasti dia tidak menyangka kalau aku akan mengatakannya sekarang.

"DJ?" tanya Papa ulang.

"Iya Pa, boleh?" tanyaku lagi, dapat aku rasakan kalau Kayla mencoba mencegahku untuk mengatakan hal aneh-aneh, dia berulang kali menyenggol tubuhku.

"Kalau Papa ya tergantung Mama," jawab Papa sambil melihat Mama.

Mama menatapku tajam, "Nggak boleh! Nggak ada DJ-Djan atau apa!" Setelah itu, Mama pergi gitu aja.

Aku tahu kenapa Mama melarangnya. Kehidupan DJ pasti lekat dengan namanya kehidupan malam. Memang ini tidak akan membuatku luka, hanya saja mungkin bagi Mama ini sama buruknya dengan luka.

"Tuh kan, apa juga yang gue bilang kemarin. Gue bilang nggak boleh ya nggak boleh," protes Kayla.

Papa berdehem, "Kayla udah tahu?" dengan semangat Kayla mengangguk, "Dan Kayla ngelarang Azka bicara ini?"

"Iya Pa, soalnya Kayla takut mama nangis lagi," ucap Kayla.

"Kenapa juga kamu ngelarang? Bagus kalau Azka mau jujur, dari pada nanti Papa ngelihat sendiri sebelum Azka kasih tahu," ucap Papa membelaku.

{1} IlungaWhere stories live. Discover now