After Rain (Ficlet)

220 21 19
                                    

Terinspirasi dari Quote :

- Life isn't about waiting for the storm to pass; it's about learning to dance in the rain." --Vivian Greene.

-I Love Walking In The Rain Because No one Knows That I'm Crying" -Rowan Atkinson.

Filosofi : Hujan.

-

-

From: Soojungie

'Aku sudah sampai, sayang. Bisakah kau menjemputku sekarang?'

Aku menghela napas panjang seraya menetralkan pikiranku yang kacau. Ibu yang sedang sakit parah. Kakakku yang tak kunjung pulang dari bekerjanya setelah sekian lama. Kini kekasihku yang baru saja tiba dari Amerika memintaku untuk menjemputnya di bandara. Aku bahkan meninggalkan kuliahku sementara untuk menjaga ibu, karena Jungah Noona yang tidak pernah kembali.

Sedikit keraguan terbesit di hatiku ketika aku memberitahu Soojung yang sebenarnya, tapi jawabannya 'Tidak masalah. Kau anak yang berbakti'. Beruntungnya aku memiliki kekasih seperti Soojung. Sayangnya, aku tidak bisa membalas semua kebaikannya sekarang. Aku tidak bisa meninggalkan Ibu dengan keadaan seperti ini. Ibu setengah sadar, dan kadang mengigau. Jadi, aku merasa tidak bisa meninggalkannya barang semenit saja.

Otakku menginstruksikan jariku untuk membalas pesan Soojung ragu-ragu. Aku tahu pasti ia akan marah. Sekali lagi aku melanggar janjiku untuk menjemputnya dan melepas kerinduanku.

To: Soojungie

'Syukurlah. Tapi maaf, aku tidak bisa. Ibu sendirian dan aku tidak tega meninggalkannya. Oh ya, hujannya juga sangat deras, aku tidak memiliki mantel atau payung di sini. Besok temui aku di sini ya. Aku mencintaimu xx'

Sent!

Iya. Hujannya sangat deras. Seperti kehidupanku yang penuh berbagai cobaan dan tak kunjung menyembulkan pelangi. Aku sungguh menantikan pelangi itu.

Tidak berapa lama, ia membalas pesanku yang membuatku sedikit terlonjak akan setiap kata yang ia sampaikan. Aku tidak mengerti dengannya. Ada kalanya Soojung sangat penyayang dan perhatian, tapi Soojung yang ini, aku tidak pernah mengenalnya.

From: Soojungie

'Aku selalu memberimu kesempatan untuk merawat ibumu, tidak bisakah kau memberiku kesempatan untuk mendapat perhatianmu? Aku tahu ini salah. Aku sungguh egois. Namun selama sembilan bulan ini, aku menahan rinduku terhadapmu. Rindu yang tidak bisa terbayarkan oleh apapun, selain bertemu denganmu langsung, Kim Jongin. Kau bisa menitipkan Ibumu barang sebentar pada suster. Tentang hujan, apa kau tidak ingat bagaimana aku mengejarmu waktu hujan deras? Saat itu kau menangis karena nilaimu turun drastis setelah Ayahmu meninggal? Kau hampir tertabrak mobil saat itu. Kalau kau bosan denganku, bilang saja. Aku juga tidak tahan seperti ini, Jongin. Kau bahkan tidak menghubungi selama beberapa minggu, dan itu membuatku khawatir. Sekarang aku sudah tidak mau khawatir berlebihan tentangmu.
Jadi, bisa kita sudahi saja semuanya? Aku menyayangimu.'

Seolah dunia yang telah aku bangun dengan susah payah untuk membuat setiap orang yang aku sayangi selalu ada bersamaku runtuh saat itu juga. Aku tidak kunjung bangkit dan menemui Soojung di sana. Aku tahu ini bukanlah akhir dari hidupku dan hubunganku dengan Soojung. Hanya saja-aku pikir-Soojung butuh waktu. Aku mengerti perasannya yang kadang tidak stabil, jadi kuputuskan untuk mendiamkannya sebentar. Aku yakin hubunganku dan Soojung masih baik-baik saja. Aku juga tidak mengiyakan akan permintaannya yang ingin menyudahi hubungan kami.

-

-

Setelah bertahun-tahun aku meyakinkan diri bahwa aku masih milik Soojung, ternyata itu sebuah kesalahan. Soojung akan menikah dengan lelaki pilihannya. Duniaku runtuh untuk yang ketiga kalinya. Sebelumnya, ibuku meninggal beberapa jam setelah Soojung sampai di Korea saat itu. Aku sendirian, tanpa siapa-siapa. Bahkan teman-temanku meninggalkanku dengan alasan terbodoh yang pernah aku dengar. Aku mencoba menghubungi Soojung lagi dan lagi, tapi hasilnya nihil. Aku sia-sia mendatangi rumahnya. Ia tidak di sana karena sudah kembali ke Amerika.

Kim Jongin yang bodoh. Kim Jongin yang pecundang. Hanya diam dan menunggu wanita itu kembali seakan ia masih milikmu.

"Hujan, apa aku memang dilahirkan untuk menjadi seperti ini? Tidak berguna."

Ketika musim hujan datang, aku bahagia. Itu adalah waktu untukku menangis sejadi-jadinya. Di belakang rumahku, aku menengadahkan kepalaku menatap kelabunya langit, seperti kelabunya hidupku selama ini. Aku menangis di bawah tetesan hujan yang semakin banyak menghujam tubuhku. Aku suka menangis di bawah hujan, karena aku bisa menangis semauku tanpa ada yang melihatku, tanpa ada yang tahu itu nyata. Huh, kekanakkan, bukan?

Kini di sinilah aku, bersama orang-orang yang mau menganggapku ada. Aku menyayangi mereka, dan aku mencintainya. Bayang-bayang Soojung perlahan memudar di memoriku seiring berjalannya waktu. Hatiku telah berpaling pada wanita yang membuatku bangkit dari keterpurukan. Park Nayoung.

"Apa yang kau pikirkan?" Nayoung memelukku dari belakang.

Aku sedang berada di balkon apartemenku. Aku menikmati manisnya kopi susu dengan disuguhi pemandangan malam kota Seoul. Tidak lupa, hangatnya pelukan dari kekasihku.

"Tidak ada." Aku berbalik lalu mengecup singkat bibirnya.

Ia tersenyum menyeringai. "Kau tahu kenapa aku memilihmu?"

"Tidak."

"Aku tahu kau bukan orang yang mudah menyerah dengan keadaan, dan kau sungguh anak yang berbakti. Itu yang membuatku memilihmu, Kim Jongin."

Aku hanya mengangguk sebagai balasan.

"Masuklah. Besok kau ada latihan 'kan?"

"Iya. Bisakah kau menemaniku besok? Aku ... ingin menari bersamamu walau hanya di tempat latihan."

"Tidak-"

Cup. Aku mengecup kembali bibir cherry-nya.

"Kau juga penari, Youngie. Pokoknya aku tidak menerima penolakan. Jadi, bersiaplah besok pukul sembilan, sayang."

-FIN-

****
Screw : milkaiyeol
Editor : zeakyu

A/N : Sorry if it's doesn't make any sense hehe.

Review juseyo. Thank youu xx

ROOM 2Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu