Bimbang

3.1K 72 1
                                    

Ruangan itu sudah sepi sejak satu jam lalu. Semua lampu sudah dimatikan, kecuali ruangan dekat jendela terlihat masih terang. Terlihat seorang gadis berambut ikal bewarna hitam tampak bersender di sebuah kursi.

Rusyana Safitri, masih saja memegang surat yang hampir kusut karena berulang kali dibacanya. Ia sangat bingung, pada awalnya ia hanya mencoba-coba menaruh lamaran di suatu universitas seni yang ia idam-idamkan dan lamarannya diterima, bukannya senang akan tetapi ia ragu. Padahal hanya perlu satu langkah lagi dia akan meraih cita-citanya, bukannya tak mau akan tetapi dia belum siap jika harus meninggalkan sekolah tempat yang telah memberikan banyak ilmu untuknya.

"Bagaimana ini?" ucap Rusyana sembari mengetuk-ngetukan surat itu dengan kukunya.

"Masih memikirkannya?"

Rusyana mengangkat wajahnya, dilihatnya Mika yang sedang tersenyum, Rusyana bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja. Akan tetapi dia tak bisa membohongi perasaannya sekarang, apalagi dengan Mika, sahabat yang selalu mengajarinya cara menggambar dengan teknik sederhana sampai sekarang ini. Mereka telah bersahabat sejak mereka di gabungkan disuatu event pameran sekolah yang pada akhir pekan ini akan diadakan lagi untuk perayaan kelulusan. Awalnya Rusyana mengira Mika sama saja dengan lelaki kebanyakan yang tak suka mengobrol sampai larut malam tentang pelajaran melukis, namun Mika berbeda.

"Aku tak tau Mik, aku ingin sekali menerima beasiswa ini, akan tetapi jadwalnya bertabrakan dengan pameran besok, aku tak mau melewatkan masa-masa terakhir SMA ini." ucap Rusyana berat sembari memandang surat itu kembali.

"Kau tau? Ada beratus-ratus orang yang ingin memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa itu, mereka saling berlomba tak peduli dengan yang lainnya, sedangkan kamu? Kamu sangat beruntung Rusy, kamu mendapatkannya dengan mudah. Sebenarnya aku iri denganmu" kata Mika tiba-tiba yang membuatku mengalihkan pandangan kepadanya.

Rusyana mendesah. "Memang," jawabnya lemas. Ia menunduk dan menyandarkan keningnya di tepian meja, lalu mendesah lebih keras.

Sudah sering kali Mika menyadarkannya bahwa beasiswa yang ia terima dapat mengubah masa depannya.

"Yasudah, pulang yuk lagian besok ada pemilihan lukisan untuk pameran, aku tak mau jika kamu sakit karna terlalu memikirkannya."

Rusyana meraih tangan Mika yang hangat karna jika dirinya sedang bingung ia selalu membutuhkan tangan Mika, entah mengapa hal itu sangat membantu menstabilkan perasaannya.

Menahan Diri (Short Story)Where stories live. Discover now