Jangan Pergi

206 7 0
                                    

Christ POV

Revina masih dirawat dirumah sakit, tapi sekarang gue lagi dirumah. Baru aja pulang dari rumah sakit atas paksaan Revina yg gak pengen gue ikutan sakit.

Gue melangkahkan kaki menuju kamar Revina yg bernuansa merah, ya dia memang penggemar warna merah. Di salah satu tembok kamar, terpampang jelas logo klub Real Madrid, Revina memang suka menonton sepak bola sejak kecil. Mungkin karena ketularan sifat dari gue.

Sibuk memandangi kamar Revina yg cukup luas, gue gak sengaja liat buku kecil yg berisi pulpen diatasnya. Karena penasaran, gue pun memberanikan diri untuk mengambil buku tersebut.

"Ini buku harian Revina" seru gue. Membuka halaman pertama, gue kaget dengan apa yg gue baca. Revina memang benar-benar suka sama gue, bahkan sampai halaman terakhir pun hanya ada nama gue bukan Rizky.

"Na, apa kamu masih suka sama kakak?" batin gue. Masih memandangi buku harian milik Nana, tiba-tiba Iphone gue berbunyi dan tertulis nama Ayah.

"Halo yah, ada apa?" tanya gue "Kamu cepetan kesini Christ, Revina kritis", "Apa? Nana kritis? Tapu dokter bilang", "Cepetan kamu kesini Christ". Sambungan telpon terputus, dengan cepat gue berlari menuju mobil dan bergegas ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, gue segera ke tempat yg dimaksu. ICU tempat ini lagi, kenapa tempat ini begitu menyeramkan. Disana, gue lihat ada Bunda, Ayah, Rizky, dan Cindy, dengan segera gue menghampiri mereka. "Ada apa? Kenapa Revina kritis lagi? Kemarin kan dokter bilang Nana udah baikan" tanya gue frustasi.

"Sabar kak, kita juga gak tau apa yg terjadi. Tiba-tiba aja Nana kejang tadi" jawab Cindy yg semakin membuat gue frustasi. "Iya kak, dokter masih berusaha di dalam" sambung Rizky.

Gue nyesel, kenapa gue nurutin kata Revina buat pulang dan sekarang apa yg terjadi? Dia kembali kritis, gue gak bisa kehilangan dia. Dia segalanya buat gue, gue gak bisa hidup tanpa Nana.

Sudah cukup lama, namun dokter belum juga keluar dari ruangan itu. "Dokter ngapain sih? Lama banget disana? Nana gak bakal kenapa-kenapa lagi kan?" bentak gue "Sabar Christ, kita juga sama cemasnya seperti kamu" ucap ayag menenangkan.

Tak lama kemudian, dokter akhirnya keluar dari ruang ICU. "Bagaimana keadaan adik saya dok" tanya gue "Begini pak, buk. Kondisi anak kalian semakin memburuk" jawab dokter yg membuat gue kaget "Tapi kenapa? Bukannya kemarin dokter yg bilang kalau adik saya semakin membaik" bentak gue yg kemudian coba ditenangkan oleh ayah dengan mengelus punggung gue.

"Sebenarnya kondisi pasien tidak pernah membaik tapi malah sebaliknya" ucap dokter lagi "Maksud dokter gimana sih? Dokter maunya apa" ucap gue emosi "Pasien yg meminta kami untuk menyembunyikan hal tersebut dari kalian" jawab dokter "Nana, apa yg kamu lakuin sih?" teriak gue depresi saat melihat bunda semakin menangis.

Oke, gue cukup bodoh karena bisa percaya dengan kata-kata dokter kemarin. Kenapa gue percaya kalau Nana baik-baik aja sedangkan jelas terlihat mobil yg dikendarai Nana rusak parah bahkan sudah tidak berbentuk lagi.

Gue gak tau apa yg harus gue lakuin sekarang, gue gak rela kehilangan orang yg gue sayang apalagi kalau orang itu Nana.

Rizky POV

Nana kritis lagi, dan selama ini dia berhasil menyembunyikan keadaan dirinya yg sebenarnya. Kamu bodoh Na, kenapa kamu nyembunyiin ini dari kami semua? Gue terlalu berharap lo bisa sembuh dan ketawa bareng gue lagi. Tapi gue salah, lo lebih milih tidur lama ketimbang ketawa bareng gue lagi. "Nana, jangan tinggalin gue. Gue gak mau kehilangan lagi, gue gak mau" ucap gue dan tanpa gue sadari air mata netes dari mata gue. Ya gue nangis.

Semua kenangan itu kembali membayangi pikiran gue, kenangan indah saat bersama Revina. Rasanya baru kemarin dia bilang ke gue kalo dia pengen jalan-jalan lagi, pengen ketawa bareng sama gue lagi. Tapi sekarang apa, dia gak lebih dari seseorang yg hanya bisa berkata manis.

Kemana Revina yg dulu gak pernah boong sama gue? Kemana Revina yg dulu cempreng banget kalo gue belum ngerjain tugas? Kemana? Rutuk gue dalam hati. "Lo jahat Na. Kenapa lo giniin gue? Kenapa lo gak jujur tentang kondisi lo? Aaarrgghhh!!!" kesal gue dan memukul tembok berkali-kali. Darah menetes dari tangan kanan dan rasa sakitnya pun menjalar ke seluruh tubuh gue dan tanpa sadar air mata kembali menetes deras dari mata gue yg dulu pernah dihapus oleh Revina.

Dokter keluar dari ruangan itu dan kak Christ pun langsung melemparkan banyak pertanyaan "Bagaimana keadaan Revina dok?" tanyanya "Kami masih berusaha semaksimal mungkin, karena kondisi pasien sudah sangat parah jadi kemungkinan kecil ia akan selamat" jawaban dokter itu sukses membuat gue semakin depresi, bahkan bunda Revina pun jatuh pingsan saat mendengarnya tidak berbeda dengan Cindy ia hanya duduk lemas dilantai dengan pandangan kosong.

Entah hal bodoh apa yg dokter lakukan sehingga dia mengatakan bahwa Revina tidak akan selamat. Apa ia tidak berfikir saat mengatakan hal itu? Ia tidak tau sekuat apa Revina. Ia tidak tau, Revina mempunyai banyak sekali orang yg disayanginya disini.

Lamunan gue terbuyarkan oleh ekspresi ketakutan di wajah seseorang yg gak asing bagi gue "Mama" ucap gue "Gimana keadaan Revina sayang?" tanya mama pada gue yg masih gak percaya mama ada disini "Mama kapan pulang dari Amerika?" tanya gue "Saat mama denger kondisi Revina kritis, mama langsung membeli tiket penerbangan pertama ke Indonesia, gimana keadaan Revina sekarang?" tanya mama gue lagi "Buruk ma" jawab gue singkat dan lagi-lagi butir-butir air mata jatuh dari mata gue. "Apa" teriak mama kaget dan hanya bisa terkulai lemas dilantai "Mama... Ma, mama gak papa?" tanya gue panik saat mama terjatuh kelantai "Revina" ucap mama gue dan kemudian menangis.

"Revina, please jangan tinggalin gue, gue mohon" ucap gue dan kemudian membantu mama untuk duduk di kursi tunggu. "I have nothing, if i don't have you" dan ucapan itu berhasil membuat air mata gue jatuh lagi.

Dokter kembali dari ruang ICU, semua orang pun mendekat ke arah dokter tersebut "Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya ayah Revina "Kami belum bisa memastikan apakah anak bapak akan selamat atau tidak, tapi sejauh ini anak bapak cukup kuat untuk bertahan hidup, mungkin ada seseorang yang membuatnya menjadi sekuat itu" ucapan dokter membuatku menjadi lebih lega, dan bahkan semua orang yang ada disana pun bersyukur.










Hellooo readers,, akhirnya gue punya waktu lagi buat nulis di sini. Karena kesibukan menjadi anak SMA dan kendala" yang gue hadapi buat nulis lagi. Namun karena tekad yang kuat, gue balik lagi buat nyelesain cerita ini (yaahuuu...). Gue masih labil nih, ending ceritanya gue buat sad atau happy dan yaa mungkin last partnya gue update minggu depan.

Vote and comment ya guys,, kalau ada typo dsb,, soalnya kemampuan ngetik gue mulai berkurang

Brother ComplexWhere stories live. Discover now