15 Awkwardness

628 31 2
                                    

Kejujuran adalah prioritas pertama dihidupku. Jika seseorang melukaiku karena kebohongannya maka aku tak kan segan-segan membiarkannya hidup. Kecuali jika hatiku sudah diluluhkan seseorang

"Umm Rizal, Rizal itu....." Tania sedikit gagap dan bingung.

"Fey, lupakanlah Rizal" kini Dandy angkat bicara setelah diam beberapa menit tadi. "Dia bajingan, dia udah nyakitin elo. Sekarang dia berpacaran pada Jane temen sekelas kita. Mereka udah ngehianatin elo Fey"

"Apa? Nggak nggak mungkin kan Rizal ngelakuin itu. Katanya dia sayang sama gue, dia bilang nggak bakal bikin gue sakit. Itu pasti kabar hoax kan?" mataku tak sanggup membendung semua air mataku, setiap laki-laki yang memberi janji padaku pasti dia pergi begitu saja.

"Fey tenanglah, lo nggak boleh strees gini. Lupakan masa lalu lo jangan dipikir terus" Haydar mengelus rambutku, meredakan tangisku.

"Kalo lo ngomong gampang, gue susah jalaninya" bentakku menangis lebih kencang.

"Lo masih punya gue dan sahabat kita" Deg, tubuhku kembali tenang menghilangkan rasa histeris dan mencoba rileks. Perkataan Haydar membuatku tersadar. Aku masih punya teman baik seperti mereka yang selalu mensupportku, aku harus bersyukur.

"Tenanglah Fey kita semua ada disini, bersamamu bahkan selalu bersamamu. Kita nggak boleh terpecahkan dan nggak boleh ada yang memecahkan kita. Jika keduanya terjadi maka kami tak bisa membantumu" si pujangga Abid berkata puitis lalu mengajak temannya berpegangan tangan melingkari ranjangku dan memelukku serempak.

"Thanks Guys kalian anugrah terindah yang aku punya" isak tangis masih mendominasi suaraku.

***

Istanaku pasti sudah menunggu kedatangan seorang Putrinya, aku tak sabar menjumpai rumah. Beredam dibathup, makan bersama di taman, membaca novel di ayunan balkon, dan lainnya. Hmm rumah sakit terlalu ketat jadi tak boleh melakukan ini itu jika sakit. Kalo sakit dirumah kan masih bisa ini itu hehe.

"Aku pulang" teriakanku berhasil menganggetkan Feraya, Ibu dan Ayah.

"Kok kamu cepet pulang bukannya masih satu hari lagi kamu boleh pulang?" tanya Ibu khawatir dan memelukku erat

"Tau tuh Tan, minta pulang terus. Gaga jadi bising kan dengernya. Tante ini barangnya Fey. Gaga langsung pulang ya ditunggu Mamah mau pergi katanya" pamit Gaga pada Ibu seraya menyalami tangan kedua ortuku.

"Yaudah deh Ga, makasih ya. Maaf udah ngrepotin kamu terus. Hati-hati ya" ucap ayah. "Ohh oke Om santai aja" sahut Gaga.

Melesatlah dia pergi membelah jalanan. Feraya mengajakku kekamarnya untuk melihat hasil menggambarnya. Ya kuakui dia cukup pintar menggambar jadi aku selalu memujinya bahkan mengajarinya hal yang baik.

"Fer, kakak ke kamar dulu ya. Mau istirahat" adikku tersayang mengangguk mengerti.

Kaos denim yang menutupi tubuh ini kubuka hingga menyisakan bra hitam. Begitu juga rok hitam bermerk minimal ku lepas hingga menampakkan paha mulusku dan celana dalam. Kali ini aku siap untuk berendam di bathup, mencairkan pikiran. Kemudian setelah selesai aku akan pergi tidur.

***

Jam menunjukan pukul 7 malam, aku beranjak dari tidur dan mandi. Yah kali ini aku akan makan malam dengan keluarga, hmm setelah beberapa hari selalu makan sendirian kini akhirnya makan bersama.

Tokk Tokk Tokk

"Fey, temenmu datang tuh. Cepetan mandinya" ibu megetuk pintu dan meninggalkan pesan diluar sana.

"Oh iya bu sebentar lagi"

Dengan cepat kugunakan hotpants dan kaos nike, meluncurlah aku kebawah menemui teman. Btw tadi ibu belum bilang temanku cewek apa cowok.

"Haydar?" teriakku padanya, kenapa dia dirumahku malam-malam begini. Duh perasaanku jadi aneh.

"Kaget ya?" tanyanya

"Fey, ajak Haydar makan nak. Sini cepetan" Bahkan ibu menyuruh Haydar makan malam bersama. Mengekorlah dia dibelakangku.

Kami berbincang banyak hal di meja makan. Tentang sekolahku, tentang keluarga Haydar juga. Wahh dia bahkan menceritakan keluarganya didepan keluargaku. Ini sungguh aneh.

Ibu menyarankanku untuk mengajak Haydar keliling rumah, kuajak dia nongkrong di Gazebo. Dia sangat terpesona dengan peletakan taman yang ada di lantai 2 katanya sih bisa melihat cahaya lampu gedung-gedung besar.

"Elo kalo sama gue nggak begitu cuek tapi kenapa setiap sama orang lain lo cuek?" tanyaku memecah keheningan.

"Nyatanya gue nggak cuek kan sama sahabat-sahabat lain. Gue nggak cuek tapi pendiem"

"Iya juga sih, apa? lo pendiem? Nggak cocok deh kata itu buat cowok cuek kayak elo"

Haydar menatap mataku tajam seperti mencari benda yang hilang. Kakiku lemas berdiri saja aku tak sanggup. Matanya kini tak setajam tadi, dia malah mendekatan wajahnya padaku, sangat dekat.

"Haydar"

Ia sudah memejamkan mata mengarahkan bibirnya pada pipiku. Jantungku berdetak kencang tak karuan. Tubuhku menegang.

Drrrtt Drrtt Drrrrt

Bahkan ponselnya bergetar, panggilan telefon yang pertama masih dihiraukan dan masih fokus pada pipiku. Hingga panggilan kedua bergetar dan akhirnya ia tersadar. Ku masih menahan nafas, namun setelah ia mengangkat telefon membelakangiku, dengan cepat aku menghirup oksigen.

"Gue harus pulang. Ditunggu sopir dibawah. Btw thanks buat makan malamnya" hah? Ditunggu sopir berarti dia emang niat kesini. Tapi buat apa dia kesini? Ahgg aku lupa menanyakan hal itu. Suara mesin mobil terdengar dibawah sana. Ku lihat mobilnya sudah didepan gerbang rumahku, melaju sangat cepat.

"Ciieee diliatin terus, udah hilang tuh mobilnya" gumam suara dibelakangku.

"Ibu Ayah, kok kalian ...." ku memutar badan dan mendapati kedua orang itu berdiri di dekat gazebo.

"Ciiee yang berduaan di gazebo tadi, anak Ibu udah gede ya Yah haha. Pacar kamu kan itu?"

"Enggak kok bu, itu temen, maksudku sahabat. Aku benci sama dia tapi tadi dia main nyosor aja. Aku nggak tau" kuangkat kedua tanganku keatas sejaja dengan kepala. Seperti pencuri yang tertangkap basah sama polisi.

"Haha, dasar remaja. Sahabat itu bisa jadi cinta lho, apalagi benci ntar jadinya sayang. Nyatanya dia nggak nyosor gitu. Dia menahannya Fey" sekarang Ayah yang menceramahi.

"Ahgg taulah terserah kalian, yang penting dia bukan pacarku" memasang muka cemberut dan pergi menuju kamar untuk tidur.

***

Malam ini aku terjaga. Ahg shitt ini semua gara-gara Haydar, kenapa dia hampir saja mencium pipiku. Dia bahkan aneh sungguh aneh. Sekarang saja pipiku menjadi blushing memikirkan Haydar. Apa iya aku jatuh cinta? Apa iya benci bisa jadi cinta? Ahhgg tidak itu tidak benar. Aku dan Haydar hanya sahabatan saja nggak lebih mugkin tadi dia ingin menciumku karena ia khawatir atau dia menyangiku seperti adeknya sendiri.

Ciuman itu seperti memunculkan getaran aneh di pipiku. Entahlah, ini sungguh beda dengan apa yang dilakukan Nico dulu. Aku merasa ini yang paling tulus. Sungguh. Ahhggg taulah, aku frustasi memikirkan itu semua. Sekarang waktunya tidur, mau nggak mau aku harus tidur karena besok sekolah.

**to be continue**

Jika kalian menyukai cerita ini ayo budayakan vote dan comment. Hargailah hasil karya seseorang dengan memberi apresiasi yaitu vote. Thanks youu reader muachh

Stay With Me !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang