7 Make a Sacrifice

786 42 5
                                    

"Kakk... Nicoo maa..u min..ta..ma..aaf" ucapnya terbata-bata.

"Apa yang akan kau jelaskan lagi? Semuanya udah jelas. Aku juga sudah memaafkanmu tapi sekarang aku jadi lebih muak jika kau datang dikehidupanku lagi. Lalu kemana saja kau kemarin?" ucapku ketus. Aku menanyakan kemana saja dia selama seminggu kemarin. Dia tak memberi alasan kepadaku dan bahkan tak menemuiku selama aku terpuruk. Aku kacau saat ini. Ahg.

"Maaf Kak aku menyayangimu dan mencintaimu tapi ini semua hanya permainan, orang tuaku menjodohkanku dengan Vita karena urusan perusahaan Papaku. Lalu keluarga Vita memberiku jadwal untuk jalan sama dia, aku tak bisa menolak karena Papa selalu memarahiku dan mengancamku"

"Stoppp Nico aku tak ingin mendengarnya" potongku disela ia berbicara.

"Please dengerin aku dulu kak. Please" dia semakin memohon dan membuatku merasa iba. Haydar yang masih berdiri didepanku menyaksikan dan masih berjuang menutupi diriku dari terpaan sinar matahari. Haydar mengangguk, mungkin ia menyuruhku mendengar penjelasan dari Nico.

"Baiklah kuberi kau 5 menit" ucapku datar

"Bukannya aku mau jalan sama Vita tapi aku takut jika aku tidak melakukannya. Aku takut kehilanganmu. Jika aku masih dekat denganmu maka kehidupanmu akan dipersulit oleh keluargaku dan keluarga Vita. Aku tidak mau menceritakan kepadamu tentang masalahku, aku tidak ingin kamu sedih.. Aku mencintaimu sungguh." Dia menjelaskan itu semua diiringi isak tangis berat

"Nic..." pecahlah air mataku dan aku berlutut mensejajarkan tubuhku dengannya karena dari tadi ia berlutut padaku. Kupeluk dirinya erat "Maaf" bisikku padanya

"Dan maaf aku tak bisa menjelaskannya selama seminggu kemarin. Hpku disita setelah kau mengetahui kalau aku pergi memanah dengan Vita. Aku tau ini sangat sulit bagimu. Dan aku tak tau harus apa sekarang." Jelas Nico padaku saat kita masih berpelukan.

Aku menangis mengeluarkan air mata lebih deras lagi. Aku merasa bersalah dengan Nico karena aku menuduhnya tidak-tidak tapi aku harus kuat dan merelakan Nico pergi. Itulah tujuanku berdiam diri selama seminggu, aku ingin move on.

"Menurutku.." kulepas pelukan itu dan menuntunnya berdiri. Ku berikan senyum manisku padanya.

"Kau harus merelakanku pergi sekarang. Aku akan melepaskanmu dari genggamanku" kupegang tangan Nico yang dingin, aku mengerti keadaannya dia sangat rapuh sekarang.

"Aku tau orang tuamu sangat mengerti dirimu dan mereka ingin kamu menjadi yang lebih baik, mereka ingin anaknya bahagia dengan wanita pilihan mereka walaupun melibatkan urusan perusahaan. Vita juga sangat menyayangimu Nico, sama seperti cintaku, tapi perlu kau ingat cintaku lebih besar daripada siapapun" aku sedikit tertawa renyah saat melontarkan kata itu padanya.

"Sampai disini saja hubungan kita, aku tak mau menyakiti perasaan Vita, perasaanku, dan perasaanmu" kupegang dada bidang milik mantan kekasihku itu.

"Nico berjanjilah padaku, bahagiakan Vita dan aku ingin kau bahagia saat bersamanya. Setelah kejadian ini akan kulupakan kenangan buruk yang pernah kau lakukan, ahh bukan. Kau tidak pernah memberiku kenangan buruk, tapi waktulah yang mengajariku untuk lebih berpikir dewasa" ungkapku padanya.

Pipi Nico bercucuran air mata, aku mengusap pipinya lembut. Sekarang kedua tangannya menangkup wajahku dia menatap mataku yang masih berkaca-kaca menahan air mata.

"Makasih"ucapnya lembut.
Cuuppp, dahiku dikecup bibir Nico dengan lembut, lalu dia mengatakan

"Aku tidak akan pernah lupa kenangan saat kita bersama. Dan akan kuusahakan mencintai Vita setulus hatiku sama seperti cintaku padamu" dia tersenyum melihatku.

Stay With Me !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang