"Hai?" Niall melambaikan tangannya berulang kali di depan wajah Tia.

Tia mengerjap dan menyadari apa yang dilakukannya. "Sejak kapan kau ada di sini?"

"Kurasa sejak aku keluar dari kereta yang sama denganmu?" Niall malah bertanya balik.

Mendapati kehadiran Niall, Tia tiba-tiba jadi kesal. Jauh di dalam hatinya, ia masih kesal pada pria itu. Pria itu mengabaikannya hampir satu tahun. Berbulan-bulan Tia tidak tahu tentangnya kecuali tentang ia dalam masa hiatus dan kelelahan seusai tur. Itu pun ia tahu dari Gi, bukan dari Niall langsung.

"Lebih baik aku menerobos hujan tanpa payung daripada harus memakai payung darimu." Tia mendengus, ia mencoba terdengar biasa saja tapi sepertinya gagal.

Niall mengerutkan alisnya. "Kau yakin? Hujannya lebat sekali, memang kau tidak mau buru-buru pulang?"

Tia sudah membayangkan dirinya mandi air panas lalu meringkuk di dalam selimut tebalnya sampai ia tertidur. Ia sebenarnya ingin menerima tawaran Niall, tapi tawaran itu dari Niall. Pria yang entah masih menganggapnya teman baik atau bukan, yang sama sekali tidak ada niat untuk menghubunginya.

Tia menggeleng menjawab pertanyaan Niall.

"Aku bawa dua payung, kalau kau memang tidak mau berada dalam satu payung denganku." Niall mengeluarkan satu payung lagi dari tas ransel kecil yang ia pakai.

Lagi-lagi Tia menggeleng.

"Ya sudah, kalau tidak mau, aku pergi ya," Niall memasukkan lagi payung yang baru saja ia keluarkan. "Aku tunggu di flatmu sampai kau datang."

Mata Tia melebar. Berharap ia tidak salah dengar kalau Niall akan berkunjung ke flatnya. Niall berjalan ke atas tangga, bersiap membuka payungnya. Terpaksa, Tia mengejar pria itu dan menahannya.

"Apa maksudmu kau menunggu di flatku?" Tia memicingkan matanya menatap Niall.

Niall tersenyum kecil. "Aku memang sedang dalam perjalanan menuju flatmu."

"Untuk apa pergi ke flatku?"

"Menemuimu, memang mau apa lagi?" jawab Niall santai.

Tia mendesah malas. "Memangnya aku mau menerimamu di flatku?"

"Entahlah, tapi aku tidak masalah kalau harus menunggumu di depan pintu sampai kau mau mempersilahkanku masuk."

Tia mendengus sebal mendengar jawaban Niall. Lagi-lagi ia harus berdebat dengan pria itu. Ia kira hidupnya yang seperti itu telah usai.

"Aku tidak mau menerimamu di flatku."

Niall hanya mengangkat bahunya. "Terserah kau. Aku sudah bilang aku tidak masalah menunggumu di depan pintu flatmu sampai kau membukakannya untukku. Lagipula, kelihatannya aku yang sampai duluan di flatmu, jadi sudah pasti aku menunggumu."

Niall melirik ke arah hujan di luar. Tia semakin kesal mendengar Niall. Kali ini ia berada di posisi yang tidak menguntungkan dan pria itu tahu Tia tidak bisa mengalahkannya.

"Sudahlah, ayo pulang denganku," Niall merogoh tasnya lagi. "Ambil saja payung ini, lalu kita pulang."

Niall meraih tangan Tia dan meletakkan payung itu di tangan Tia dengan paksa. Tia memandang payung itu. Akhirnya ia menghembuskan napas panjang dan menyerah. Ia membuka payung itu dan berjalan menembus hujan. Meninggalkan Niall di belakang.

Niall berhasil mengejar Tia dan menyamakan langkahnya dengan gadis itu. Ia berjalan di bawah payung miliknya, sesekali menoleh ke arah Tia. Yang ditatap tidak menatapnya balik. Tia hanya memperhatikan jalan di depannya. Ia tidak mau melihat wajah Niall dan menahan emosinya lagi. Hal yang terpenting sekarang adalah sampai ke flat dan menutup pintunya rapat-rapat untuk Niall Horan.

Tia harus lebih cepat melangkah daripada Niall. Ia harus meninggalkan pria itu. Ia sudah merencanakan jikalau ia sudah sampai di gedung flatnya. Tia akan melemparkan payungnya jauh dan langsung berlari ke pintu flatnya. Ia sudah menggenggam kuncinya erat-erat di dalam kantong jaket hoodie yang ia kenakan. Harus bersiap sebelum rencananya gagal. Setelah membuka kunci pintunya, dengan segera Tia akan menutup pintunya.

Tia tersenyum sendiri memikirkan rencananya. Beberapa meter lagi ia sampai. Ia tidak peduli sedari tadi Niall menunggunya mengajak bicara. Kalau saja tidak hujan, mungkin Tia tidak harus bertemu dengan pria ini dan menerima bantuannya.

Mereka pun sampai di gedung flat Tia. Sesuai rencana, Tia melemparkan payungnya tidak peduli. Ia langsung masuk gedung tersebut dan menaiki tangga. Sebelumnya, ia mendengar Niall berteriak protes terhadap sikapnya. Tapi Tia enggan menggubrisnya. Ia berlari menaiki tangga dan dengan cepat membuka kunci pintu. Rasanya Tia ingin berteriak girang saat sudah masuk ke dalam flat.

Tepat ketika Tia hendak menutup pintu, pintu itu tertahan oleh sebuah tangan. Tia membelalakkan kedua matanya. Sontak saja ia mendorong pintu itu, mengabaikan fakta bahwa tangan itu tangan seorang pria yang sudah pasti lebih kuat darinya.

"Hei, Niall! Kau mau aku menjepit tanganmu sampai putus?" Tia sedikit menaikkan volume suaranya.

"Kau tidak akan bisa, Tiara." jawab Niall sambil tetap menahan pintu itu.

Lama sekali mereka berada dalam momen itu dan tentunya hasil akhirnya sudah tertebak. Niall berhasil masuk ke dalam flat Tia. Rasa puas tampak sangat jelas di wajah Niall.

"Terima kasih sudah mau mempersilahkanku masuk, Nona Campbell." ujar Niall sarkastik, ia tersenyum lebar menatap Tia.

Tia mengerucutkan bibirnya, mengumpat dalam hati. Ia terlihat sangat sebal dengan Niall. Tangannya disilangkan ke depan dada sambil menatap tajam pria itu. "Mau apa sih kau datang kemari?"

Niall masih mengembangkan senyumnya. "Akhirnya kau bertanya juga."

Niall melepas topinya yang basah dan duduk di sofa dekat Tia tanpa menunggu dipersilahkan. Ia mengabaikan tatapan Tia yang seolah-olah sebentar lagi Tia akan membunuhnya.

"Kau bisa menjawab pertanyaanku dulu, sebelum kau mendaratkan tubuhmu di atas sofaku." kata Tia.

"Kita bisa mengobrol dengan cara yang lebih baik, Ti. Seperti sambil diselingi minum teh?"

Tia sudah tidak tahan lagi dengan Niall. "Aku tidak mengerti apa yang terjadi padamu, Niall Horan. Berbulan-bulan kau melupakan keberadaanku, mengabaikanku, mungkin kau sudah berhenti menganggap aku ini temanmu. Tiba-tiba kau muncul begitu saja di depan wajahku dan sekarang kau menyuruhku membuatkan teh untukmu. Aku bisa gila kalau harus menghadapimu seharian."

Niall menyadari sikap Tia. Ia pun akhirnya berhenti bermain-main dan menjawab dengan serius.

"Aku ingin minta maaf padamu."


-----------------------------------------

HAI

SAYA KEMBALI HAHAHA

sesungguhnya, cuma mau nulis karena libur aja. kalau hari biasa alias hari-hari kuliah, udah susah mau nulis. gak cuma karena ga ada ide sih, ide mah udah ada di laptop, tinggal nulis, tapi waktunya aja. kayak kalo buka wattpad tuh ada rasa bersalah aja. "kenapa sih lo ga belajar aja sa instead of buka wattpad?"

eh tp ujungnya buka youtube HAHA

udah deh gitu aja.

eh tunggu, fyi ini cerita Tiall yang akhirnya aku jadi buat! (yeaay) pemerannya udah pasti fokus ke niall sm tia ajaa. tp mgkn ada gi + harry few times. dan tentunya ada pemeran baru. terus mungkin aku bikin settingnya post the lucky one aja ya. jadi ini kehidupannya tia setelah Gi udah tunangan sm Harry.

JGN LUPA VOTE + COMMENT.

kamsahamnida

stardust (n.h)Where stories live. Discover now