9. Eunah dan Sebuah Kisah

Start from the beginning
                                    

Sesungguhnya, sedari dulu Eunah menganggap bahwa kebanyakan orang tua pandai menebak pikiran anak-anak. Contoh ialah ibunya yang sering mengetahui keinginan Eunah bahkan sebelum Eunah meminta. Reaksi Tuan Wicked terhadap ekspresi Eunah saat melihat biskuit persis seperti ibunya. Ah, Eunah jadi ingin segera pulang. Setelah mencoba biskuit itu, mungkin dia harus berpamitan. Tak sopan namanya bila pergi dari kediaman orang lain tanpa mencoba kudapan yang diberikan.

"Coba saja dulu, aku jamin kau akan suka," lanjut Tuan Wicked sembari berkacak pinggang. Aura kebanggaan memancar dari wajah bulatnya.

Eunah menepis pikiran tentang ibunya, lalu mengangguk dan mengambil sepotong biskuit. Dia menggigit dan mengunyahnya perlahan. Rasanya yang tak kalah enak dengan buatan ibunya. Hal itu membuat Eunah melupakan sejenak apa yang tengah ia bicarakan dengan Iova. Sayang dia jadi ingat bahwa hari mungkin sudah kelewat malam. Dia benar-benar harus pulang ke rumah sekarang. Dae dan ibunya pasti sangat khawatir.

"Menginap saja. Kau tidak bisa kembali ke rumah malam ini." Tuan Wicked lagi-lagi menjawab pikiran Eunah. Ini semakin memperkuat hipotesis Eunah akan kemampuan membaca pikiran yang mungkin dimiliki oleh pria itu.

Kini, giliran Iova yang mengernyit. "Kenapa? Memangnya ada apa di permukaan saat malam tiba?" tanyanya polos dengan kedua tangan memegang biskuit.

"Penghuni Bumi mungkin tengah berkeliaran," jawab Tuan Wicked tenang sembari mengambil posisi duduk di hadapan kedua gadis itu. Saat kembali menatap wajah Eunah dan Iova, Tuan Wicked dengan segera mengalihkan pandangannya, lalu berkata, "Bukan hal penting, tak usah dipikirkan." Dia mengibaskan tangannya sekali.

Iova mengernyitkan dahi, lalu bertanya, "Penghuni Bumi?"

"Apa itu?" Eunah melanjutkan.

Tangan kiri Tuan Wicked menggaruk lapisan kulit berlapis pada bawah telinganya. "Sebuah cerita lama, tetapi hampir semua orang percaya karena banyak bukti akan keberadaannya."

Kedua gadis itu berhenti mengunyah, kini mereka menatap Tuan Wicked serius. Pria itu mendengus sebelum melanjutkan ceritanya.

"Jadi, ratusan tahun lalu, ketika manusia masih tinggal di permukaan, muncul sekelompok makhluk buruk rupa. Konon katanya, mereka berasal dari balik tembok raksasa di Asia Timur. Itu cukup jauh dari lokasi kita saat ini, kauharus melewati benua dan samudra untuk bisa ke sana." Tuan Wicked memberi jeda. Dia memperhatikan raut masing-masing anak perempuan di hadapannya.

Eunah mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi. "Seberapa buruk rupa?" Kemudian, ia menurunkan tangannya.

Tuan Wicked mengerling. "Yah, katanya mereka berkepala besar, bermata sipit dan berkulit gelap kemerahan. Tubuh mereka sangat tinggi, walau sebagian kecil lagi bertubuh sangat pendek layaknya anak kecil."

Dari sudut mata Eunah, dia sadar kalau Iova sedikit bergidik saat Tuan Wicked menceritakan ciri-ciri makhluk itu. Dia menautkan alis selama sedetik, tetapi kembali mengalihkan perhatian pada Tuan Wicked dan memasang raut penasarannya.

"Makhluk-makhluk itu sangat kuat. Mereka tak segan untuk merusak sekeliling dan membunuh setiap manusia yang mereka temui. Dalam sekali kepalan, mereka dapat meremukkan tulang beberapa orang sekaligus. Katanya, merekalah yang menghancurkan kota dekat tembok raksasa dalam waktu kurang dari setengah hari.

"Kalian tahu tabiat manusia, tidak pantang menyerah. Untuk melindungi, manusia pun mengirim pasukan-pasukan khusus terbaik untuk melawan makhluk-makhluk ini. Sayangnya, semua gagal. Pasukan-pasukan itu dibantai tanpa sisa. Perbedaan besar kekuatan ini membuat Bumi dikuasai oleh makhluk-makhluk ini dalam sekejap.

"Sebagai tanda kemenangan mereka, pemimpin makhluk ini berseru, 'Kami adalah Penghuni Bumi. Kami telah meratakan manusia Bumi, selanjutnya kami akan meratakan manusia langit.'."

"Tunggu sebentar." Eunah memotong. "Apa maksud Tuan Wicked dengan manusia langit?"

Tuan Wicked menggeleng. "Aku tidak tahu tentang manusia langit. Yang jelas, dalam kurun waktu singkat salju mulai turun, termasuk tempat-tempat yang beriklim tropis. Seolah-olah langit menjawab tantangan dari Penghuni Bumi.

"Makhluk-makhluk ini pun menghilang tanpa jejak. Manusia dapat kembali dari ketakutan dari ancaman Penghuni Bumi. Keadaan ini pun dimanfaatkan untuk menginvestigasi penyebab salju turun di luar musimnya.

"Peneliti yang mengkaji anomali ini berhasil menyimpulkan bahwa Planet Bumi telah keluar dari orbitnya dan kemungkinan besar butuh waktu ratusan atau bahkan ribuan tahun untuk kembali ke semula." Tuan Wicked menegakkan punggung. Senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Setelah musim dingin berakhir dan sebagian manusia kembali ke permukaan, ada kabar bahwa Penghuni Bumi muncul lagi. Akhirnya, terciptalah peraturan kalau tak ada yang boleh keluar setelah pukul tujuh malam." Dia melirik Eunah. "Bukankah begitu, Eunah?"

Eunah mengangguk untuk mengiakan, pernyataan terakhir lalu berkata, "Sekolah Eunah di Kota Yuza mempelajari sejarah tentang pra-periode musim dingin, tetapi tidak pernah disebutkan tentang 'Penghuni Bumi'." Dia memberi isyarat kutip dengan jemarinya saat berkata Penghuni Bumi. "Omong-omong kurikulum di sekolah-sekolah kota Yuza sudah mempelajari sejarah sejak duduk di kelas 4." Diangkatnya kedua tangan untuk memegang kepala. "Terus menerus diulang, hingga membuat Eunah pusing."

Tuan Wicked tertawa renyah. "Sudah kubilang, ini hanya cerita lama," ucapnya dengan memberi penekanan di akhir. "Sekalipun cerita ini masuk di akal, tetapi tetap saja kita tidak dapat meyakini kebenarannya."

Iova mengulang setengah berbisik. "Hal yang tidak dapat diyakini ...."

Eunah sedikit terkejut karena Iova akhirnya membuka mulut. Padahal Iova mulai terlihat tidak tertarik dengan kisah tentang Penghuni Bumi saat Tuan Wicked mulai menceritakan ciri-ciri si makhluk buruk rupa. Mungkinkah Iova menjadi ingat pada kisah lain?

Tebakan Eunah, Iova mungkin sedang punya masalah. Namun, karena itu tidak penting untuk dirinya, jadi Eunah diam saja. Lagi pula, kisah Tuan Wicked bisa tertunda kalau ia bertanya pada Iova terlebih dahulu.

"Tuan Wicked!" Iova berseru sambil berdiri dari tempat duduknya. Lamunan Eunah buyar seketika. Dia sedikit kaget, tetapi tak sampai jantungan. Cincin dalam tubuhnya masih aman. "Aku harus pulang sekarang. Bibi mungkin mencariku," lanjut Iova seraya memainkan jemari dengan gelisah.

Tanpa menunggu tanggapan Tuan Wicked, Iova berbalik badan dan menuju pintu keluar gua. Saat pintu masuk telah setengah terbuka, Iova berhenti untuk menoleh ke belakang. Kedua alisnya bertaut saat ia kembali memanggil pria gempal yang kini berdiri beberapa langkah darinya bersama Eunah di sampingnya.

"Omong-omong, Tuan Wicked. Karena Anda adalah anggota pemerintahan, mungkin Anda bisa menjawab satu pertanyaanku," ucapnya formal. Entah apa yang merasuki gadis itu tiba-tiba berbicara demikian. Tuan Wicked mungkin merasa aneh, tetapi dia tidak terlalu menanggapinya.

Jadi, Tuan Wicked bertanya, "Apa itu, Iova?"

"Bagaimana keadaan Akai?" Iova bertanya tanpa basa-basi. "Maksudku, apa Penalti Publik benar-benar dilimpahkan padanya?"

"Nah," Tuan Wicked mendengus, "bersyukurlah karena hukuman itu ditunda."

Bibir Iova melengkung ke atas. Dia gembira mendengar berita itu. "Begitukah?" tanyanya memastikan yang hanya dijawab anggukan oleh Tuan Wicked. "Bagus! Kalau begitu aku harus pulang sekarang!"

Iova melangkah keluar. Namun, sebelum menutup pintu, dia mengalihkan pandangan pada Eunah. "Oh, iya, Eunah. Aku akan kembali pagi-pagi sekali besok. Ada yang harus kuberikan padamu sebagai teman dari luar Kota Bawah Tanah pertamaku." Senyumnya kembali merekah. "Sampai jumpa!"

Pintu pun berdebum tertutup. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki di atas genangan air yang terus menjauh hingga akhirnya tidak terdengar lagi.

Eunah tak mampu menyembunyikan kegembiraannya. Dia pun berbisik, "Sampai jumpa besok." []

Another Way to Destroy The WorldWhere stories live. Discover now