Kuliahku sudah mendekati 1 semester. Apa yang dinanti-nanti oleh setiap pasangan setelah pernikahan pun terjadi padaku. Aku mulai hamil. Kehamilan yang menyenangkan karena aku jadi bisa merasakan uniknya proses ini di usiaku yang bahkan belum lagi menginjak 20 tahun. Semua anggota keluarga ikut berbahagia dengan kehamilan ini. Begitu juga suamiku. Aku memuji ketenangannya dalam mendampingi prosesku. Jika semula dia sangat memperhatikan kondisi psikologisku sebagai seorang istri maka saat ini dia lebih jauh lagi mempersiapkanku menjadi seorang ibu.
Aku sering diajaknya membaca-baca artikel mengenai ibu dan anak yang bahkan sebelumnya sama sekali bukan bacaan yang kuminati. Saat-saat tertentu, aku bahkan kadang merasa jengkel dengan perhatian berlebihan itu. Hanya sesaat, karena kemudian aku sadar, betapa banyak perempuan yang lain yang sangat berharap diperlakukan demikian oleh suami-suami mereka.
Anshar juga sangat memperhatikan jadwal kunjungan untuk rutin periksa ke dokter kandungan. Di antara beberapa dokter kandungan yang direkomendasikan para senior, Anshar memilih salah satunya. Dokter kandungan perempuan yang begitu telaten dan sedang mendalami dan melakukan research mengenai hypnobirthing.
Anshar selalu berusaha untuk ada ketika aku melakukan rangkaian sesi konsultasi. Dokter Anin sepakat bahwa kedekatan suami istri sejak awal kehamilan akan memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap kualitas hidup si bayi kelak. Maka, hari ini seperti hari kamis yang lain secara rutin dua mingguan kami sedang menunggu giliran bertemu dengan dokter Anin.
Antrian ke 8 padahal kami sudah mendaftar sejak jam 7 pagi tadi. Kami diberitahu untuk datang sekitar jam 17 agar tidak menunggu terlalu lama di ruang tunggu. Ruang tunggu yang asri dan homy karena dilengkapi karpet-karpet tebal dan bantal besar seperti yang biasa ada di ruang tengah rumah bunda. Nampaknya mereka sengaja membuat ruangan ini nyaman untuk menunggu dengan pilihan apapun bahkan ketika harus tiduran sekalipun. Ada pilihan untuk menunggu dengan duduk lesehan di lantai berkarpet tebal atau menunggu di kursi-kursi yang berlekuk nyaman. Aku memilih duduk di lantai dan bersandar pad Anshar yang sengaja membawa buku untuk menemani ketika menunggu.
Ada dua pasangan lain yang juga sedang menunggu. Salah satunya adalah urutan ke 7 dan pastinya sebentar lagi masuk setelah pasangan yang masih ada di ruang konsultasi keluar. Pasangan yang ramah dan terbuka. Beliau tidak enggan bercerita bahwa ini adalah kehamilan pertama yang sangat ditunggu-tunggu. Usia si calon ibu 38 tahun. Aku ikut terharu mendengar bahwa akhirnya mereka mendapatkan kehamilan ini setelah usia pernikahan yang ke 14. Saat aku berusaha berpaling untuk menghapus air mata haru itulah aku melihat pasangan yang sedang keluar dari ruang konsultasi.
“Dini?”ucapku sambil memegang lengan Anshar yang nampak masih serius dengan bukunya.
“Eh...apa kabar? Periksa juga ya?”sapanya ketika mengenaliku. Anshar mendongak mendengar suaranya dan tersenyum sambil membantuku berdiri. Perutku cukup besar untuk usia kehamilan 5 bulan. Pak Gani yang berdiri di belakang Dini tersenyum lebar mendapat ucapan selamat dari Anshar. Rupanya ini kunjungan pertama mereka.
“Baru 2 bulan.”ucap Dini tersipu ketika aku menanyakan usia kehamilannya. Tersipu nampaknya adalah ekspresi baru yang bisa dirasakan oleh seorang Dini atau mungkin aku yang baru saja melihatnya. Pak Gani merangkulkan lengannya di bahu Dini dengan ekspresi rasa sayang ketika akhirnya kami sama-sama berdiri berhadapan.
Dini dengan penampilan yang jauh dari kesan tomboy. Sportif dan kasual iya tapi bukan tomboy. Dan yang sempat membuatku ragu saat mengenalinya tadi adalah jilbab modis ala Zaskia Mecca yang menutupi rambut indahnya. Kesan yang muncul adalah Dini yang jauh berbeda dengan ketika kami bertemu berbulan-bulan yang lalu. Mereka akhirnya pergi setelah Dini berpamitan karena mereka harus menghadari acara veteran di bekas kantornya pak Gani.
