Bagian 16 - Pulang

27.3K 3K 137
                                    

Update Works :

Guys untuk sementara yang menunggu update-an ceritaku, lagi-lagi aku mesti minta maaf nggak bisa buru-buru :) . Tempat tinggal baru, kerjaan baru, lingkungan baru semuanya baru bahkan tempat aku biasa nulis juga sekarang baru. Aku masih dalam suasana buat menyesuaikan diri. Jadi mohon maaf karena lagi-lagi harus buat kalian punya stock sabar yang banyak.

Cerita Krisna juga agak lama yah aku updatenya, ceritanya agak susah aku nggak bisa sembarangan ngasih informasi, nanti menyesatkan.

Udah gitu aja, selamat menjalankan puasa bagi yang menjalankan. Ah iya, alasan nggak update cerita ini lama juga karena puasa guys, ada adegan 17+ di dua part depan. Nanti kalian udahlah Baper terus ditambah nggak khusyu puasanya kan kasian Mas Rey disalahkan.

Enjoy

_________________________________________________________________________________

Sepanjang penerbangan itu aku tertidur. Bersandar nyaman di bahu Rey. Berbeda denganku yang merasa lelah, Si Kembar masih terlihat antusias. Setelah landing dan berjalan keluar menuju terminal kedatangan tak henti-hentinya mereka berceloteh riang. Lari kesana-kemari tanpa lelah. Rey berjalan di sampingku, mendorong trolley penuh barang bawaan kami.

"Itu Pak Nim." Aku mengikuti arah telunjuk Rey, Pak Nim supir keluarga Rey terlihat berlari-lari kecil menghampiri kami.

"Masya Allah Mba, ini beneran Mba Jora?" Pak Nim menyapaku dengan keheran-heranan yang tidak ditutup-tutupi.

"Iya, Pak, Pak Nim apa kabar, sehat?"

"Sehat Mba... sehat Alhamdulillah. Saya nggak nyangka bisa ketemu Mba Jora lagi." Senyumku merekah, Pak Nim masih sama seperti yang aku ingat dulu, ramah dan ceria.

"Luys... Luce, sini Nak, kasih salam sama Pak Nim." Ujarku pada Si Kembar, keduanya masih saja asyik bercanda. Mereka langsung berlari kecil menghampiri kami dan mencium tangan Pak Nim sopan.

"Ini siapa, Mba?"

"Anak-anakku Pak, mereka kembar." Jelasku saat melihat Pak Nim terlihat bingung melihat keduanya.

"Anak kami. Mereka anakku dan Kejora." Aku mengernyitkan mataku, tidak suka dengan nada menusuk yang Rey gunakan.

"Mereka sudah besar yah Mba, Tuan Besar pasti bahagia sekali kalau melihat mereka." Melihat Pak Nim yang terlihat terharu dan sedih membuatku ketakutan. Bagaimana reaksi keluarga Rey jika mengetahui selama ini aku menyembunyikan anaknya. Mereka pasti marah.

"Ayo pak, pulang. Tolong bantu masukin koper." Minta Rey yang langsung dikerjakan oleh Pak Nim.

Di dalam mobil Si Kembar kembali melakukan keributan. Mereka berebut kursi depan. Tidak ada yang mau mengalah.

"Udah... udah... dua-duanya duduk di belakang aja." Ucapku kesal karena mereka tak juga berhenti berdebat.

"Nggak mau, aku suka di depan. Biar Luys yang di belakang."

"Tapi, nggak bisa dua-duanya di depan." Si Kembar tetap keras kepala. Keduanya sama-sama bersedekap dan tidak ada yang bergerak. " Oke... mama tungguin siapa yang mau ngalah dengan sukarela. Kalau nggak ada yang mau ngalah, kita nggak akan jalan. Biar kita tidur di bandara." Ancamanku membuat keduanya diam, wajah mereka terlihat berpikir keras.

"Iya deh, aku di belakang. Biar Luys yang di depan." Luce mencemberutkan bibirnya, dia menatap Luys kesal tapi tetap berdiri, mengulurkan tangannya pada Rey dan berpindah ke belakang. Rey menyambutnya dengan merentangkan tangannya lebar.

ReconciliationWhere stories live. Discover now