Tetsuya menghabiskan sarapannya dan meminum susunya. Kemarin dia baru saja gajihan. Isi kulkasnya sedang penuh saat ini. Dan dia merasa senang akan hal itu. Tetsuya mencuci piringnya kemudian bersiap untuk ke sekolah. Untuk berhemat dia lebih memilih jalan kaki di banding naik bus. Malangnya diri mu Tetsuya...

-----------------------------------------------
Memories : Aitakata.
------------------------------------------------

"Seijuuro... Kau sudah siap rupanya, ayo sarapan dulu sayang."

Wanita cantik bersuara lembut itu terlihat duduk manis di sebuah meja makan besar. Di sekeliling sudut ruangan itu terdapat banyak buttler dan maid yang berjejer. Entah kenapa rasanya sedikit aneh buat Akashi belakangan ini, rasanya kehidupannya dulu tak semewah ini. Well, entahlah. Dia sendiri tak yakin dengan hal itu mengingat dia mengalami kecelakaan hebat yang merenggut masa lalunya beberapa tahun silam itu.

Akashi berjalan menghampiri sang ibu. Kemudian duduk di hadapan wanita itu dengan tenang. Membalikkan piringnya dan mulai mengambil sarapan paginya yang terlihat mewah itu. Tak usah tanya apa nama makanan nya, terlalu panjang untuk di jabarkan. Feeling Sang Ibu tak pernah meleset, Ia tau bahwa putra semata wayangnya itu sedang ada masalah. Bisa Ia tangkap daro raut wajahnya.

"Ada apa Sei?" Beliau membuka pembicaraan terlebih dahulu. Akashi langsung menatap ibunya itu dengan kedua mata heterokromnya.

"Aku ingin bicara dengan Ibu empat mata. Bisa?" Ujarnya serius. Sang Ibu menangkap hawa serius anaknya dan mulai menitah seluruh maid dan butler itu pergi dari sana meninggalkan ruang makan yang besar itu.

Dan kemudian...

Hanya ada mereka di ruangan itu.

"Ada apa? Tak biasanya kau serius? Apa ini mengenai seorang gadis lagi?" dengan nada jenaka nya Nyonya Akashi itu menyahut dengan senyum mengembang, Akashi sedikit bersemu di ingatkan lagi percakapan beberapa hari yang lalu saat Ia curhat pada Ibunya ada seorang gadis yang meletakan surat cinta di tasnya.

"Ibu aku serius." Ucap Akashi.

"Baiklah baiklah... Apa yang bisa Ibu bantu untuk mu?"

Akashi menimbang...

"Semalam aku bermimpi.."

"Mimpi? Soal apa?"

"Aku bermimpi ada bocah lelaki bersurai biru langit yang menjadi teman ku. Dia manis dan baik hati" tutur Akashi. Sang Ibu berusaha tetap tidak terlihat terkejut meskipun dia sedikit terkejut mendengar hal itu.

"Itu hanya mimpi sayang.." Komentarnya.

"Yah, Ibu benar... Hanya mimpi."

"Ibu, Aku ingin bertanya.."

"Katakan apa pertanyaan mu sayang.." Dengan sebelah tangan meraih makanan untuk anaknya, Ia berbicara tanpa memandang Akashi yang mulai merubah ekspresinya.

"Tentang masa lalu ku..." Ucap Akashi mantap. Sang Ibu menghentikan aktivitasnya sesaat kemudian menatap dalam ke arah pemuda itu.

"Kita sudah pernah membahas ini bukan?" Jawabnya.

"Aku ingin mengetahuinya lagi. Katakan Ibu... Kenapa aku kehilangan ingatan ku!" Nada suara di naikkan. Nyonya Akashi itu menatap dalam ke arah anaknya.

"Kau kecelakaan. Hanya itu."

Akashi menghela nafas menahan amarahnya. Tak mungkin Ia meledak ledak di depan Ibunya. Tak bisa dia melakukan itu.

"Baiklah.. Aku percaya itu. Lalu, apa kita sudah kaya dari dulu? Sejak aku lahir apa kita sudah kaya raya seperti ini?"

"Ya." Jawaban yang singkat. Akashi kembali menghela nafas.

Memories [AkaKuro]✔️Where stories live. Discover now